Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Devan Benar-benar Frustasi.
"Kenapa Ibu harus mengatakan itu kepada Trisya," ucap Devan dengan kesal yang kembali menelpon ibunya yang sudah berada di luar di tengah-tengah banyaknya papan bunga yang berbaris dengan jumlah yang pasti tidak terhitung.
"Devan, Astri mengatakan sudah mentransfer uang untuk memesan papan bunga yang akan dikirimkan ke rumah mertua kamu. Ibu hanya ingin memastikan saja jika papan bunga itu sudah sampai agar tidak terjadi penipuan. Bukankah zaman sekarang sangat marak sekali penipuan dan apalagi orang-orang Jakarta. Jadi apa yang salah dengan semua yang ibu lakukan hanya demi kebaikan," sahut Ibu Devan yang memberikan penjelasan panjang lebar.
"Tapi dengan Ibu mengatakan seperti itu kepada Trisya. Dia berpikiran jika papan bunga saja harus diketahui semua orang kalau ibu ada mengirim. Ibu cukup mengatakan saja kepadaku dan aku akan mencarinya untuk memotonya. Tidak perlu harus berkoar-koar pada Trisya. Dia pasti akan sangat dongkol sekali melihat Ibu harus memamerkan masalah papan bunga," jawab Devan.
"Ibu sama sekali tidak bermaksud apa-apa dan benar-benar hanya menghindari penipuan saja. Papan bunga yang hanya diletakkan beberapa jam itu dan dipajang mahal sekali. Kamu sampai marah-marah seperti itu kepada Ibu," kesal Ibu.
"Aku tidak bermaksud untuk marah. Hanya saja situasinya sangat tidak memungkinkan. Bu, kita sudah mengetahui bahwa Trisya itu anak orang kaya dan mungkin harga papan bunga yang Ibu berikan seharga dengan makanan kucingnya untuk sekali makan saja. Jadi jangan begini lagi yang ada Trisya tidak akan nyaman dan bisa-bisa akan menertawakan kita," ucap Devan mengingatkan.
"Iya-iya. Ibu minta maaf. Ya. Sudah kamu buruan kirim fotonya. Agar Ibu tenang dan tidak ada penipuan dalam hal itu. Kamu tidak usah marah-marah terus, nanti kamu cepat tua!" ucap Ibu.
"Baiklah!" sahut Devan yang langsung mematikan telepon tersebut dengan menelan salivanya.
"Apa yang mau dipamerkan sekarang. Ada-ada saja. Aku benar-benar malu di hadapan Trisya. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang," oceh Devan dengan kesal yang langsung mencari papan bunga yang dimaksud ibunya.
Devan benar-benar kurang kerjaan dibikin repot. Dia begitu lelah mencari papan bunga tersebut dengan satu persatu dan akhirnya menemukan juga.
Di papan bunga itu tertulis dengan jelas pengirimnya dari keluarga besar Devan. Ibu Bapak Devan kakak-kakak Devan dan adik-adik Devan.
Devan menghela nafas yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi dan haruskah ibunya menulis secara lengkap seperti itu. Mau tidak mau Devan yang langsung memoto papan bunga tersebut dan mengirimkan pada ibunya agar puas.
"Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan untung hanya Trisya yang diberitahu tentang semua ini dan tidak keluarga nya. Jika keluarganya tahu, wajahku benar-benar tidak akan tahu mau ditaruh di mana lagi," ucap Devan menghela nafas.
"Devan!" Devan kembalikan tubuh yang ternyata Bion yang telah menegurnya membuat Devan sedikit kaget.
"Apa yang kalau aku kan di sini? Kau menghitung papan bunga?" tanya Bion dengan kebingungan melihat tingkah sahabatnya itu.
"Iya. Aku menghitung sampai ujung jalan sana," jawab Devan dengan kesal.
"Hey! aku serius bertanya dan kau malah berbicara seperti itu," sahut Bion.
"Kau Diamlah Bion. Ketika kau berbicara yang ada kepalaku semakin sakit!" ucap Devan yang membuat Bion benar-benar bingung kenapa dirinya jadi disalahkan.
"Aneh! Kenapa juga sakit," gumam Bion dengan geleng-geleng kepala.
"Hey! yang meninggal itu adalah nenek mertuamu dan bukan nenekmu. Kau tidak perlu berlebihan sedih seperti itu," ucap Bion.
"Apa kamu masih bisa belum bisa diam juga?" tanya Devan yang semakin emosi.
"Apa aku sekarang tidak boleh berbicara pada sahabatku?" tanya Bion.
"Aku bilang diam dan jangan ganggu aku!" tegas Devan yang tidak ingin berkelanjutan yang ada emosinya semakin menggebu-gebu. Karena Bion dan Devan memilih untuk pergi.
*****
Perusahaan Royale.
Masa berduka di keluarga itu sudah usai dan 2 hari setelah kepergian Nenek. Trisya sudah mulai bekerja seperti biasanya. Dia dan Devan yang sama-sama keluar dari mobil yang dibukakan oleh penjaga yang ada di sana.
Pasangan suami istri itu berjalan yang berpapasan dengan karyawan yang menundukkan kepala. Trisya berjalan sembari fokus melihat ponselnya. Jadi Devan yang membalas sapaan para karyawan yang menyapa Devan dan Trisya.
"Trisya!" tegur Devan.
"Kenapa?" tanya Trisya tanpa menoleh ke Devan.
"Jika kamu berjalan terus melihat ponsel seperti itu yang ada kamu bisa tertabrak sesuatu dan lagi pula orang-orang sedang menyapamu. Apa kamu tidak ingin menyapa mereka. Kamu bisa dinilai sangat sombong," ucap Devan mengingatkan.
Trisya menghela nafas yang menghentikan langkahnya dan menghadap suaminya.
"Aku akan mensortir karyawan di Perusahaan ini," ucap Trisya yang tiba-tiba memberikan pernyataan.
"Apa maksud kamu?" tanya Devan Devan dahi mengkerut.
"Aku merasa Perusahaan ini sudah disalahgunakan oleh para karyawan. Kebanyakan dari mereka terlalu sibuk mengurus kehidupan orang lain, mendikte orang lain, suka mengkritik penampilan orang lain, dan termasuk mengkritik diriku. Aku hanya membutuhkan karyawan yang kompeten yang memang berhubungan dengan Perusahaan yang melihat kerja keras mereka. Karyawan yang suka mengurus kehidupan orang lain dan lebih baik dari tempatkan di rumahnya saja dan bergosip dengan tetangganya," ucap Trisya dengan tegas.
"Apa kamu ingin balas dendam?" tanya Devan.
"Maksud kamu?" Trisya bertanya kembali.
"Saat kamu menjadi karyawan beberapa karyawan tidak menyukai mu dan juga menjauhimu. Apa kamu akan memecat orang-orang seperti itu?" tanya Devan.
"Kita lihat saja. Apakah pekerjaan dia lebih besar atau justru dia juga tidak bisa melakukan pekerjaan apa-apa dan hanya lebih besar untuk mengkritik orang lain. Jadi aku benar-benar akan mensortir seluruhnya, bukan hanya karyawan dan termasuk petinggi-petinggi di Perusahaan!" tegas Trisya yang langsung pergi dari hadapan Devan.
"Apa aku juga akan termasuk. Aku mungkin akan menjadi list Trisya, mengingat aku pasti sangat menyebalkan waktu itu. Tapi aku suaminya. Apa dia juga sanggup melakukan itu," batin Devan yang kesulitan menelan ludah. Dia juga ikut sport jantung kita sampai istrinya menurunkan jabatannya.
Trisya mengumpulkan seluruh karyawan di Perusahaan itu. Para karyawan berdiri berbaris rapi seperti militer dengan kepala tertunduk. Trisya sejak tadi memanggil nama karyawan yang ingin dipindahkan dan juga ada yang dipecat. Karena menurut Trisya mereka semua tidak punya kemampuan yang layak dipertahankan di Perusahaan.
Orang-orang yang sebelumnya memerintahkan Trisya dan sering julid pada Trisya juga dipindahkan dengan posisi paling terbawah. Tidak ada yang bisa membantah karena sekarang Trisya sudah menjadi CEO dan jika ada yang keberatan, maka dipersilahkan untuk keluar dari Perusahaan itu. Tetapi tidak ada yang berani sama sekali membantah semua yang dikatakan Trista.
Devan yang berdiri di depan pintu ruangan dan hanya melihat dan mendengarkan semua perkataan istrinya. Devan sebenarnya deg-degan mendengar namanya apakah mendapatkan masalah atau tidak dan ternyata memang tidak. Mungkin selain kerja Devan yang benar-benar bagus, saya juga adalah suami yang mana Trisya tidak mungkin melakukan hal itu.
Devan turut simpatik dengan karyawan yang di otak-atik Trisya. Dia sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa dan semua itu berdasarkan keinginan dan Trisya memiliki wewenang seperti itu.
Bersambung
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi