Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Permulaan.
"Jika kau punya perasaan kasihan. Cukup Dilan saja yang sakit. Jangan pernah sakiti Hima. Apa kau ingin hubungan persahabatan ayahmu ikut kacau juga??" Kata Bang Rama.
Penekanan tersebut membuat Bang Panggih tidak bisa berbuat apapun.
...
Dilan menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka di hari ini statusnya telah berubah. Ia yang dulu hanya sekedar manusia terombang-ambing di jalanan kini sudah memiliki seorang suami.
Sungguh saat ini Dilan menyimpan rasa sedihnya sendiri. Ia bagai mempertaruhkan nyawanya di sisi jurang. Seorang Panggih saja mampu membuatnya menyimpan trauma mendalam, kini dirinya malah sampai menikah dengan putra kedua sebuah keluarga 'berada'.
Mau tidak mau kini Dilan harus meraih tangan Bang Rama dan mencium punggung tangan tersebut sebagai tanda hormatnya sebagai seorang istri.
Tak sampai disitu, Bang Rama pun membacakan do'a lalu mengecup puncak kepala Dilan.
'Jujur belum ada rasa apapun di hatiku untukmu, Dilan. Aku ingin menyangkal kenyataan tapi di rahim mu mengalir darah Hanggar yang berarti mengalir darahku juga. Tidak ada banyak hal yang bisa kulakukan, apapun yang terjadi hari ini, aku hanya ingin menyelamatkan satu nyawa yang tidak berdosa. Kamu tenang saja Dilan, aku cukup tau aturan. Hingga tiba saatnya nanti, kamu akan tetap menjadi gadisku.'
:
Papa Hanggar memejamkan sejenak dan terdiam mendengar kabar putra keduanya sudah menikah.
"Paaa.. jangan marah, jangan juga terlalu keras. Mungkin Rama nampak melangkahi Papa, tapi ambilah sisi baiknya. Apapun yang telah terjadi, Rama adalah laki-laki yang sangat bertanggung jawab, sama sepertimu. Memang tidak banyak orang yang akan melihat segalanya dari sudut pandang kita tapi setidaknya cucu Papa baik-baik saja. Apa Papa benar tidak senang mendapatkan cucu?? Kita sudah lama tidak mendengar ocehan anak kecil." Bujuk Mama Arlian dengan hati-hati.
Tangan Mama Arlian sibuk memijat kaki suaminya dengan lembut, memang kenyataan tidak bisa mengubah usia namun Papa Hanggar seperti tidak nampak kehilangan aura usia dan jiwa mudanya.
"Sekarang kamu ingin bagaimana Ma? Papa tidak suka dengan kerasnya sikap Rama padamu." Jawab jujur Papa Hanggar.
"Mama ini seorang ibu, tidak ada ibu yang menyimpan sakit hati pada anak-anaknya. Rama juga bukan pria yang jahat, Rama hanya kehilangan cinta dari rasa salah pahamnya. Sebenarnya sebagai orang tua, kita tidak boleh memusuhinya.. malah kita harus memeluknya. Jadilah bapak dimana bahumu adalah tempat bersandar anak-anaknya. Mama yakin sebenarnya Rama tidak sekuat itu." Kata Mama Arlian. "Nanti sore kita temui Rama..!! Dia sedang persiapan membenahi rumah dinasnya, kan??"
...
Sore hari Mama Arlian dan Papa Hanggar mendatangi calon rumah dinas Letnan Rama. Terlihat beberapa orang anggota sudah sibuk dengan tugas masing-masing.
Papa Hanggar melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok menantunya sedang sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk para anggota yang sudah membantunya.
"Ijin ibu, apakah posisi sofanya begini?" Tanya salah seorang anggota.
"Biar saya saja yang benahi, Om." Jawab Dilan.
"Aduuhh.. biar kami saja Bu. Nanti Danton marah." Kata anggota tersebut.
Senyum Dilan mengembang tipis. "Tidak akan marah. Danton tidak sejahat itu."
Para anggota ragu mendengarnya sebab mereka tau betul bagaimana watak Letnan Rama. Mereka saling lirik hingga kemudian Bang Rama ikut bergabung di dalam ruangan.
"Kenapa sofanya miring??" Tanya Bang Rama. "Posisinya mau bagaimana, ndhuk?" Lagi-lagi suara tersebut begitu lembut terdengar di telinga.
Kembali para anggota saling lirik mendengarnya. Mereka seakan tidak percaya bahwa Letnan Rama bisa bicara tanpa gas sedikitpun.
"Di letakan bentuk standart saja, Bang. Nanti di sudutnya di beri tanaman hias. Abang adalah perokok berat, ada baiknya menanam bromeliad." Jawab Dilan.
Papa Hanggar masih terdiam dengan wajah kakunya sedangkan Mama Arlian tersenyum melihat kepintaran menantunya.
Bang Rama cukup kaget melihat Papa dan Mamanya, ia pun segera menghindar. Setiap bertemu dengan kedua orang tuanya, suasana hatinya tidak pernah baik apalagi tentang masa lalunya.
"Jangan terlalu capek, ingat kandungan mu..!!" Kata Mama Arlian.
"Iya Bu, Alhamdulillah Dilan baik-baik saja." Jawab Dilan
Kening Mama Arlian berkerut, nampak menantunya itu sama sekali atau belum terbiasa dengan nya.
"Masuk ke kamar..!!" Perintah Bang Rama pada Dilan.
Dilan yang bingung menempatkan diri hanya bisa mematung. Di satu sisi Bang Rama adalah suaminya, disisi lain ada ibu mertuanya disana.
"Masuk..!!" Bentak Bang Rama.
"Jangan kasar dengan istri..!!" Kata Papa Hanggar akhirnya membuka suara.
"Kasar???? Aku kasar????? Apa kamu tidak sadar.. tanganmu membuat ibuku kesakitan, kelakuanmu membuatku ada di dunia rasa tidak pedulimu membuat ibuku hidup dalam kesendiriannya dan cintanya untukmu membunuhnya secara mengenaskan." Bentak Bang Rama.
Dilan belum sepenuhnya paham dengan apa yang terjadi namun dirinya juga tidak bisa membiarkan ayah dan anak terus berselisih paham. Dilan segera memeluk Bang Rama dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Apa sih kamu..!! Lepas..!!!!"
"Apakah marah bisa menyelesaikan masalah???? Cepat wudhu..!! Sholat, Bang..!!!" Pinta Dilan.
Entah apa yang terjadi, Bang Rama pun menurut tanpa syarat. Papa Hanggar dan Mama Arlian saling lirik karena baru kali ini putranya menurut pada seorang wanita.
.
.
.
.