Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7: Mengasah Keahlian, Menghadapi Masa Lalu
Jian duduk di dekat kolam lotus, buku kuno berisi pengetahuan kultivasi terbuka di hadapannya. Cahaya mentari pagi menerobos dedaunan, membuat halaman-halaman buku itu berkilauan lembut. Ia mencoba memahami kata-kata kuno yang tertulis di atasnya, kata-kata yang penuh dengan misteri dan kebijaksanaan. Ia berusaha untuk menguraikan rahasia kultivasi, mencoba untuk memahami makna di balik setiap kata. Ia merasakan getaran pedang sakral di pinggangnya, seolah-olah pedang itu memanggilnya untuk melangkah lebih jauh.
"Kultivasi adalah tentang menemukan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa," gumamnya, mencoba untuk mengingat kata-kata Master Agung. "Tetapi bagaimana aku bisa mencapai keseimbangan itu?"
Ia mencoba untuk mengingat pelajaran-pelajaran Master Agung tentang kultivasi. Ia mengingat tentang aliran Qi, tentang Jing, tentang Shen. Ia mengingat tentang pentingnya meditasi, tentang pentingnya mengendalikan emosi, tentang pentingnya mencari harmoni dalam setiap aspek kehidupan. Ia mencoba untuk menerapkan semua yang telah ia pelajari. Ia mencoba untuk merasakan aliran Qi di dalam tubuhnya. Ia mencoba untuk menenangkan pikirannya. Ia mencoba untuk menemukan kedamaian di dalam hatinya.
Namun, ia merasa kesulitan untuk mencapai keseimbangan itu. Ia merasa seperti sedang berenang di lautan luas tanpa peta dan kompas. Ia merasa seperti sedang berjalan di hutan belantara tanpa penunjuk jalan. Ia merasa seperti sedang mencari jarum di tumpukan jerami.
"Aku membutuhkan bimbingan," pikir Jian. "Aku membutuhkan bantuan."
Ia memutuskan untuk kembali menemui Master Agung. Ia berjalan menuju kuil, merasakan getaran pedang sakral di pinggangnya, seolah-olah pedang itu memberinya kekuatan dan keberanian. Ia memasuki kuil, menemukan Master Agung sedang duduk bersila di dekat kolam lotus.
"Master Agung," kata Jian. "Aku ingin bertanya sesuatu."
"Tanyakan saja, Jian," jawab Master Agung. "Aku siap untuk membantumu."
"Bagaimana aku bisa mencapai keseimbangan dalam kultivasi?" tanya Jian. "Aku merasa kesulitan untuk merasakan aliran Qi di dalam tubuhku. Aku merasa kesulitan untuk menenangkan pikiran. Aku merasa kesulitan untuk menemukan kedamaian di dalam hatiku."
Master Agung tersenyum. "Kultivasi adalah perjalanan yang panjang dan sulit, Jian," jawabnya. "Tidak ada jalan pintas. Kau harus bersabar, berdisiplin, dan pantang menyerah. Kau harus terus belajar dan terus berlatih."
"Tapi, bagaimana aku bisa belajar dan berlatih?" tanya Jian. "Aku merasa seperti sedang tersesat di dalam hutan belantara."
Master Agung menghela napas. "Kau harus menghadapi masa lalu, Jian," jawabnya. "Masa lalu adalah kunci untuk membuka masa depan."
"Masa lalu?" tanya Jian. "Apa maksudmu?"
Master Agung mengarahkan pandangannya ke arah Jian. "Kau harus menghadapi ketakutanmu, Jian," katanya. "Kau harus menghadapi kenangan burukmu. Kau harus menghadapi trauma masa lalumu."
"Trauma masa lalu?" tanya Jian. "Trauma apa?"
Master Agung tersenyum misterius. "Kau akan menemukannya, Jian," jawabnya. "Kau akan menemukannya saat kau siap."
Master Agung kemudian memberikan Jian sebuah gulungan kuno. "Gulungan ini berisi petunjuk tentang bagaimana kau bisa menghadapi masa lalumu," kata Master Agung. "Baca dengan seksama. Dan ingat, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada untuk membantumu."
Jian menerima gulungan kuno itu dengan hormat. Ia merasa penasaran. Ia merasa gugup. Ia merasa sedikit takut. Namun, ia juga merasa bersemangat. Ia tahu bahwa ia harus menghadapi masa lalunya. Ia tahu bahwa ia harus menemukan kebenaran. Ia tahu bahwa ia harus menemukan jati dirinya.
Jian membuka gulungan kuno itu dan mulai membaca. Ia membaca tentang masa lalunya, tentang trauma yang ia alami, tentang kenangan buruk yang ia coba lupakan. Ia membaca tentang orang tuanya, tentang desanya, tentang hidupnya. Ia membaca tentang masa lalunya, masa lalu yang telah membentuk dirinya menjadi orang yang ia sekarang.
Saat ia membaca, ia mulai merasakan emosi yang rumit. Ia merasakan kesedihan, kemarahan, ketakutan, dan penyesalan. Ia merasakan rasa sakit yang telah lama ia pendam. Ia merasakan beban yang telah lama ia pikul.
"Aku harus menghadapi masa laluku," pikir Jian. "Aku harus melepaskan rasa sakit ini."
Ia memutuskan untuk melakukan perjalanan ke desanya. Ia ingin mengunjungi orang tuanya. Ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang masa lalunya. Ia ingin menemukan kebenaran. Ia ingin menemukan jati dirinya. Ia ingin menemukan tujuannya. Ia ingin menemukan takdirnya. Ia ingin mengendalikan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Ia ingin menggunakan kekuatan itu untuk kebaikan. Ia ingin menjadi seorang pejuang yang kuat dan bijaksana.
(Bersambung ke Chapter 8)