Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Sulit Dipercaya
Kakiku terus menyusuri jalan setapak. Tanahnya kering dengan lapisan kelopak bunga persik yang berguguran. Jalan ini serasa tidak asing bagiku. Jika aku tidak salah menebak saat ini aku berada di tengah-tengah kebun buah persik.
Untuk sesaat aku terlena dengan indahnya pemandangan ini hingga suara seseorang membuyarkan lamunanku, "Xiao Jiu!"
Aku tidak menggubris panggilannya. Tentu saja karena yang dipanggil bukan namaku. Aku tetap melangkah tapi panggilan itu terus menggema. Sampai-sampai aku kesal dibuatnya. Kesal karena orang yang bernama Feng Jiu itu tidak menanggapi si pemanggil.
Aku menghela napas panjang sebelum menoleh ke pemilik suara yang terus memanggil. Aku mengutuk dalam hati sudah tahu orang yang dipanggil tidak peduli kenapa terus dipanggil. Jadilah, aku kesal dengan dua orang itu, si pemanggil dan Xiao Jiu. Merusak suasana hatiku saja.
Aku berbalik bersiap untuk mencecar mereka. Tadinya ingin mengomel, aku malah terkesiap melihat sosok tampan yang berdiri tepat di belakangku. Sejak kapan pria setampan ini mengikuti ku? Aku tidak merasakan kehadirannya. Perawakannya tinggi dengan rambut pekat hitam panjang.
Kulit putihnya bak sinar rembulan. Pria itu mengenakan pakaian tertutup seperti pakaian cina kuno. Bagian dalam bajunya serba putih dengan ditutupi jubah pink muda.
"Tunggu dulu! Dari semua kesempurnaan yang dia miliki kenapa dia mengenakan jubah dengan warna lembut? Warna pink pula," ucapku dalam hati.
"Ada apa denganmu?" tanya pria itu. Dia menatapku lekat.
"Wah! Suaranya maskulin dan manis sekali," aku terpesona dengan suara pria itu.
"Xiao Jiu!" serunya sambil menepuk pundakku.
"Hah!" aku terkejut pria itu memanggilku dengan nama lain.
"Ada apa denganmu hari ini?" tanyanya penasaran lalu menyesap minuman dari mangkuk kecil di tangannya.
Aku melihat kembali pakaian pria itu, gayanya serta mangkuk kecil di tangannya. Sangat khas dengan gaya cina kuno.
"Aish! Jangan katakan kau berulah lagi hari ini hingga paman kecilmu menyuruhmu untuk menemui ku," ucapnya lagi.
Kalimatnya semakin membuatku bingung bukan main. Sejak kapan aku punya paman yang dipanggil dengan sebutan paman kecil. Bajuku! Aku langsung mengangkat lengan dan melihat bingung ke baju yang ku kenakan.
"Hah! Di mana aku?" tanyaku pada diriku sendiri yang ternyata di dengar oleh pria itu.
Pletak
"Aw!" teriakku sambil mengelus keningku yang sakit.
"Kenapa kau memukul keningku?" tanyaku tak terima.
"Kau ini habis bermain di mana? Apa kau terjatuh saat bermain hingga kepalamu terluka? Kau ini ratu Qing Qiu. Umurmu juga sudah memasuki usia menikah. Kau harus mengerti batasanmu. Coba aku periksa!"
Pria itu hendak mengulurkan tangan untuk memeriksa keningku namun langsung ku tepis. Dia menghela napas lalu menggeleng. Gayanya seperti orang tua yang sangat tua. Lalu matanya tertuju pada sesuatu yang berada di bawah kakiku.
Pria itu memungutnya lalu terkesima melihat benda panjang warna putih dengan ujung terukir. Aku yakin benda itu berbahan dasar giok dan dibuat dengan telaten. Terlihat dari banyaknya ukiran.
"Hmm, jadi kau kemari untuk mengantarkan tusuk konde ini padaku. Buatan paman kecilmu sangat bagus," pria itu kagum dengan benda di tangannya.
"Ratu Qing Qiu," aku mengulang kalimat itu di dalam hati. "Ah! Aku tahu sekarang aku berada di mana tapi masa iya aku masuk ke dunia film," aku bermonolog dalam hati.
Jika aku tidak salah tebak. Pria ini pasti dewa Zhe Yan. Dewa yang sangat menyukai paman kecil Feng Jiu. Berarti aku adalah Feng Jiu.
"Wah, bisa-bisanya aku berada di dunia film favoritku!" seruku senang.
Namun, kesenanganku langsung berganti kengerian yang baru saja kuingat. Tadi aku ke perusahaan Dave untuk mengantar makan siang. Saat membuka pintu ruangannya, aku mendapati Dave tengah berciuman dengan seorang ...
Aku tidak sanggup melanjutkan kalimat terakhir. Rasanya jantungku ingin meledak.
"Argh!" Aku teriak frustasi mendapati kenyataan itu.
Dewa Zhe Yan perlahan menghilang dari hadapanku. Pandanganku memudar membuat sosok pria tampan itu menghilang berganti cahaya putih yang cukup menyilaukan. Tubuhku terasa berat. Sangat sulit untukku menggerakkannya. Aku juga sulit membuka mata tapi aku masih bisa mendengar percakapan dua orang pria.
"Ini kesempatan bagus untukmu. Ceraikan dia!" ucap seorang pria.
Darahku berdesir mendengarnya. Siapa dia? Seenaknya saja menyuruh suamiku menceraikan ku. Andai aku tidak selemah ini pasti sudah ku semprot.
"Kau gila, Noel! Aku menyayanginya," jawab suara yang sangat ku kenal, Dave. Dia pasti Dave.
"Dia sudah melihat semuanya. Sudahlah Dave! Apa tidak cukup aku saja?" tanya pria itu yang kudengar Dave menyebutnya, Noel.
"Tidak semudah itu. Apa kau pikir keluargaku akan menerima hubungan kita?"
Sunyi. Kedua pria yang tadi beradu mulut itu diam. Mungkin keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Aku berusaha membuka mata perlahan. Tubuhku mulai normal, aku bisa menggerakkannya meski sedikit.
"Sayang, pelan-pelan!" seru Dave.
Tampak raut bimbang terlukis di wajahnya. Aku membiarkan Dave membantuku duduk. Ada rasa geli kala melihat bibir manis suamiku. Dari geli itu meningkat menjadi mual. Aku berusaha menahannya. Aku teringat kembali akan mimpiku tadi lalu menghela napas.
"Apa yang kau rasa?" tanya Dave khawatir.
Tanpa ku sadari cairan bening perlahan turun membasahi pipi. Aku menangis tanpa suara. Hatiku rasanya perih bukan main.
"Bagian mana yang sakit, sayang?" tanya Dave khawatir.
Aku menoleh menatapnya lalu berkata, "Paman kecil."
"Paman kecil?" ulang Dave bingung.
Aku lalu beralih menatap seorang pria asing. Perawakannya sangat maskulin. Pria bule itu sangat tampan dengan mata birunya. Di balik kemejanya terdapat otot-otot dada yang menggembung. Salahnya sendiri membuka dua kancing kemejanya. Bisa kubayangkan dia juga memiliki otot perut yang bentuknya seperti roti sobek.
"Zhe Yan," ucapku sambil terisak.
"Namaku Noel bukan Zhe Yan," jawabnya ketus tak terima.
Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Menangis sejadi-jadinya. Mengapa ini terjadi pada rumah tanggaku. Ku kira masalah salah sangka selingkuh kemarin sudah usai. Tak tahunya aku yang salah sangka. Suamiku berselingkuh dengan seorang pria tampan. Bukan dengan kaumku.
Aku semakin mengencangkan suara tangisku. Rasanya ingin aku muntahkan semua sakit hari, amarah, benci, dan kekesalan.
"Sebaiknya aku panggil dokter. Istrimu seperti orang gila saja," Noel berucap dengan nada mengejek.
"Gila? Enak saja dia menyebutku gila," ucapku dalam hati.
Baru selangkah pria bernama Noel itu melangkah, aku sudah bangkit dari tempat tidur dan langsung menerkamnya.
"Kau bilang aku gila! Kau yang gila!" aku teriak histeris.
Pria itu cukup kewalahan saat aku menggila. Aku menarik kemejanya hingga kancingnya terlepas semua. Tidak sampai di situ. Untung aku belum memotong kuku karena belum selesai datang bulan. Dengan sigap aku menyerang bagian dada pria itu.
"Ouch! Ouch! Dave! Bantu aku!" teriaknya.
Badannya saja yang maskulin. Begitu aku menyerangnya, dia berteriak seperti seorang gadis perawan saja.