NovelToon NovelToon
Luka Dan Cinta

Luka Dan Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Selina Navy

Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.

Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.

Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.

Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.

Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?

Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ricardo.. Aku Ingin Pulang

Suasana pagi itu di ruangan Ricardo terasa sunyi, hanya terdengar suara lembut dari sinar matahari yang mengintip melalui celah jendela, menerangi ruangan dengan lembut. Udara masih segar, menyelip masuk melalui ventilasi di atas pintu, menghadirkan aroma baru di antara debu-debu kota.

Ricardo duduk dengan tenang di sudut meja makan kayu yang sederhana namun terawat. Di meja itu, dua piring penuh dengan sarapan khas Meksiko tersaji huevos rancheros dengan salsa segar, kacang hitam yang harum, dan roti tortilla yang hangat. Meski sederhana, sarapan ini tampak penuh perhatian.

Adira perlahan terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sedikit berat, dan dia masih menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk ke dalam ruangan. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menyadari pemandangan di hadapannya.

Ricardo duduk diam, tatapannya kosong, tetapi tangannya tampak siap menggenggam cangkir kopi yang mengepul.

Dengan langkah perlahan, Adira mendekati meja itu. Kursi di samping Ricardo adalah satu-satunya yang tersisa, tanpa kata, dia menarik kursi itu dan duduk. Tak ada suara yang memecah keheningan, hanya bunyi gesekan kursi di lantai.

Meski ada makanan di depannya, Adira tidak merasa ingin makan. Tubuhnya terlalu letih, pikirannya sibuk memikirkan banyak hal. Hanya duduk di sana, dalam keheningan pagi bersama Ricardo, sudah cukup membuatnya berpikir keras.

Akhirnya, dengan keberanian yang entah dari mana, Adira memecah keheningan.

"Ricardo," suara Adira akhirnya pecah dari bibirnya, pelan namun terdengar tegas.

Ricardo menoleh, tatapannya tetap dingin, tetapi ada sedikit rasa penasaran di matanya.

"Aku... aku ingin pulang," Adira mengungkapkan perasaannya, sambil menghindari tatapan langsung Ricardo.

Ricardo tak segera menjawab. Dia hanya mendiamkannya beberapa saat, matanya memperhatikan setiap gerak-gerik Adira, seolah mencoba mencari alasan di balik permintaan itu. Setelah beberapa detik yang terasa lama, dia hanya mengangguk pelan.

“Tentu, Tapi tidak sekarang " katanya singkat, suaranya tenang namun dalam, menunjukkan bahwa meskipun kata-katanya sedikit, dia telah mengerti perasaan Adira yang menunjukkan keinginan tulus untuk kembali ke kehidupan yang dia kenal.

"kenapa begitu? "tanya Adira

“Kau tidak bisa pergi begitu saja,” jawabnya dengan suara yang rendah, berusaha menjaga nada tenang meskipun di dalamnya bergejolak.

“Kenapa tidak?” Adira balas bertanya, matanya bersinar dengan tekad. “Aku tidak seharusnya berada di sini. Ini bukan tempatku.”

Ricardo menghela napas, merasakan berat tanggung jawab di pundaknya.

“Kondisi di luar belum aman. Aku perlu memastikan bahwa kau terlindungi terlebih dahulu.”

“Lindungi aku?” Adira menatapnya skeptis.

“Tapi aku terjebak di sini, Ricardo. Aku hanya ingin pulang ke keluargaku.”

Melihat keinginan dan kekhawatiran di wajah Adira, Ricardo merasakan hati kecilnya tergerak.

Dia tahu, pada suatu saat, dia harus memberikan jawaban yang lebih baik dari sekadar alasan, tetapi untuk saat ini, semua yang bisa dia lakukan adalah menjelaskan keadaan yang tidak dapat dihindari.

Ricardo memandangi Adira yang masih duduk di kursi di sebelahnya.

Sesaat, dia tampak ragu untuk berbicara, tetapi tatapan tajamnya tetap terarah pada wanita itu. Setelah beberapa detik, akhirnya Ricardo memecah keheningan.

"Siapa namamu?" tanyanya dengan suara rendah namun tegas, matanya masih tak lepas dari wajah Adira yang tertunduk.

Adira mendongak perlahan, agak terkejut oleh pertanyaan itu. Ada ketegangan yang tergantung di udara, tetapi akhirnya dia menjawab pelan "Adira."

"Adira..” dia mengulangi, mencatat nama itu dalam ingatannya. Namun, segera setelah itu, Ricardo melanjutkan dengan nada yang lebih tegas.

"Kau sudah mendapatkan julukan," lanjutnya, nada suaranya semakin dalam.

"Wanita Ricardo." Dia menyebutkan kalimat itu dengan nada yang begitu dingin namun penuh makna.

"Itu artinya, kau sekarang adalah kartu as yang bisa digunakan musuh untuk menjatuhkanku. Mereka akan mencarimu. Jadi, meskipun kau ingin pulang... itu tidak akan semudah yang kau bayangkan."

Adira menelan ludah, menyadari bahwa situasinya ternyata lebih rumit daripada yang ia kira.

Kata-kata Ricardo menggema di ruangan, dan Adira merasakan ketegangan yang baru. “Maksudmu, aku berbahaya bagi diriku sendiri?” tanyanya, merasa terbebani oleh tanggung jawab yang tidak dia inginkan.

“Ya. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.” jawab Ricardo

Adira merasa hatinya bergetar mendengar penjelasan itu. Dalam pikiran dan perasaannya, ada kombinasi antara keinginan untuk bebas dan kesadaran akan kenyataan yang dihadapi.

Dia menyadari bahwa meskipun dia ingin kembali, ada risiko besar yang mengintai jika dia melakukannya.

Ricardo menatap Adira dengan intensitas yang dalam, melihat bagaimana syok membayangi wajahnya setelah mendengar pernyataannya tentang situasi yang rumit.

Dalam keheningan yang canggung itu, Ricardo berkata pelan,

“Kau harus sarapan, Adira.”

Namun, Adira hanya menggeleng pelan, tanpa kata, matanya masih penuh kebingungan dan ketakutan. Dia belum bisa menerima kenyataan bahwa sekarang dirinya terperangkap dalam dunia yang tak pernah dia bayangkan.

Ricardo menghela napas panjang, memalingkan pandangannya sesaat. Dia bisa merasakan hatinya hancur perlahan mendengar keinginan Adira untuk pulang.

Ada perasaan perih yang tak dapat diungkapkannya; keinginan untuk menjaga wanita ini di sisinya begitu kuat. Lima tahun lamanya bayangan Adira tak pernah lepas dari pikirannya, bahkan dalam kegelapan malam yang paling sunyi, ingatannya selalu kembali pada gadis yang telah menyelamatkannya di jalanan New York.

Dia ingin mengungkapkan perasaan rindunya, mengakui bahwa sejak hari itu, wajah Adira selalu ada di benaknya—perasaan yang tak pernah dia sangka akan datang lagi setelah sekian lama terpendam.

Namun, Ricardo tahu, menjelaskan perasaannya pada Adira sekarang hanya akan membuatnya semakin terkejut, mungkin malah lebih menakutkan.

Takdir hidup Adira sudah cukup aneh tanpa dia harus menambah beban dengan mengungkapkan kerinduannya yang begitu dalam.

Dalam diam, Ricardo menahan keinginannya. Dia tetap duduk di sana, menatap Adira, berharap suatu saat dia bisa menemukan cara yang tepat untuk menyampaikan kebenaran tanpa membuat gadis itu merasa semakin terkekang.

Adira, yang mulai sadar bahwa Ricardo terus menatapnya, perlahan mengangkat kepalanya dan balas menatapnya.

Mata mereka bertemu. Tatapan Ricardo begitu tajam, penuh dengan intensitas, namun ada kehangatan yang tersembunyi di baliknya.

Mata birunya tidak bisa berbohong, meskipun wajahnya tetap tenang dan tanpa ekspresi. Dia merasa sedikit gugup, sesuatu yang jarang dia rasakan, namun tetap berusaha menjaga sikap dinginnya.

Ricardo mencoba mengalihkan fokusnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia meraih sepotong roti tortilla dari piring di hadapannya. Dengan gerakan lembut tapi tegas, dia menyuapi Adira.

Tidak ada kata-kata, hanya keheningan yang aneh antara mereka. Meski kaku, gestur itu menunjukkan bahwa Ricardo tidak hanya sekadar berusaha memberi makan Adira, tapi juga ingin memastikan bahwa dia merasa diperhatikan dan dilindungi.

Adira, yang terkejut dengan tindakan itu, tidak menolak. Meski bingung, dia menerima suapan itu. Dalam momen singkat tersebut, meski tanpa kata, ada sesuatu yang berubah di antara mereka.

Seolah, di balik semua misteri dan ketakutan yang melingkupi, ada koneksi yang perlahan terbentuk di antara dua jiwa yang sama-sama terjebak dalam nasib tak terduga ini.

......................

Setelah sarapan selesai, pintu ruangan terbuka tanpa suara. Seperti biasa, pelayan yang bertugas membersihkan meja makan masuk dengan cekatan, mengangkat piring dan peralatan makan tanpa perlu dipanggil. Adira hanya menunduk, merasa canggung di tengah situasi ini. Di belakang pelayan, sosok besar Heriberto, ajudan setia Ricardo, melangkah masuk dengan langkah berat namun tenang.

"Ricardo," Heriberto berkata dengan nada rendah namun serius,

"Atasan menghubungi. Kau harus menemui mereka sekarang juga."

Ricardo, yang sedang berdiri di dekat meja, mencoba tetap tenang meski ada ketegangan yang jelas di matanya. Dia menyadari betul pentingnya panggilan itu, tapi tak ingin meninggalkan Adira sendirian terlalu lama.

Dengan sorot matanya yang tenang, Ricardo menatap Heriberto sejenak, lalu berkata, "Siapkan mobil."

Heriberto mengangguk tanpa bicara lagi, lalu keluar dari ruangan untuk menjalankan perintah Ricardo.

Adira, yang mendengar percakapan singkat itu, merasakan hawa berat di udara. Sesuatu yang besar sedang terjadi, tapi dia tak tahu apa, dan itu menambah kebingungannya.

Ricardo tetap berdiri di tempatnya sejenak, menenangkan pikirannya, sebelum dia berbalik menghadap Adira.

"Aku akan pergi sebentar," katanya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. "Kau aman di sini."

Meski tidak ada penjelasan lebih lanjut, nada suara Ricardo mencoba meyakinkan Adira bahwa meski dia pergi, segalanya akan tetap terkendali. Namun, ada sesuatu di matanya yang menunjukkan bahwa tugas yang menantinya tidaklah mudah.

1
gak tau si
ada g ya yg kek ricardo d luar sana/Doge/
Zia Shavina: adaa ,pacarr kuuu /Tongue//Casual/
total 1 replies
Zia Shavina
dari alur cerita nya kita dibawa kenal ke pribadi masih2 tokoh utama dlu,so far romantisnya blm ada sii ,tapi blm tau keknya ricardo tipe yg bucin bget gak sii /Scream//Scream/
Zia Shavina
ricardooooooo
Zia Shavina
semangaatttt thhorrrr
Selina Navy: terimakasii🙏
total 1 replies
gak tau si
so sweet... 😍
gak tau si
sad bnget... /Sob//Sob/
gak tau si
kurang i thor sendiri nya
gak tau si
Penasaran jumpa dimana, tapi kok jd sad/Scowl/
gak tau si
romantis nya tipis-tipis/Smile/
gemezz/Angry/
Zia Shavina
lanjuttttt thorrrrr
Zia Shavina
tolongh thorr selamatkan adira/Sob//Sob/
Selina Navy: wahh.. terimakasih banyak Zia atas dukungannya..
tetap setia baca Luka dan Cinta ya..
Semoga suka..
total 1 replies
Zia Shavina
kasiann adiraa hidup seperti itu
Zia Shavina
lanjuttt terus thorr
Zia Shavina
hayo ricardo jangan di tinggil adira nyaaa
Zia Shavina
lanjutkan thorr..
gak tau si
semangat author..
update teruss..
gak tau si
suka sama adegan yang punya romantis tipis2 gini..
gak tau si
semangat author..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!