Kelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia 7 tahun. Mendengar kabar itu, pemerintah INTI langsung turun tangan dan mengirimkan Pasukan 13 untuk membawanya ke Negeri Nitmedden. Namun Raja Charles menitahkan untuk tidak membawa Gara dan menjamin akan keselamatan bangsa Supernatural. Gara mengasingkan diri ke Akademi Negeri Danveurn di wilayah Astbourne untuk memulai pencarian jati dirinya.
Akankah Gara mendapatkan jati dirinya? Bagaimana kehidupan asramanya di Akademi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cutdiann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER O7: NEW STUDENTS ORIENTATION.
Setelah berjalan lurus kami tiba di sebuah perempatan. Kemudian kami belok ke kiri seperti kelompok Angel dan Demon. Di depan sana ada sebuah jembatan yang menghubungkan ke bangunan lain. Tidak sepenuhnya jembatan, ini seakan lorong yang sama namun dinding-dindingnya terbuka bebas.
"Benar-benar terpisah?" Selena terkejut.
"Iya, memang begitu."
Aku melihat ke bawah sana dari pembatas jembatan, ini sama saja seperti jembatan di depan tadi. Aku tak akan bisa membayangkan bagaimana tiba-tiba jembatan ini runtuh ke dasar sungai dengan arus mematikan di bawah sana.
Kami tiba di bangungan yang berbeda, lorong kosong ini menuntun kami ke sebuah ruangan yang sangat besar. ruangan ini terdiri dari dua buah perapian yang ada di sisi kanan dan kiri, meja-meja dan sofa, ataupun lemari-lemari berisi piagam-piagam penghargaan.
"Ini ruang tengah, ruang tempat untuk berkumpul, bersantai, seperti selayaknya keluarga" kata Declan.
Kami masuk dan menjelajahi mata kami untuk melihat ruangan yang luar biasa ini.
"Keren!" Pekik Jack.
"Dan di mana kamar kami?" Tanya Ardan.
"Asrama Lycanthrope ada di lantai ke tujuh."
Kami terkejut serentak, "Huh?!!"
Siapa yang menyangka akan menghabiskan tujuh tahun di sini dengan kamar di lantai tujuh? Ini akan sangat melelahkan, kurasa?
"Kenapa tidak bangsa Fairy atau Angel saja yang menempati lantai tujuh? Mereka 'kan bisa terbang" protes Edward.
"Kau pikir aku juga tidak bertanya seperti itu ketika aku pertama kali menginjak tempat ini?" Balas Declan.
Declan mengarahkan kami ke tengah-tengah, dan mengisyaratkan kami duduk di sofa atau berdiri untuk mendengarkan. Seluruh kelompok telah berkumpul dan majulah yang ku rasa para ketua asrama.
"Selamat datang di Akademi Negeri Danveurn. Aku tau kalian cukup lelah karena perjalanan yang panjang untuk ke tempat ini. Tapi, sebelum kalian beristirahat, aku mau menjelaskan aturan-aturan yang harus kalian patuhi di sini" kata Declan.
Aku menyantaikan tubuhku dan tetap berdiri, sampai Dylan ternyata mendekatiku, "Ku rasa ini akan menyenangkan?"
"Aku berharap begitu" responku.
"Sebelum itu, perkenalkan aku kepala asrama Bangsa Lycanthrope, Declan Cole. Bangsa Vampire, Imber Hawkslane. Wizard, Laurell Flaire. Fairy, Monroe Bellamy. Mermaid, Riley Eugene. Angel dan Demon, Odellia Verleight dan Rheatt Arcelle" ucap Declan memperkenalkan ketua-ketua asrama.
"Aturan-aturan yang harus kalian patuhi adalah, kalian harus mendengarkan arahan-arahan yang diberikan. Kalian dilarang untuk keluar dari area Akademi dan menjelajahi lembah di luar izin. Kalian tidak boleh keluar dari asrama saat jam sepuluh malam. Kalian tidak boleh saling menyakiti, kecuali di luar Akademi. Bagi siapa yang ketahuan menyelinap keluar atau saling menyerang dengan segala alasan, kalian akan dihukum seberat-beratnya atau konsekuensi terbesarnya adalah, dikeluarkan dari Akademi" jelas Declan.
"Aku tidak mau mendengar ada yang bermasalah, jika kalian punya urusan pribadi, silahkan selesaikan itu di luar" tegas ketua asrama Bangsa Demon, Rheatt.
Kami serentak menjawab, "Baik."
"Sekarang, kalian ganti pakaian dan kita akan melakukan orientasi. Temui kami di lorong persimpangan" ucap Imber si ketua asrama Bangsa Vampire.
Ketua asrama Bangsa Fairy pun tersenyum, "Yasudah, bubar dan menuju kamar kalian masing-masing. Tangga kiri untuk kamar perempuan dan yang kanan untuk kamar laki-laki. Silakan, silahkan..."
Aku menatap Dylan sesaat, "Mereka membawa koper-koper kita?"
"Ada Bangsa Wizard di sini, mereka pasti yang melakukannya, kurasa?"
"Ya, mungkin saja."
Aku dan Dylan harus berpisah ketika dia sampai di ruangannya. Aku kembali naik tangga bersama kawananku ke ruangan di mana kamar kami berada. Ternyata seperti dugaanku.
"Kamarnya gabung dengan kakak kelas?" Tanya Chlea si Beta.
"Ya, memang sedikit aneh karna hanya deretan tujuh pintu di sekeliling lantai tujuh ini. Ayo ke kamar kita" ajakkku sambil berjalan.
Jack dan Ardan menepi untuk melihat ke bawah, "Aku rasa aku akan muntah" kata Ardan ketika sadar akan ketinggiannya.
"Jauhi balkon itu" aku langsung menarik Ardan. Dia benar-benar gila.
Setelah kubaca tulisan-tulisan di masing-masing pintu, aku yakini kamar kami berada di paling ujung sana. Kami berjalan di lorong besar yang cukup diramaikan oleh orang-orang. Benar saja, di ujung sana ada sebuah pintu yang bertulisan nama-nama kami.
Ketika kami buka, kami disuguhkan pemandangan yang indah. Aku tau ini pasti campur tangan sihir dari Bangsa Wizard atau Fairy. Karena seharusnya ruangan ini tidak begitu besar.
"Besar sekali!" Pekik Jack dan Ardan bersamaan. Mereka langsung berlari masuk untuk melihat lebih dalam.
"Hutan di dalam kamar? Mereka buruk dalam dekorasi" kata Edward.
Aku tidak pernah melihat sihir dalam hidupku, mungkin. Namun, ini sungguh luar biasa. Aku bisa merasakan cahaya matahari yang tembus di antara dedaunan itu, atau suara serangga yang seakan-akan menjadi alunan musik untuk kami. Ku rasa, ini tidak seburuk itu.
"Kamar kita ada di atas sana?" Tanya Chlea menunjuk ke sebuah pohon besar di depan kami.
Aku dan yang lainnya menengadah, tepat di atas sana ada kasur-kasur kami, lemari, meja dan peralatan lain, seakan pohon itu adalah rumah pohon.
"Ini sungguh menyenangkan, aku mau kamar yang paling atas!!" Jack duluan lari dan memanjat tangga yang tergantung oleh tali untuk naik ke atas sana.
"Ahh kau curang!!" Begitu pula Ardan yang tidak mau kalah.
"Ku rasa, tujuh tahun di sini tidak masalah?" Chlea melihatku.
"Aku harap begitu. Ngomong-ngomong, di mana kau berasal?" Tanyaku sambil mendahulukan Edward untuk naik ke atas.
"Aku dari Armagh, tidak jauh dari sini" lalu Chlea naik dan setelahnya aku.
"Armagh? Wilayah yang indah" pujiku.
"Wilayah itu sering kedatangan turis, aku penasaran, apa kau pernah ke Armagh?" Tanyanya.
"Aku tidak pernah mengenali Negeriku sendiri. Aku tidak semudah itu untuk keluar, bahkan mungkin untuk melihat bulan saja hanya melalui jendela kamarku" jelasku.
Lalu kami sampai di atas dan Chlea berbicara lagi, "Jadi begitu kehidupan seorang Pangeran Kerajaan?"
"Bagi mereka yang bernasib baik, mungkin bahkan mereka lupa apa rasanya terkurung di dalam rumah dan tidak melakukan apa-apa. Aku hanya berharap aku sedikit beruntung, dan Akademi ini menjadi pilihanku."
Kasurku dan Chlea ternyata ada dibagian yang sama, sangat kebetulan sekali. Aku langsung membuka lemari di samping kasurku dan cukup terkejut melihat isi barang-barang bawaanku tertata di dalam sana. Dengan segera aku langsung membuka pakaianku untuk menggantinya dengan seragam yang diberikan.
"Jadi tujuanmu memilih Akademi untuk bisa keluar dari Kerajaan?" Tanyanya melanjutkan.
"Bukankah kau mengenaliku?"
"Sebagai seorang Pangeran dari Kerajaan Angkara?"
"Sebagai seseorang dengan takdir yang buruk."
Aku selesai dengan pakaianku, kemeja putih, dasi dan jas serta celana panjang dengan warna cream bercampur coklat, putih hingga hitam. Aku memgambil degger yang ku simpan dan menaruhnya di pinggangku. Aku hanya tidak mau lepas dengan benda ini.
"Takdir buruk yang bagaimana, semua terlihat normal di mataku" kata Chlea yang membuatku diam.
Tapi aku bersuara, "Aku meragukan diriku."
Chlea jalan dan menepuk bahuku, "Kalau kau ragu, maka kau tidak akan menemukan jawaban yang kau cari."
Aku terdiam sesaat lalu tersenyum melihat Chlea. Dia benar-benar menunjukkan bahwa dia adalah seorang Beta.
Setelah kami berganti baju, aku turun bersama-sama dengan yang lain untuk menuju lorong persimpangan tadi. Kami bersama Declan, sesuai kelompok masing-masing terlebih dahulu pergi lalu disusul oleh kelompok yang lain.
Declan menuntun kami untuk ke arah sebaliknya dari asrama murid. Di ujung lorong ini ada pintu yang terbuka. Ketika kami keluar, kami melihat perkebunan yang sangat luas. Ada rumah kaca yang isinya berbagai tanaman, adapula yang di tanah terbuka. Kami jalan mengelilingi kebun besar ini di koridor.
"Semua jenis tanaman ada di sini. Herbal ataupun sebagai konsumsi" jelas Declan sambil menunjukkan bagian-bagian yang di maksud.
Banyak para murid yang sedang sibuk di sini, beberapa dari mereka bahkan mengepakkan sayapnya untuk terbang ke atas pohon-pohon besar di kebun ini. Mereka mengambil buah-buah berbentuk bulat yang besar berwarna merah, atau memetik bunga-bunga putih di atas sana.
"Apa yang mereka petik?" Tanyaku.
"Buah dan bunga, itu akan diolah menjadi obat herbal" jelas Declan.
Kami mengelilingi kebun itu beberapa saat untuk melihat-lihat berbagai tanaman yang belum pernah ku kenali. Setelah dari sana, kami kembali ke tempat semua, ke perempatan tadi.
"Bangunan kedua ini hanya terdiri tiga lantai. Di kantai pertama, tentu saja kalian bisa melihat banyak ruangan yang di gunakan sebagai laboratorium biologi dan kimia karna letaknya yang berdekatan dengan kebun. Namun di sebelah kiri yang dekat dengan jembatan, adalah ruang peracikan obat-obatan dan ramuan herbal." ucap ketua asrama kami itu.
Akhinya kami berjalan lurus dan menemukan dua ruangan setelah laboratorium dan ruang peracikan.
"Ini adalah ruang peralatan olahraga, ada banyak alat-alat yang di simpan. Kalian bisa memakainya ketika pelajaran fisik, itu semua tergantung guru kalian nanti. Lalu di sebelas sini adalah gudang senjata, hanya orang yang mendapatkan izin saja boleh ke dalam sana."
Aku mengintip untuk melihat berbagai senjata yang digantungkan di dinding. Mereka ounya banyak senjata yang mungkin bisa digunakan dalam sekali perang.
Setekah dari sini kami berjalan dan berakhir dengan sebuah lorong terbuka. Dengan jelas aku bisa melihat cahaya terang di sana.
"Sebelum ke sana, aku mau mengatakan kalau di lantai dua hanyalah bagian medis Akademi. Di sanalah rumah sakit untuk semua orang di sini. Dan, di lantai tiga itu tidak perlu kalian ketahui" kata Declan membuatku penasaran.
"Kau takkan memberitau?" Tanyaku.
"Itu bukan apa-apa, hanya sebuah ruangan besar yang tak pernah dikunjungi oleh satupun murid di sini. Kami tidak pernah tau apa isinya, yang jelas ada rumor mengatakan kalau tempat itu... horror."
"H-horror..." takut Chlea.
"Ya, horror. Kadang jika kau punya kesempatan di malam hari, kau bisa mendengar suara langkah kaki atau bahkan seperti ada banyak orang yang sedang berlari di dalamnya. Padahal lantai itu tak pernah di buka."
"Maksudnya, lantai tiga itu di kunci?" Kali ini Edward yang bersuara.
"Kau benar sekali, jadi tidak ada gunanya kita ke sana."
Hal itu membuatku benar-benar penasaran. Tapi, kalau ruangan itu di kunci, satu-satunya jalan adalah mencari kunci itu.
"Dan di depan sana adalah lapangan tanding" ucap Declan sambil berjalan ke lorong terbuka itu. Kami mengikutinya dari belakang.
Lalu, kami tiba di sebuah lapangan terbuka yang di keliling oleh kursi penonton. Dengan hamparan rumput hijau berukuran sama, membuat area tanding ini menjadi begitu menarik.
"Area ini bisa digunakan kapan saja. Latihan, ujian, ataupun pertandingan. Hanya di area ini kalian boleh saling melukai satu sama lain. Itulah kenapa tempat ini di juluki dengan 'Wadah Dendam', karna hanya dengan tempat ini kalian bisa menyelesaikan urusan kalian masing-masing" jelas Declan membuatku puas.
Aku benar-benar tak sabar memulai hari di tempat ini.
...To Be Continue...