Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
..."Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan tiga hal, yaitu kepercayaan, cinta, dan rasa hormat."...
...('Ali bin Abi Thalib?...
...🌹🌹🌹...
Aku tercengang melihat rumah mewah dengan gaya klasik kontemporer ini. Ini adalah rumah mama dan papa mas Khalif. Rumah dengan dua lantai yang sangat indah, menawarkan pesona menawan dengan sentuhan desain yang elegan dan modern.
Pagar besi yang menjulang tinggi dengan gaya bentuk klasik, sementara dinding pagar dari bata merah menambah keindahan rumah.
Kombinasi warna putih pada cat dan aksen coklat dari material kayu di berbagai sudut rumah menciptakan suana hangat.
Aku tertinggal di belakang, masih dengan fokus melihat keindahan rumah ini. Mama papa dan mas Khalif sudah masuk duluan.
"Alma ayo masuk nak". Panggil mama Shanum.
Fokusku kini teralihkan dengan suara mama yang sedikit keras memanggilku.
Segera ku langkahkan kaki ku masuk ke dalam rumah. Kulihat mas Khalif sibuk dengan membawa barang-barang ku ke lantai atas. Ingin membantu tapi mas Khalif melarang, ku ikuti mas Khalif sampai di sebuah kamar yang luas nya dua kali dari kamarku di rumah bibi.
Ku edarkan pandangan melihat seisi kamar. kasur yang berukuran king size, dengan selimut warna putih gading, samping kiri ada lampu tidur. Warna kamar ini berwarna hitam dan putih.
"Mau istirahat dulu atau mandi dulu?". Tanya mas Khalif yang baru keluar dari ruangan yang ku tau itu walk in closet.
Jam memang sudah menunjukkan pukul 19:30.
"Alma mandi dulu mas, sekalian mau sholat isya". Jawabku
"Mas sholat disini atau di masjid"?. Jleb. Pertanyaan yang di lontarkan Mahreen terasa begitu tajam. Seperti sebuah sindiran bagi Khalif. Padahal dia tau istri nya tidak berniat begitu.
Selama ini dia memang sholat tapi seringnya masih bolong. Jika di suruh untuk jadi seorang imam sholat untuk Mahreen dia masih bisa. Khalif menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Untuk kali ini kita sholat bersama, seterusnya mas bisa ke masjid". Putus Khalif.
Aku berlalu ke kamar mandi. Sedangkan mas Khalif menggunakan kamar mandi di kamar tamu untuk menghemat waktu.
*****
Biasanya di rumah bibi jam segini kami masih berbincang ringan. Berbeda dengan sekarang, selesai sholat isya aku bersih-bersih ke kamar mandi. Ingin keluar dari kamar mandi rasanya aku malu, sekarang ini aku memakai baju tidur model dress dengan tema cottagecore dress dengan square neck, model lengan yang puffy, rok yang berbentuk a-line, dan warna putih tulang. Rambut kubiarkan tergerai.
Pelan-pelan kubuka pintu kamar mandi, kulihat mas Khalif berdiri di balkon kamar kami, bersandar pada pagar pembatas balkon menghadap ke depan. keluar dari kamar mandi mata kami langsung bertemu, sekilas mas Khalif membalas senyuman yang kuberikan. Selanjutnya mas Khalif sibuk dengan ponselnya.
Samar-samar kudengar pembicaraan mas Khalif di telfon, sesekali mas Khalif menyebut nama Rey yang ku tau itu sekretaris mas Khalif.
Ku perhatikan mas Khalif memijat keningnya.
"Apa ada masalah di kantor nya mas Khalif, kayaknya serius banget". Gumamku dalam hati.
"Rey, apa tidak bisa kamu saja yang pergi?, kamu tau kan aku baru nikah. Nggak mungkin aku tinggalin Alma "!. Protes Khalif.
"Bro, kalau aku bisa sudah aku gantikan, masalahnya mereka menginginkan kamu sendiri yang datang." jawab Rey dari seberang telfon. Khalif menghela napas gusar.
"Ok berapa lama jadwal ku disana?."
"Paling lama seminggu, kalau semua masalah sudah bisa di atasi tiga hari paling cepat." Jawab Rey dengan rasa tidak bersalah sama sekali.
"Shit". Khalif mengumpan pelan.
"Sabar bro, malam pertamanya di tunda dulu. Atau bisa langsung sekarang aja. Hahaha." Rey meledek Khalif yang sudah menahan emosinya dari tadi. Bagaimana disaat seperti ini malah ada masalah di kantor cabang yang berada di Singapura.
Khalif memutuskan sambungan telfon secara sepihak. Dia memutar posisi nya membelakangi Alma, mengatur perasaannya yang campur aduk.
Khalif menutup pintu balkon, segera masuk kedalam kamar, dia melihat istrinya sudah bersiap untuk tidur.
Perlahan Khalif mendekati Alma yang sudah duduk di atas kasur sambil menyangga punggung ke kepala tempat tidur. Khalif pun melakukan hal yang sama. Khalif memerhatikan wajah Alma dengan lekat.
Alma yang di tatap merasa kikuk, dia hanya menautkan dua tangannya sambil meremasnya dengan pelan.
Khalif tersenyum melihat tingkah Alma, Khalif akui Alma memang cantik. Mata bulat, kulit putih, bibir yang tipis, dan lesung pipi di sudut bibir bagian bawah menambah kecantikannya.
Khalif memainkan jari Alma, mengikis kecanggungan yang terjadi di antara mereka.
Deg deg deg
Jantung Alma sudah berdetak dengan kencang.
"Sepertinya kita harus menunda acara pin-".
"Tidak apa-apa mas Alma mengerti. Masih banyak malam lainnya walaupun tidak sekarang". Jawab Alma yang langsung memotong ucapan Khalif. Khalif tertawa mendengar ucapan istrinya. Sungguh istrinya sangat polos.
Mungkin yang di maksud istrinya adalah malam pertama mereka.
Khalif menyentil pelan kening istri nya itu. Alma mengelus keningnya, dia heran kenapa Khalif tertawa.
"Apa yang kamu pikirkan dalam otak kecilmu itu Mahreen.?" ujar Khalif terkekeh kecil.
"Apa? Kenapa? Apa aku salah sangka dengan maksud ucapan mas Khalif?". Ucapku dalam hati, kututup wajahku dengan kedua tanganku. Menyembunyikan rasa Maluku.
Sekali lagi mas Khalif tertawa. Aku sudah kehilangan muka di depan mas Khalif.
Khalif mengambil kedua tangannya Alma. Menggenggamnya dengan lembut.
"Maksud mas, acara pindah rumahnya kita tunda dulu."
Aku mengangkat wajah, memberanikan diri menatap mata mas Khalif.
"Besok mas harus ke Singapura, ada masalah di kantor cabang." ternyata itu yang mas Khalif maksud.
"Mas besok berangkat jam berapa?". Tanyaku
"Hmm jam 08: 00 sudah harus sampai bandara." jawab mas Khalif. Aku langsung bergegas turun dari ranjang.
"Mau kemana?". Mas Khalif menahan lenganku yang hendak pergi.
"Alma mau packing barang-barangnya mas Khalif."
Mas Khalif menarik tanganku dan menyuruh ku berbaring, sambil menyelimuti ku sampai dada.
"Besok saja packing nya, kita istirahat saja sekarang. kamu udah capek kan seharian ini?". Aku terdiam, mas Khalif pun merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sambil menutup matanya.
"Tidur Mahreen". suruh mas Khalif. Mungkin mas Khalif tau kalau aku masih memperhatikannya.
Belum sampai sepeluh menit mas Khalif sudah tertidur. Suara napasnya terdengar beraturan.
Bukannya ikut menyusul mas Khalif ke alam mimpi, aku masih asik memandangi wajah tampan mas Khalif. Betapa besar rasa syukurku pada Allah, yang menghadirkan seorang laki-laki seperti mas Khalif.
Aku berharap rumah tangga yang akan kami jalani, terus bertahan selamanya. Lelah memandangi wajah mas Khalif rasa kantukpun menyerang. Mata yang dari tadi terbuka perlahan tertutup rapat.
Aku berharap segala urusan mas Khalif berjalan dengan lancar.
*****