Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Black Death.4
Siang itu cuaca cukup sejuk. Angin sepoi-sepoi bertiup dari arah timur. Menyejukkan hati setiap warga kampung Kemulan. Tawa anak kecil maupun tangisan anak kecil silih berganti terdengar. Para warga banyak yang sedang bercengkrama di teras mereka. Bersenda gurau dengan sanak keluarga. Bahkan ada yang saling baku hantam karena masalah sepele.
Tapi, itu semua akan menjadi sebuah kenangan saja. Karena mereka tidak tahu akan ada sebuah tragedi yang sangat memilukan. Jauh memilukan daripada kejadian yang ada di kampung Ba'an. Kampung mati yang ada di sebelah timur kampung Kemulan itu.
"Kyaaaa!!! Tolong!!!" suara teriakan anak kecil terdengar. Memecah keributan di siang hari itu, dan memancing siapapun yang mendengarnya.
"Hei! Suara apa itu?" tanya Mak Wati. Salah satu warga kampung Kemulan.
"Apa Mak?" tanya Mak Ngat, tetangganya. Mereka berdua barusan baku hantam karena tai ayam milik Mak Ngat berceceran di halaman depan rumah Mak Wati. "Jangan mengalihkan pembicaraan!"
"Sek Tah. Ada yang minat tolong. Masa kamu ga denger?" Mak Ngat tidak menghiraukan hantaman terakhir yang dia terima dari Mak Wati.
"Waahhh.. Tolong!!" suara anak kecil tadi kembali terdengar. Jaraknya dari kedua Emak tadi cukup jauh. Jadi suaranya hampir-hampir tidak terdengar.
"Oh, iya i. Ono seng minta tolong." kata Mak Wati. "Ayo di lihat."
Kedua Emak berusia lanjut itu pun pergi meninggalkan tempat mereka berdua berkelahi tadi. Menuju ke sumber suara minta tolong, saat mereka menuju ke Ba'an, di gerbang Ba'an sudah mulai banyak orang yang berdatangan. Tapi, tak lama kemudian ada pemandangan yang sangat mengerikan. Ada seorang pemuda membawa sebilah golok dan mulai menyerang kerumunan itu.
Satu demi satu, orang di kerumunan itu tumbang bersimpah darah. Tubuh mereka terkoyak, terpotong dan hancur oleh serangan pemuda itu. Pemuda itu adalah.....
"Astaghfirullah!!! Iku Udin!! Ya Allah. Dia kenapaa!?" Mak Wati berteriak histeris. Dia bukannya lari dari tempat itu, malah yang ada dia menghampiri Udin. "Ya Allah nak. Kamu kanapa? Istighfar......" Udin langsung menebas leher Mak Wati tanpa ragu.
Mak Ngat langsung duduk bersimpuh di tempatnya. Dan Udin pun tanpa ragu membacokkan goloknya tepat di ubun ubun nenek tua itu.
Kali ini, Udin berjalan menuju ke arah pos jaga. Di sana banyak anak kecil yang sedang bersembunyi karena ketakutan. Ada empat anak perempuan dan enam anak laki laki. Udin masuk ke pos itu, menutup pintunya, lalu. Jeritan anak-anak tadi terdengar, suaranya begitu menyayat hati. Satu persatu jeritan itu berkurang, dan sekitar tiga menit kemudian suara jeritan anak-anak kecil itu tidak terdengar lagi.
"Tolong!!! Ada orang kesurupan!! Dia membantai para warga!!" Pak Ranu berteriak kencang. Meminta pertolongan ke arah Utara. Menggedor setiap pintu rumah yang dia lewati. "Bawa senjata apa saja!! Dia berbahaya!!"
"Senjata? Ada apa sih?" tanya salah satu warga.
"Udin, anak angkatnya nya Pak Bejo, dia kalap!! Dia membunuh orang orang kampung Kemulan!! Cepetan!! Dia.... Waaahhhh." Pak Ranu ternyata di serang oleh Udin. Beruntungnya dia berhasil menghindar, tapi naasnya orang yang dia ajak bicara tadi tidak sempat menghindar dan tebasan golok Udin mengenai tubuh orang itu.
Pak Ranu kembali berlari, bergabung dengan warga yang mendengar keributan yang di ciptakan oleh Pak Ranu. Para warga itu mempersenjatai diri mereka masing-masing. Ada yang membawa golok, celurit, pentungan, sapu lidi, bahkan ada yang membawa pedang katana jepang.
"Din!! Kamu kenapa nak?" teriak Pak Ranu. Tapi Udin tidak menjawab pertanyaan dia. Yang ada Udin menghampiri kerumunan orang itu secara perlahan. "Din. Ada apa nak? Kalau ada masalah, lebih baik di bicarakan baik-baik, ya? Buang senjata mu nak."
"Bapak, ini buat bapakku. Bapakku memerlukan kalian." jawab Udin. Matanya yang kosong, menatap ke arah Pak Ranu. Dan, dalam sepersekian detik, Udin tiba-tiba sudah berada di tengah-tengah kerumunan orang itu dan mulai membabi buta lagi.
"Hee!!! Dia memiliki ajian lipat bumi!!" teriak salah satu dari kerumunan itu. "Hati-hati!!"
Salah satu orang tadi, berhasil menebas Udin telat di punggungnya, namun Udin tetap berdiri, dia seolah-olah tidak merasakan apa-apa. Dan menyerang orang yang membacok tubuhnya. Orang itu tewas seketika dengan luka menganga di kepalanya.
"Rawarontek!!! Kok bisa dia memiliki banyak ilmu? Dia siapa sebenarnya?" Setelah mengatakan itu, Pak Ranu kabur dan berlari ke selatan, menuju ke arah pos jaga. Dan di belakangnya, Udin membantai orang-orang tadi, Lalu mengejar Pak Ranu. Di arah pos, sudah ada lebih banyak lagi warga yang berkumpul. Dengan berbagai macam senjata di tangan mereka. Ada pula yang merekam anak-anak yang bersembunyi di pos dengan kamera handphone mereka, dan aja pula yang merekam pergerakan Udin.
Udin, bagaikan bisa berjalan menembus waktu, dia berjalan pelan, tapi tiba-tiba bisa sampai di depan kerumunan kedua. Dan tanpa peringatan, Udin langsung menyerang mereka.
Harusnya, itu adalah pertempuran yang tidak seimbang, Udin yang seorang diri melawan dua kampung sekaligus. Kampung Kemulan, dan kampung Kemulan Utara. Tapi, yang ada para penduduk kedua kampung itu malah di babat habis oleh Udin. Setelah para korbannya sudah pada gelimpangan di tanah, dia menyerang anak-anak kecil yang mengintip dari balik pintu rumah mereka. Tanpa terkecuali.
Lalu, satu jam kemudian, Udin menuju ke kali Gimun. Membakar rumahnya Pak Jatmiko yang telah di beli oleh Pak Zainal Abidin. Setelah itu, dia memanjat ke atas pohon nangka raksasa dan mengakhiri hidupnya. Dia di saksikan oleh Pak Ranu, Pak Ranu adalah ketua RT, yang tinggal tepat di sebelah rumahnya Riyono Harianto. Dia melihat dan keheranan, Udin yang memiliki ilmu Rawarontek, bisa mati karena cuma gantung diri.
Nex
"Lupakan!!" Kata-kata itu membangunkan aku dari tidurku. Oh, sial. Aku bermimpi tentang rekaman video barang bukti yang di perlihatkan orang Pak Zainal Abidin.
"Aduh!! Kepalaku." aku bergumam pelan sambil berusaha untuk bangun dari tidurku. Dan, betapa terkejutnya aku saat membuka mataku dengan sempurna. Pak Zainal Abidin sudah berdiri di ambang pintu kamarku.
"Tidurmu nyenyak, Nak?" tanya Pak Zainal Abidin. "Aku mengetuk pintu rumahmu lebih dari tiga puluh menit. Karena kawatir ada apa-apa denganmu, aku terpaksa mendobrak pintu nya. Dan Astaga. Kamu tidur pulas!!! Bikin orang kawatir saja."
"Aduh? Aku tidur seperti itu?" jawabku sambil memegangi kepalaku. Kepalaku seolah bertambah besar dan bertambah berat.
"Mimpi indah kah? Sampai sampai tidak mau bangun?"
"Boro-boro mimpi indah. Saya mimpi tentang video yang Anda tunjukkan kemarin di kantor polisi."
"Aah!!" dia tersentak kaget. "Kamu mengingat nya?"
"Begitulah. Seolah-olah aku sendiri berada di sana dan mengalami kejadian tersebut."
"Mustahil..." guman Pak Zainal Abidin.
"Kenapa?" aku bertanya karena tidak yakin dengan apa yang dia katakan.
"Ah, tidak. Bukan apa-apa. Aku kesini untuk melihat bekas rumah Pak Jatmiko. Mau ikut?"
"Maaf, sepertinya saya tidak enak badan. Kepala saya terasa mau lepas. Saya mau tidur lagi."
"Hahaha. Ada-ada saja kamu Nak. Ok, kalau begitu aku permisi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." dan aku kembali merebahkan diri ke kasur ku yang tidak nyaman.