Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdir yang di atur
Di sisi lain kota, Dafa sedang menikmati secangkir kopi di kafe kecil yang terpencil. Ia duduk sendirian di pojok ruangan, menatap layar laptopnya. Sebagai seorang dokter bedah, waktu cutinya sangat berharga, dan ia biasanya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang jarang bisa ia nikmati, seperti membaca atau menulis jurnal. Namun, pikirannya terus melayang pada berita yang dilihatnya kemarin. Tentang Luna. Entah kenapa, meski ia tidak terlalu tertarik dengan gosip selebriti, berita itu terus membayanginya. Mungkin karena kesan yang ditinggalkan Luna saat pertemuan pertama mereka. Keterusterangan dan kejujurannya. Luna tampak berbeda dari apa yang digambarkan media.
Dafa menghela napas, mencoba menghilangkan pikiran tentang Luna. Namun, rasa penasaran itu tetap ada. Tanpa sadar, ia membuka halaman pencarian dan mengetik nama Luna Amanda. Berita-berita terbaru langsung muncul, termasuk gosip tentang dirinya dengan Elvin. Dafa hanya menatap layar tanpa emosi. Ia tidak tahu seberapa banyak yang benar dari berita itu. Tapi ia sadar, dunia Luna jauh berbeda dari dunianya. Segala sesuatu di dunia selebritas tampak penuh dengan kepalsuan dan intrik. Sementara ia, lebih suka menjalani hidup dengan ketenangan dan kepastian. Mungkin, pertemuan singkat mereka hanya kebetulan yang tak perlu ia pikirkan terlalu jauh.
Tapi, tanpa ia sadari, jemarinya bergerak menuju kontak yang pernah ia simpan. Nomor Luna. Dia belum pernah menghubungi atau mengirim pesan, hanya menyimpan nomor itu sebagai formalitas. Kini, jemarinya ragu, berhenti sejenak, sebelum akhirnya ia menutup laptopnya. Mungkin memang lebih baik jika ia tetap berada di jarak aman, membiarkan pertemuan itu menjadi sebuah kenangan kecil tanpa perlu terlibat lebih jauh. Namun, jauh di lubuk hatinya, Dafa tahu bahwa ia tidak bisa mengabaikan rasa ingin tahunya tentang wanita itu. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dan meskipun ia tahu itu mungkin bukan ide yang bijaksana, Dafa merasa suatu saat ia harus bertemu Luna lagi, entah bagaimana caranya.
***
Luna duduk di sofa apartemennya, jari-jarinya mengetuk layar ponselnya dengan gelisah. Berita gosip yang tersebar di media sosial benar-benar membuatnya kesal. Setiap unggahan yang ia buka penuh dengan komentar yang menanyakan tentang hubungannya dengan Elvin. Tidak ada yang tahu betapa muaknya ia dengan semua ini, bagaimana perasaannya terjebak dalam sebuah narasi yang tidak ia inginkan. Saat Luna tengah bergelut dengan perasaannya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari ibunya muncul di layar.
“Luna, jangan lupa menghadiri kencan yang sudah Ibu atur malam ini. Dia pria yang baik dan sukses. Jangan mengecewakan, ya.”
Luna menatap pesan itu dengan perasaan campur aduk. “Yah, Ibu, kenapa terus menjodohkan aku?” gerutunya pelan. Ia tahu ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya, tapi keinginannya untuk menjodohkan Luna dengan pria-pria kaya dan berpengaruh mulai membuatnya lelah. Luna sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya sendiri, dan ia ingin jatuh cinta tanpa paksaan, tanpa skenario yang sudah ditentukan. Namun, menolak permintaan ibunya bukan hal yang mudah. Apalagi setelah insiden dengan Elvin, ibunya pasti akan semakin khawatir jika Luna tidak segera menemukan pasangan yang “layak” menurutnya. Ia mendesah berat, lalu mengetik balasan singkat.
“Baik, Bu. Aku akan datang.”
Malam yang seharusnya ia habiskan untuk menenangkan diri, sekarang harus diisi dengan kencan yang ia sendiri tidak yakin akan menghasilkan sesuatu. Ia berdiri dan berjalan menuju lemari pakaiannya. Meski enggan, ia tetap memilih gaun sederhana yang anggun, karena ia tahu, jika ia datang dengan sikap acuh tak acuh, ibunya pasti akan terus mengomel. Sementara itu, di sisi kota yang berbeda, Dafa juga sedang menikmati waktu cutinya di rumah. Ia duduk di balkon apartemennya, menikmati secangkir teh hangat sambil membaca buku. Suasananya tenang, seperti yang ia sukai. Jauh dari hiruk-pikuk rumah sakit, dari tuntutan pekerjaan yang tak ada habisnya. Namun, kedamaian itu terganggu saat ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari ibunya muncul di layar.
“Dafa, malam ini Ibu sudah mengatur kencan untukmu. Tolong datang, dia anak seorang
pengusaha terkenal. Ibu yakin kalian akan cocok.”
Dafa memijat pelipisnya. Ia benar-benar tidak suka diatur seperti ini. Apalagi dalam urusan pribadi seperti kencan. Ia sudah sering kali menolak rencana perjodohan yang dibuat ibunya, tapi sepertinya wanita itu tidak pernah menyerah. Kali ini, ia benar-benar ingin menikmati waktu sendiri, tanpa gangguan dari siapa pun.
Namun, pesan lain menyusul. “Jangan membuat Ibu kecewa lagi, Dafa. Setidaknya cobalah. Ibu hanya ingin melihatmu bahagia.”Ia menghela napas panjang. Ia bisa merasakan kekhawatiran ibunya di balik pesan itu. Meskipun terkadang ia merasa dikekang, Dafa tahu bahwa semua ini berasal dari niat baik ibunya. Setelah beberapa saat berpikir, ia akhirnya memutuskan untuk menurut kali ini. “Baiklah, Bu. Aku akan datang,” balasnya singkat. Dafa beranjak dari tempat duduknya dan mulai bersiap. Ia memilih pakaian kasual tapi rapi, tidak terlalu formal tapi cukup untuk menunjukkan bahwa ia menghargai upaya ibunya. Meski hatinya tidak sepenuhnya ada di sana, ia tetap akan memenuhi permintaan itu, setidaknya untuk membuat ibunya tenang.
Malam itu, Luna tiba di sebuah restoran mewah yang sudah dipesan oleh ibunya. Restoran itu elegan, dengan lampu kristal yang menggantung indah di langit-langit, menciptakan suasana romantis dan eksklusif. Hatinya masih berat, tapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan kekesalannya. Siapa tahu, pria yang akan ditemuinya malam ini memang seseorang yang layak untuk dikenalnya lebih jauh. Meski harapan itu sangat tipis.
Ia diberi tahu oleh pramusaji bahwa pria itu sudah menunggunya di lantai dua, di meja dekat jendela. Luna menarik napas panjang sebelum melangkah ke sana. Namun, langkahnya terhenti sejenak ketika ia melihat seseorang yang tidak asing duduk di sana.
Dafa?
Pria itu sedang duduk di meja yang ditunjuk pramusaji, mengenakan kemeja biru muda yang rapi, terlihat santai tapi tetap berkelas. Mata mereka bertemu sejenak, keduanya sama-sama terkejut. Dafa berdiri dengan ekspresi bingung, tapi juga sedikit geli, sementara Luna hanya bisa menatapnya dengan mulut sedikit terbuka. “Kau?” tanya Luna, setengah tidak percaya.
Dafa menatap Luna dengan tatapan bingung, namun ada sebersit senyum di sudut bibirnya. "Tampaknya, kita dijebak oleh orang tua kita," katanya setengah bercanda, berusaha mencairkan suasana yang tiba-tiba menjadi kikuk.
Luna masih berdiri di tempatnya, merasa terjebak dalam ironi takdir yang tak terduga. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia akhirnya menarik napas panjang dan tersenyum kecil, meskipun dalam hati ia merasa campur aduk. "Sepertinya begitu," balasnya, mencoba terdengar lebih tenang dari yang sebenarnya ia rasakan. Dafa menggeser kursi di depannya, memberi isyarat agar Luna duduk. "Yah, kalau kita sudah di sini, mungkin lebih baik kita makan malam saja. Siapa tahu ini bisa jadi kesempatan yang menarik," ucapnya sambil duduk kembali.
Luna ragu sejenak, tapi kemudian memutuskan untuk mengikuti saran Dafa. Bagaimanapun, ia sudah berada di restoran ini, dan tak ada gunanya pergi begitu saja. Apalagi, meskipun pertemuan pertama mereka sebelumnya terkesan singkat, ada sesuatu tentang Dafa yang membuatnya penasaran. "Baiklah, mari kita coba," katanya sambil duduk.
Keduanya memesan makanan dan mulai berbicara, meski pada awalnya percakapan terasa canggung. Namun, perlahan, suasana menjadi lebih nyaman. Dafa bercerita tentang pekerjaannya sebagai dokter bedah, tentang rutinitasnya yang padat dan tekanan yang ia hadapi setiap hari. Luna mendengarkan dengan penuh perhatian, terkesan oleh dedikasi dan ketulusan Dafa dalam pekerjaannya.
Di sisi lain, Luna menceritakan kehidupannya di dunia hiburan, bagaimana ia harus terus beradaptasi dengan sorotan media dan ekspektasi publik. "Kadang-kadang rasanya seperti aku hidup dalam sebuah panggung, dan semua orang menonton setiap langkahku," katanya dengan nada lelah. Dafa menatap Luna dengan serius. "Aku bisa membayangkan betapa sulitnya itu. Dunia kita memang berbeda, tapi aku rasa kita sama-sama menghadapi tekanan yang tak mudah."
Luna tersenyum, merasa ada kelegaan dalam cara Dafa memahami dirinya. Ia jarang bertemu dengan seseorang yang tidak melihatnya hanya sebagai seorang selebriti, tapi sebagai seorang manusia dengan perasaan dan kerentanan.
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/