Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 6 - KETAHUAN
Mata Anne terbelalak lalu dengan dengan cepat dia menganggukkan kepalanya bak ayam mematuk nasi.
"Anak pintar." kata Clarisse sambil menepuk kepala Anne dengan pelan yang membuat sang empu salah tingkah.
Clarisse tersenyum melihatnya, lalu dengan jahil berkata "Panggil aku Nona!"
"N..nona.." Anne tergagap lalu dengan cepat dia membiasakan dirinya dengan panggilan baru Clarisse.
Setelah mereka menjelajahi pasar, Clarisse memutuskan untuk mampir di salah satu restaurant yang sangat terkenal di Kerajaan. Walaupun ia mendapatkan protes berulang-ulang kali dari Anne, akhirnya dia berhasil juga membujuknya.
Sang mentari perlahan mulai kembali ke peraduannya membuat Clarisse memutuskan untuk segera pulang. Sebelum ada yang menyadari kepergian mereka, dia harus kembali secepat mungkin.
Clarisse menepuk perutnya yang kembung lalu tertawa kecil melihat mulut Anne yang penuh karena makanan. Sudah dia katakan untuk memakannya di istana saja, tapi Anne tetap bersikeras memakannya disini karena dia takut ketahuan oleh kepala pelayan.
"Cepatlah, kita harus bergegas ke istana sebelum menjelang sore." kata Clarisse sambil melihat langit yang mulai berwarna oranye.
"Bagwiik nona." jawab Anne sambil tetap fokus pada makanannya. Maklum saja dia belum pernah memakan makanan mewah seperti ini sebelumnya karena gajinya yang tidak cukup untuk membeli makanan di luar. Walaupun dia pelayan sang putri tetapi statusnya lebih rendah dari pelayan binatu. Ia hanya dibayar seperempat dari gajinya sendiri karena itulah dia tidak bisa memanjakan dirinya seperti ini.
Ia sudah pernah memprotes kepada kepala pelayan sebelumnya tetapi akhirnya dia di hukum. Sejak saat itu dia tidak berani mengadukannya lagi dan juga tidak ingin menceritakannya kepada sang putri. Dia kasihan melihat kehidupan sang putri yang sudah menderita dan ia juga tidak tega untuk menambah beban padanya.
Setelah beberapa jam perjalanan akhirnya mereka sampai di istana. Clarisse merapatkan tudung jubahnya lalu berjalan di belakang Anne. Kepalanya tetap tertunduk saat Anne berbicara dengan prajurit kerajaan. Entah berapa lama ini berlalu Clarisse mulai merasakan tengkuknya mati rasa karena menunduk.
"Kenapa bicaranya lama sekali?"
Clarisse mendongakkan kepalanya sedikit lalu melihat Anne yang berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Huft, syukurlah. Berarti prajurit saat ini tidak curiga kepada mereka.
"Yang mulia, saya rasa kita ketahuan." Anne berbisik kepada Clarisse sambil berusaha bersikap setenang mungkin.
"Apa?" ujar Clarisse kaget. Kenapa mereka ketahuan? Bukankah mereka sudah berhati-hati dari tadi? Lagipula tidak ada yang mempedulikan mereka, kenapa hari ini dia menjadi sorotan.
"Tuan James bilang kalau permaisuri saat ini mencari Yang mulia, karena itulah dia bertanya apakah saya melihatnya. Kita harus sampai di kamar sebelum permaisuri menemukan ada yang salah."
Clarisse menganggukkan kepalanya lalu mulai berjalan cepat mengikuti langkah Anne yang hampir berlari. Mereka bersikap setenang mungkin supaya tidak ada yang mencurigai mereka. Tak lama keduanya sampai di ruang rahasia, tempat yang biasa mereka pakai untuk menyelinap pergi. Tempat ini terhubung langsung dari belakang istana menuju ke kamar Clarisse, karena itulah mereka tidak pernah ketahuan sampai saat ini.
Terkadang mereka akan memanjat tembok istana untuk kabur, tetapi Clarisse biasanya tidak melakukannya karena terlalu beresiko menghadapi prajurit yang berpatroli di belakang istana.
"Cepat ganti pakaian Anda, Yang mulia!" Anne berkata dengan panik lalu dengan cepat mengambil gaun dan menyerahkannya kepada Clarisse.
Clarisse menganggukkan kepalanya lalu memakainya dengan cepat di bantu oleh Anne yang membantu menata rambutnya. Bertepatan dengan itu pintu juga terbuka dari luar yang membuat Clarisse langsung menegakkan tubuhnya. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu melatih tubuhnya untuk bersikap seperti layaknya seorang putri.
"Salam kepada Yang mulia permaisuri." Clarisse membungkukkan tubuhnya dengan anggun lalu memberi hormat kepada permaisuri.
Permaisuri menganggukkan kepalanya datar lalu duduk di sebuah kursi yang terletak tidak jauh dari tempat dia berada.
"Kamu dari tadi dimana?"
"Menjawab yang mulia permaisuri, saya dari tadi sedng berjalan-jalan di belakang taman istana." Clarisse tetap menundukkan kepalanya dan menjawab dengan tenang.
Fiona tertawa kecil, dan berkata dengan nada mengejek, "Benarkah itu?"
"Tentu saja Yang mulia." jawab Clarisse mantap, walaupun dadanya bergemuruh saat ini.
"Lalu kenapa pakaian pelayan anda seperti itu?"
Clarisse mengikuti pandangan permaisuri dan melihat Anne yang masih memakai baju tadi. Sial, kenapa dia tidak memperhatikannya sebelumnya? Apa yang dikerjakan pelayan tentu saja tidak luput dari perintah tuannya, permaisuri pasti menemukan ada yang salah dengannya.
"Saya menyuruhnya untuk membantu salah satu pelayan di binatu tetapi karena pakaiannya basah semua terpaksa dia memakai pakaian pelayan lain."
Fiona mengangkat alisnya mendengar alasan Clarisse yang tidak masuk akal, "Lalu kenapa badanmu memancarkan bau busuk?"
Clarisse mengendus tubuhnya lalu mengernyitkan dahinya heran. Apa yang di maksud permaisuri kalau dirinya memancarkan bau busuk? Ini hanya bau makanan yang tertinggal di badannya saat ia berbelanja tadi.
"Apakah kamu memakan makanan rakyat jelata lagi?" tanya permaisuri sinis.
"..............."
"Tidak perlu menjawab, aku tidak heran lagi kamu akan menyukai makanan seperti itu karena ibumu berasal dari kalangan rendahan. Tentu saja kamu menyukai makanan bangsamu sendiri."
Clarisse mengepalkan tinjunya menahan untuk tidak mendaratkan pukulan di wajah berbisa permaisuri. Ini bukan saatnya. Dia terus melafalkan kalimat itu dalam hatinya berharap amarahnya bisa segera mereda. Tidak ada yang mengetahui asal usul ibunya, karena itulah semua orang di Kerajaan ini menyebut ibunya rendahan.
Bukan karena ibunya tidak mau menyebutkan keluarganya, tetapi karena dia melarikan diri dari ayahnya membuat dia terpaksa menyembunyikan identitasnya. Tidak boleh ada yang mengetahui suku Regen masih ada, karena jika tidak mereka akan di buru oleh dunia luar.
"Bukankah Yang mulia permaisuri sudah tahu, lalu kenapa anda menanyakannya kepada saya?" Clarisse tidak menyembunyikan nada sinisnya dan memandang permaisuri dengan pandangan menantang.
Fiona mendekatkan badannya dan meremas pipi Clarisse dengan kuat, "Apakah kamu baru saja menantangku?"
"Tidak, saya hanya memprotes pada anda." ujar Clarisse sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bagus..bagus.. Aku kira nyalimu sudah besar sekarang." Fiona tersenyum lebar lalu bertepuk tangan dengan gembira. Semakin lebar senyum permaisuri, semakin dia tau kalau dia sangat marah.
Psikopat ini? Clarisse merinding hanya ketika melihat senyum permaisuri. Apakah terlambat untuk menyesal sekarang? Clarisse meratap dengan hati menangisi takdirnya yang malang.
"Madeline, bawakan hadiah yang sudah ku siapkan untuk sang putri!" Fiona memandang Clarisse dengan senyum manis yang membuat bulu kuduk Clarisse berdiri. Ia melangkah mundur mencoba menjauhkan pandangan permaisuri terhadapnya.
Hadiah itu.. pasti tidak baik.
Semenjak kapan ular ini ingin memberinya hadiah? Pasti itu hal yang digunakan untuk menyiksanya.