Pada jaman kuno ada makhluk yang sangat taat kepada sang penguasa langit. Orang yang di angkat ke langit dan tinggal di bersama Sang Dewa. Ketaatannya sangat dalam hingga merasuk kedalam jiwa, hingga sebuah Dom tercipta yang menjadi sumber kekuatan jiwa baginya. Dengan adanya kekuatan Dom di dalam dirinya, Makhluk itu pun merasa setara dengan makhluk langit lainnya dan mulai melawan kekuasaan langit. Sang Dewa pun marah dan mengusir makhluk itu dari surga ke sebuah Dunia bernama Gaia. Sebuah dunia yang tidak memiliki sihir, hanya ada kekuatan jiwa (Dom) yang di berikan oleh Sang Dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06 - Penerus
7 Tahun kemudian
Reruntuhan kuno, tempat pemukiman sisa-sisa Clan Siga. Anna yang saat ini menjadi perwakilan pemimpin Clan Siga hingga Dion berumur 16 Tahun. Anna membangun sebuah desa yang cukup bagus dan makmur
Kebanyakan penduduknya adalah petani dan peternak. Hasil pertanian dan peternakan adalah untuk kebutuhan sehari-hari penduduk Clan Siga.
Dirumah Anna
"Dion, waktunya belajar. Paman Leo sudah menjemputmu." teriak Anna di ruang tamu.
"Sebentar ibu, aku masih mencari pedang kayu ku." teriak Dion yang mencari pedang kayu di kamarnya.
"Hm, tunggu sebentar Leo." kata Anna sambil berdiri dari kursinya.
"Baik nyonya." sahut Leo.
Anna pun berjalan ke dapur dan mengambil pedang kayu milik Dion.
"Dion, dimana kau mencarinya.? Bukannya ini pedang kayu mu.?" kata Anna
"Eh.?" sahut Dion sambil keluar dari kamar.
"Mangkanya, setelah memakai barang bereskan dengan benar." kata Anna.
Set Pedang kayunya pun langsung di ambil sama Dion, dan ia pun berlari keluar rumah.
"Aku berangkat dulu ibu." teriak Dion.
"Mana terimakasihnya, bahkan kau tidak menciumku.?" sahut Anna.
Namun, Dion sudah diluar rumah, dan Anna hanya tersenyum melihat Dion yang berjalan bersama Leo menuju tempat latihan.
"Dia sudah besar sekarang Raimond. Anak kita benar-benar sangat cerdas seperti ayahnya." kata Anna dalam hati.
...
Dijalan menuju tempat latihan
"Hari ini kita belajar apa paman.?" tanya Dion.
"Em, seperti biasa, kamu harus mengasah kemampuan mengayunkan pedang." jawab Leo.
"Hah, kenapa hanya mengayunkan pedang setiap hari, bahkan sudah lama sekali aku berlatih itu. Apa tidak ada yang lain Paman." kata Dion.
Dan Leo tiba-tiba berhenti dari langkahnya
"Em.? Ada apa paman.?" sahut Dion sambil melihat wajah Leo yang sedang bengong.
Dion pun menoleh kedepan, dan ia melihat seorang perempuan yang cantik berumur sekitar 22 tahun di depannya.
"Heee, ada betina di depan sana." kata Dion.
"Ekhm, dari mana kau belajar kata-kata itu Dion. Tidak sopan." sahut Leo sambil melanjutkan perjalanannya.
"Kenapa paman tidak menghampirinya saja, kak Lily sangat populer di kalangan pria, bahkan kak Seto sering membicarakannya saat sedang meronda." kata Dion.
"Apa, Seto.?" sahut Leo dengan terkejut
"Kata kak Seto, dia akan menyampaikan perasaannya ke kak Lily." kata Dion.
"Bajingan sialan. Dia ambil start lebih awal dariku. Tidak bisa di biarkan." kata Leo dalam hati.
Lily pun menoleh ke arah Leo sambil merapikan rambutnya ke belakang telinga.
"Waaa, emang benar sih kak Lily secantik itu. Benar kan paman.?" kata Dion.
"Hm, anak kecil lebih baik diam saja." sahut Dion yang sok cuek memalingkan pandangannya dari Lily sambil berjalan melewatinya.
"Ehe, kau cuek sekali paman. Mana bisa kau mendapatkannya jika kau bersikap seperti itu." kata Dion.
Lily pun menundukkan kepalanya saat Leo melewatinya.
"Pagi kak Lily. Hehehe." kata Dion sambil tersenyum
"Ah Dion. Pagi." sahut Lily.
"Katanya kak Leo ingin berbicara sesuatu dengan kak Lily. Hehe." kata Dion.
"Eh.?" dengan sontak Leo dan Lily pun sangat terkejut mendengar ucapan Dion.
Set dengan cepat Leo pun langsung menghampiri Dion. "Apa yang kau katakan barusan, kau bosan hidup ya.?"
"Ehehe. Bukannya ini adalah kesempatan paman. Kenapa kau takut sekali, penyesalan selalu datang di belakang. Ambil kesempatan ini sebelum orang lain yang mengambilnya." kata Dion yang berbisik ke Leo.
Dion pun langsung terkejut dengan kata-kata Dion itu.
"Dari mana kau belajar kata-kata itu.?" tanya Leo
"Guru Sima." jawab Dion dengan tersenyum.
"Hohohoho". Suara ketawa Guru Sima yang di bayangkan Leo.
"Ah Guru Sima memang keterlaluan mengajari anak kecil seperti itu." kata Leo dengan bengong.
Lalu, Leo pun mendorong Leo dengan sikunya sambil tersenyum.
"Eh.?" Leo pun terkejut tiba-tiba berada di hadapan Lily.
"Sepertinya aku akan pergi ke rumah Guru Sima, ada jadwal pelajaran dadakan. Kita latihan lain kali saja paman. Daaah" kata Dion sambil berlari ke rumah Guru Sima.
"Dion, Aah." sahut Leo.
"Kau tidak apa-apa Leo.?" tanya Lily.
"Ah, hehehe. Tidak apa-apa Lily, bagaimana kabarmu hari ini.?" jawab Leo
...
Di tempat Dion berjalan. Ia berjalan dengan tersenyum kecil sambil melihat sekitar.
"Apa paman Leo akan baik-baik saja ya. Hihihi. Sepertinya aku harus tanya tentang perasaan kepada guru Sima." kata Dion
"Selamat pagi Dion" kata Orang tua yang tiba-tiba menyapa Dion.
"Ah, nenek Yui. Pagi juga nek." kata Leo sambil melambaikan tangannya.
Lalu, Dion melihat ada beberapa barang yang di angkat oleh nenek Yui seorang diri, bahkan umurnya sudah mencapai 67 tahun.
Dion pun langsung berinisiatif untuk membantu Nenek Yui.
"Aku bantu Nek." sahut Dion.
"Ah, tidak perlu Dion, nenek bisa sendiri." sahut Nenek Yui.
"Ahaha, mana bisa aku membiarkan Nenek Yui mengangkat barang ini sendirian." sahut Dion sambil berjongkok di antara kayu yang membentang di depannya.
"Ini sangat berat nak." kata Nenek Yui.
"Ahaha, tidak apa-apa Nek." sahut Dion.
Ia pun mencoba mengangkat barang itu. Tiba-tiba raut wajah Dion berubah.
"Gila, ini berat banget. Apa yang di bawa Nenek Yui." kata Dion dalam hati.
"Tidak apa-apa Nak, nenek bisa membawanya sendiri." kata Nenek Yui.
"Errgh. Ti tidak apa-apa Nek. Aku akan membantu nenek." kata Dion dengan wajah yang sudah memerah karena mengangkat beban.
Lalu, Dion pun berjalan secara perlahan menuju rumah Nenek Yui. Bahkan kakinya sampai gemetar.
"Hahaha, teryata Dion sangat kuat."
"Hehe. Tenang saja nek." sahut Dion sambil menahan beratnya barang itu.
...
Beberapa saat kemudian, Dion dan Nenek Yui sampai di tujuan.
"Heeh, heeh heeh " Dion pun sampai terengah-engah, bahkan tubuhnya di penuhi dengan keringat.
"Aku ambilkan minum dulu Dion. Tunggu sebentar ya." kata Nenek Yui.
"Baik nek."
Dion pun masuk ke dalam rumah Nenek Yui dan duduk di ruang tamu. Lalu ia melihat ada sebuah tombak yang terpajang di dinding rumah. Dion pun penasaran dengan senjata itu dan menghampirinya.
"Keren banget tombaknya."
"Apa kau menyukainya Dion.?" tanya Nenek Yui sambil membawakan minum untuk Dion.
"Ah, nenek. Tidak nek, saya hanya ingin melihatnya saja."
"Itu adalah tombak milik mendiang anak nenek." kata Nenek Yui sambil duduk di kursi.
"Em.?" sahut Dion sambil mengambil air minum.
"Sugara, adalah nama anak laki-laki nenek. Pada saat itu, dia bersama dengan ayahnya pergi berperang bersama Tuan Besar Raimond." kata nenek Yui dengan raut wajah yang sangat sedih.
Dion pun hanya terdiam melihat nenek Yui disana.
"Meskipun itu sudah 7 tahun yang lalu, dia pergi membawa pedangnya. Dan tombak itu adalah senjata yang di berikan olehnya padaku. Dia berkata, ibu bawalah tombak ini untuk berjaga-jaga. Bahkan menantu dan cucu nenek meninggal saat itu karena serangan bola api." kata Nenek Yui
Dion pun langsung tercengang mendengarkannya. Sampai gelas yang di pegangnya pun di remas cukup keras.
"Tidak apa-apa Dion, semua orang di desa juga merasakan hal yang sama, bahkan dirimu sendiri. Kita hanya perlu melanjutkan hidup dari perjuangan mereka yang turun ke medan perang. Kita harus menghargai jasa mereka dengan terus hidup dan meninggal karena umur." kata Nenek Yui.
Dion pun tiba-tiba meneteskan airmata.
"Dion." sahut Nenek Yui yang melihat Dion meneteskan airmata dengan raut wajah yang kosong.
"Eh, Ah maaf Nenek Yui." kata Dion sambil mengusap airmatanya.
"hm" Nenek Yui pun berdiri dari kursinya dan menghampiri Dion. Lalu ia menepuk kedua pundaknya.
"Kau sangat mirip sekali dengan ayahmu Dion, suka membantu sesama, bahkan dalam hal kecil sekali pun. Ingatlah, kau adalah penerus pemimpin Clan Ini. Bukan hanya menjadi orang yang kuat saja, tapi pertahankan sikap pedulimu seperti ini. Nenek yakin suatu saat nanti kau akan menjadi orang yang hebat Dion." kata Nenek Yui.
"Terimakasih nasihatnya Nenek Yui." sahut Dion.
Lalu, Dion pun meninggalkan kediaman Nenek Yui, dan Nenek Yui melihat Dion berjalan menjauh dari sana dengan tersenyum.
...