"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semudah itu?!
Langkah kaki Acel begitu tegas, suara sepatunya menggema di lobi perusahaannya begitu dia tiba di sana. Dibelakangnya Lui melangkah mengekor berdampingan dengan Boby.
"Kau sudah mendapatkan semua daftarnya, Bob?"
"Tentu, Tuan muda."
"Baguslah. Kita lanjutkan misi pembasmian hama tikus itu segera!"
"Baik, Tuan muda."
Tiga wajah itu begitu bersinar di Sky Grup. Mereka bak tiga serangkai yang selalu tampak serasi dan mempesona dimanapun mereka menginjakkan kaki. Lui dan Boby sudah bersama Acel sejak mereka bahkan masih bayi. Itu karena orangtua mereka bekerja untuk Sky grup sejak awal perusahaan ini dibangun. Hal itulah yang membuat mereka akrab dan saling percaya satu sama lain.
"Bagaimana kelanjutan penyelidikan, om Dandi?"
"Eee... sebenarnya aku sudah mendapatkannya tadi malam, Tuan muda."
"Lalu mengapa tidak segera memberitahuku?"
"Karena, ada sesuatu yang akan membuat Tuan muda naik darah."
"Kau membawanya sekarang?!"
Boby tersenyum kecut, melirik pada Lui seakan meminta bantuan tapi malah diabaikan.
"Boby!"
"Iya, Tuan muda. Aku membawanya."
"Bagus. Perlihatkan padaku!"
Mereka mempercepat langkah turun dari lift menuju ruangan Acel. Begitu tiba di ruangan itu, Acel langsung duduk di kursinya dan Boby dengan buru buru membuka tas jinjingnya untuk mengeluarkan berkas hasil penyelidikannya terhadap Dandi.
"Ini, Tuan muda."
Dengan hati hati Acel membaca berkas berkas itu, matanya tampak menyipit dengan dahi yang berkerut.
Brakkk
Lui dan Boby kaget mendengar Acel yang tiba tiba memukul meja dengan sangat kuat.
"Apa semua ini masuk akal?!"
"Lihatlah, wajah Tuan muda kesayanganmu sampai berkerut seperti itu setelah mengetahui kebenaran tentang Om yang sangat disayanginya itu." bisik Boby pada Lui.
"Apa yang terjadi, Tuan muda?" tanya Lui lembut berharap bisa menenangkan tuan mudanya.
"Om Dandi tidak benar benar menyukai Sky grup. Dia berencana menghancurkan Sky grup dengan menjadikan Sky grup sebagai sarana transaksi ilegal bisnis hitamnya. Kakek pasti akan sangat sedih jika tahu Sky grup akan di hancurkan seperti ini."
Lui terdiam mendengar itu, dia tahu Tuan mudanya
juga sangat menyayangi Sky grup meski dia tidak ingin mengurusnya secara langsung. Selama ini Acel selalu percaya bahwa Dandi yang akan menggantikan mendiang Papanya untuk mengurus Sky grup. Tapi, harapan itu hancur setelah dia mengetahui kebenaran tentang Dandi.
"Tuan muda tidak bisa menyerahkan Sky grup pada tuan besar Dandi. Beruntung kita mengetahuinya sekarang."
"Berapa lama lagi waktu yang diberikan Kakek dalam surat wasiatnya, Lui?"
"Tiga minggu lagi, Tuan muda."
Huh!
Acel menghela napas sambil mengusap wajahnya, "Satu satunya cara untuk melindungi Sky grup adalah dengan menikah."
"Menikah saja dengan Pricila, Tuan muda. Toh Pricila juga membutuhkan keberadaan Tuan muda untuk mengokohkan posisinya di perusahaan milik keluarganya." Boby menyarankan.
"Aku setuju dengan Boby kali ini, Tuan muda. Lagi pula, Pricila juga tidak menyukai Tuan muda. Kalian bisa menikah dan punya perjanjian bahwa pernikahan kalian hanya semata demi melindungi perusahaan masing masing."
Acel mengurut pelan dahinya, mencoba mencerna saran dari dua orang kepercayaannya itu. "Ide bagus. Atur pertemuanku dengan Pricila."
Jawaban itu membuat Lui dan Boby sedikit terkejut sehingga mereka saling menatap untuk beberapa saat.
"Baik, Tuan muda."
.
.
.
Cafe sedang ramai siang ini, namun Zea tampak lesu dan tidak bersemangat saat mengantarkan pesanan ke meja pelanggan. Meri menyadari ada yang tidak beres dengan Ibu boss nya itu hari ini.
"Mbak Zea, apa mbak baik baik saja?" tanya Meri saat Zea mengambil pesanan di meja konter.
"Aku baik baik saja."
"Benarkah?"
"Iya." Jawabnya sambil tersenyum, kemudian bergegas mengantarkan pesanan.
"Mbak istirahat saja dulu. Biar aku yang mengantarkan pesanan." ujar Meri saat Zea sudah kembali.
"Terimakasih, Mer."
"Iya, Mbak. Istirahat saja dulu."
"Jadi merepotkan kamu, Mer."
"Aku tidak repot sama sekali, Mbak. Toh ini juga bagian dari pekerjaanku." Jawab Meri yang membuat Zea tersenyum lega.
Meri pun melanjutkan pekerjaan, sementara Zea bisa duduk sebentar di belakang meja konter sambil memeriksa Hp nya, membuka aplikasi chat dan membaca pesan masuk dari Lia yang mengingatkan agar dia tidak lupa makan siang. Segera dibalasnya pesan itu menggunakan photo dirinya yang sedang makan. Photo kemarin yang sengaja diambilnya saat makan siang bersama karyawannya.
"Maafkan aku, Lia. Aku tidak berselera untuk makan apapun saat ini." bisiknya pelan.
"Mbak Zea..."
"Iya, Mer!"
"Maaf, tapi ada pelanggan yang memaksa ingin Mbak yang mengantarkan pesanannya."
Zea langsung berdiri, celingukan melihat siapa pelanggan yang dimaksud Meri dan rupanya pelanggan itu tidak lain adalah pak Handi. Melihat orang itu membuat Zea mendadak berkeringat dingin dan merasa was was. Dia takut pak Handi akan mengusirnya lagi ke tempat yang lebih jauh dari sebelumnya.
"Mbak, ada apa?" Meri menyentuh pundak Zea saat melihatnya tidak bergerak sama sekali.
"Pesanannya apa, Mer?"
"Americano sama buble tea, Mbak."
Mereka berdua pun membuatkan minuman yang dipesan pak Handi. Begitu selesai, Zea langsung mengantarkannya tanpa peduli mengapa orang tua itu memesan dua minuman padahal dia hanya sendirian.
Tangan Zea sedikit gemetar saat dia meletakkan minuman itu diatas meja tepat didepan pak Handi. Tentu dia takut, karena kepulangannya secara diam diam ternyata diketahui oleh pak tua itu bahkan dia bisa menemukan dirinya dengan mudah.
"Buble tea untuk nona Zea." ucap Handi dengan suara lembut.
"Terimakasih, pak Han. Tapi saya harus kembali bekerja."
"Saya tahu Cafe ini milik, Nona. Jadi, duduklah dulu dan minumlah bersama saya."
Meski ragu dan takut, Zea akhinya mengikuti perintah pak Handi.
"Maafkan saya, nona Zea." Lelaki tua itu menundukkan kepalanya meminta maaf yang membuat Zea ikut menundukkan kepalanya meski ragu dan gugup tentu saja.
"Saya benar benar minta maaf atas semua yang terjadi pada nona Zea selama delapan tahun terakhir."
Semudah itu meminta maaf setelah semuanya terjadi? Zea tiba tiba dikirim ke Negara asing dengan segala keterbatasannya. Dia berjuang sendirian disana dan harus bertahan demi buah hatinya. Kemudian, dia tidak bisa menyelamatkan buah hatinya dan bahkan tidak bisa memberitahu Acel bahwa bayi itu buah cinta mereka. Dan sekarang Handi datang untuk minta maaf dengan sangat mudahnya.