Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Geng Frost
Saat mereka berjalan menyusuri jalan kecil menuju restoran, kota di sekitar mereka masih hidup dengan sisa-sisa ketegangan dari kejadian semalam.
Alden mencoba mengamati setiap detail yang terjadi di sekitarnya dengan mata elangnya, memastikan dirinya tetap waspada terhadap potensi bahaya.
"Di sini," Lila berkata sambil menunjuk restoran kecil yang tampak bersahaja namun hangat.
Alden mengikutinya masuk, disambut oleh aroma masakan rumahan yang mengisi udara seolah menjadi pengingat akan kedamaian yang sempat terlupakan.
Meja-meja kayu sederhana tetapi bersih, dan di belakang konter ada seorang wanita paruh baya yang memberikan senyum hangat pada Lila.
"Ibu, dia menolongku tadi," kata Lila dengan semangat, mengenalkan Alden pada wanita itu.
Wanita tersebut mengamati Alden dengan penuh syukur. "Terima kasih sudah membantu putriku. Sebagai gantinya, biarkan aku menyajikan makanan terbaik kami."
Alden mengangguk sambil tersenyum, menemukan bahwa suasana tempat ini sedikit mengusir kegelisahan yang menggelayut di benaknya. Dia mengambil tempat duduk di salah satu meja, sementara Lila dan ibunya menyiapkan hidangan.
Tak lama kemudian, Alden dihadiahi dengan semangkuk sup hangat dan beberapa hidangan pembuka yang menggugah selera. Lila duduk di depannya, memandang dengan rasa penasaran yang kembali terpancar di matanya.
"Kau tahu," katanya pelan, "kota ini bisa jadi menakutkan, terutama bagi orang-orang yang berurusan dengan geng seperti Viper."
Alden menatap sup di depannya, mengaduk perlahan sambil berpikir bagaimana menanggapi ucapan Lila tanpa mengungkap terlalu banyak. "Kenyataannya adalah, kota ini memiliki sebuah cara untuk membentuk siapa kita. Setiap orang memiliki perjuangan masing-masing."
Lila mengangguk kecil, tampaknya memahami bahwa Alden enggan membicarakan lebih jauh tentang misteri di balik kehadirannya dan perannya dalam kekacauan ini.
Namun, hati gadis itu masih menyimpan harapan bahwa suatu saat nanti, ia bisa menguak cerita sebenarnya di balik sosok yang sekarang duduk di hadapannya.
Mereka melanjutkan perbincangan singkat sembari menikmati makanan di tengah keramaian restoran yang perlahan bertambah.
Alden merasa sedikit lebih damai, namun tetap waspada terhadap kemungkinan ancaman yang setiap saat bisa muncul dari bayangan kota.
Hingga keributan mulai terdengar di depan pintu masuk restoran. "Di mana orang yang mengganggu adikku!"
Seorang pria berambut gondrong dan badan dipenuhi tato muncul dengan keributan.
"Itu dia, Kak," salah seorang pria menunjuk ke arah Alden, itu adalah pria pengecut yang dia usir sebelumnya. Ia sepertinya datang membawa abang-abangannya.
Pria itu tertawa penuh kemenangan. "Hahahahah, habislah kau nak, kakakku adalah anggota geng Frost!"
Alden menatap pria berambut gondrong itu dengan tenang, tanpa menunjukkan rasa takut sedikit pun. Suasana yang semula hangat mendadak tegang, membuat para pengunjung restoran terhenti sejenak untuk melihat apa yang terjadi.
Gadis yang tadi bersamanya, Lila, tampak cemas dan beringsut lebih dekat kepada Alden, khawatir akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
Pria dengan tubuh penuh tato itu melangkah mendekat, memamerkan otot-ototnya seolah mengintimidasi Alden. Tapi Alden tetap tidak bergerak dari tempat duduknya, hanya menatap pria itu dengan pandangan yang tajam dan dingin.
“Apa kau pikir bisa seenaknya mengganggu urusan geng di kota ini?” gertak pria itu, suaranya memenuhi ruangan.
Alden meletakkan sendoknya dengan tenang, menjaga nada suaranya tetap rendah dan tegas. “Aku hanya menolong seseorang yang membutuhkan bantuan. Apakah geng Frost kini menjadi pembela dari tindakan pengecut?”
Ruangan itu seketika sunyi, ketegangan memuncak ketika pria bertato itu mendengar ejekan halus dalam suara Alden. Para pelanggan restoran menatap dengan waspada, sebagian bersiap untuk pergi jika terjadi keributan.
Pria bertato itu menyeringai, berusaha menekan kemarahannya. “Kau ingin main kata-kata? Mari kita lihat sejauh mana mulutmu bicara ketika engkau berhadapan dengan rasa sakit.”
Meski ancaman itu menggantung di udara, Alden tetap dalam posisinya yang tenang, tanpa menunjukkan sedikit pun tanda gentar. Dia tahu persis bagaimana menghadapi situasi berisiko tanpa harus merusak fasilitas restoran.
“Ini tempat umum dan aku tidak mau membuat keonaran di sini,” katanya lagi, tatapannya tetap kuat. “Tapi jika kalian mendesak, aku siap menghadapi kalian di luar.”
Pernyataan itu membuat pria bertato itu dan kelompoknya sedikit ragu. Mereka tak ingin menyeret masalah lebih jauh, terutama di depan banyak saksi. Namun, harga diri yang dipertaruhkan memaksa mereka untuk tetap maju.
Lila, merasa takut dengan kemungkinan Alden terluka, berbicara dengan suara rendah tapi mendesak, “Jangan lakukan, mereka berbahaya.”
Alden hanya tersenyum menenangkan ke arahnya sebelum berdiri, memperbaiki kerah bajunya. Dia kemudian menatap pria-pria di hadapannya, mengisyaratkan supaya mereka mengikutinya ke luar jika ingin menyelesaikan permasalahan ini.
Saat pintu restoran terbuka, angin dingin menyambut mereka. Alden memandang pria bertato dan kelompoknya dengan sikap tenang dan penuh kendali.
"Ayo, kita selesaikan ini di sini," tantang pria bertato itu sambil mengangkat tangan, mengisyaratkan rekan-rekannya untuk mengepung Alden.
Alden berdiri dengan sikap yang santai, tetapi mata elangnya mengamati setiap gerakan, memperhitungkan langkah selanjutnya. Rasa percaya dirinya yang kuat membuatnya tetap tenang menghadapi situasi ini.
"Seharusnya kau mendengarkan adikmu, tapi sekarang aku harus mengajarkan kalian pelajaran," kata Alden seraya memutar bahunya, melepaskan ketegangan dari tubuhnya sebelum menunjukkan kemampuan bertarungnya.
Pertarungan dimulai dengan cepat, ketika pria bertato itu melayangkan serangan pertama. Alden dengan gesit menghindar, menangkap lengan pria itu dan memutar tubuhnya, membuat pria itu terhempas ke tanah dengan keras.
Yang lainnya mencoba mengeroyok, tapi Alden bagai bayangan yang sulit ditangkap. Dia menangkis setiap pukulan dengan mulus, berputar dan menghindar tanpa banyak usaha.
Keahlian bertarungnya seolah menari di antara musuh-musuhnya. Keributan sebentar itu cukup untuk menarik perhatian orang-orang di sekitar, namun Alden memastikan gerakannya tetap efektif dan tidak memicu kerusakan lebih.
Dalam hitungan menit, pria-pria kasar itu terbaring di tanah dengan meringis kesakitan, sementara Alden masih dalam kondisi bugar.
Dia menatap pria bertato yang masih tergeletak mencoba bangkit dengan sisa tenaga yang ada, "Katakan kepada gengmu, jangan ganggu aku lagi. Aku akan menghabisi kalian jika berani muncul di hadapanku lagi," ucapnya dengan nada dingin.
[Quest baru tersedia, membuat aliansi dengan geng Frost. Hadiah: 50.000 koin, seluruh stat meningkat +10 dan 1 kotak skill pasif]
"B-baiklah, kami akan pergi," ucap pria gondrong itu terbata-bata. Namun Alden tiba-tiba memegang bahunya.
"Aku berubah pikiran, sekarang antar aku ke markas kalian," ucap Alden tersenyum lembut namun membuat lawannya sangat terkejut.
"A-apaaa!!!"
Pria bertato itu tampak terkejut dengan permintaan Alden. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, karena Alden benar-benar tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya.
Sosok yang tenang dan penuh percaya diri ini baru saja mengalahkan seluruh kelompoknya tanpa kesulitan. Tekad dan keberanian Alden menggetarkan nyali para anggota geng Frost yang biasanya tidak takut menghadapi siapa pun.
Lila yang melihat kejadian itu dari restoran merasa cemas sekaligus kagum. Dia tidak mengira Alden memiliki keterampilan sehebat itu. Namun, kekhawatiran atas keselamatan Alden terus mengganggunya. Dia berlari mendekati Alden, berdiri di sisinya sambil memandang para pria yang kini dalam posisi kalah.
"Apakah kau yakin ingin melakukannya, Alden?" tanyanya dengan nada khawatir.
Alden menoleh ke arah Lila, menunjukkan senyum menenangkan. "Ini adalah kesempatan baik untuk menyelesaikan masalah dengan geng Frost sekali dan untuk selamanya. Aku akan memastikan kota ini lebih aman, terutama untukmu dan ibumu."
Pria bertato yang berdiri dengan susah payah itu akhirnya mengangguk, menyerah pada tekad Alden. Dia tahu, jika menolak, hal yang lebih buruk bisa menimpa mereka. "Baiklah, aku akan mengantarmu. Tapi tolong, jangan sakiti kami lagi."
Alden mengangguk, mengambil isyarat bahwa mereka siap untuk bergerak. Sementara itu, Lila memandang dengan perasaan campur aduk. Dia tahu, perjalanan ini bisa menjadi berbahaya, tapi ada sebuah dorongan dalam dirinya yang percaya bahwa Alden mampu mengatasi apa pun yang menghadang.
Mereka bersiap untuk pergi, diiringi oleh pandangan penuh perhatian dari orang-orang di sekitar yang baru saja menyaksikan kejadian tak terduga itu.
Kota ini, dengan segala kekacauannya, tampaknya telah menemukan seseorang yang bisa menjadi secercah harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Sebelum benar-benar beranjak pergi, Alden berbalik kepada Lila. "Tunggulah di sini sampai aku kembali. Aku janji akan menuntaskan ini secepat mungkin."
Lila mengangguk meski masih merasa khawatir. "Hati-hatilah, Alden."
Dengan kata-kata perpisahan itu, Alden dan para pria geng pun berjalan menuju markas geng Frost, meninggalkan Lila bersama bayangan rasa khawatir dan harapan yang membuncah.