'Xannia Clowin'
Gadis cantik berusia 22 tahun yang selama menjalani hidup baru kali ini dia mengetahui pengkhianatan sang ayah kepada ibunya .
Sejak Xannia berusia 2 tahun ternyata sang ayah sudah menikah lagi bahkan wanita itu sedang mengandung anaknya.
Awal mula terbongkar pengkhianatan ayahnya itu ketika sorang gadis yang tak jauh beda dari usia xannia datang,gadis itu langsung menemui ibu Xannia dan mengaku sebagai anak dari istri kedua suaminya,
semenjak kejadia itu ibu xannia sering sakit-sakitan dan 5 bulan kemudian sang ibu meninggal dunia.
Dari kejadian itu menimbulkan rasa dendam dan sakit hati Xannia kepada ayah dan kelurga istri keduanya,sehingga Xannia bertekat membalaskan dendam atas rasa sakit dan pengkhiantan ayahnya yang sampai membuat ibunya tiada,bahkan dia rela menjadi istri kontrak miliader yang ingin memiliki keturunan , dan dari situlah Xannia ingin memanfaatkan pria itu untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VHY__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
. . . . .
TOK ...
TOK
Xannia mengerang dan membuka sedikit matanya, wanita melihat wajah tampan suaminya yang masih memejamkan matanya.
"Dave ..." panggil Xannia dengan suara seraknya.
Davendra hanya bergumam saja sebagai jawaban pada istrinya.
TOK...
TOK...
Suara ketukan pintu itu terdengar semakin keras dan semakin nyaring.
"Bukalah pintunya, aku malas," kata xannia dan kembali memejamkan matanya.
DUKK...
DUKK..
Davendra menggeram rendah, dan bangun dari ranjangnya.
Pria itu berjalan kearah pintu dengan hanya memakai celana pendeknya saja tanpa memaki atasan.
Setelah Davendra membuka pintunya dia melihat seorang pemuda yang merupakan sepupu jauh istrinya.
"Ada apa?" tanya Davendra dengan wajah dingin menahan kesal.
"Aku hanya ingin mengambil mobil yang kalian pakai kemarin," sahut Raihan.
"Kuncinya ada di laci televisi ruang tamu," ujar Davendra,Dan langsung menutup pintu itu kembali.
Davendra kembali ke ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Xannia sambil memeluk pinggang wanita itu.
"Siapa?" tanya Xannia.
"Salah satu dari kedua sepupumu," sahut Davendra dengan mata terpejam.
"Rain atau Raihan?" tanya Xannia lagi.
"Aku tidak ingat, rambutnya sedikit ikal," jawab Davendra.
"Ohh, itu Raihan. Untuk apa pagi-pagi buta dia kemari," ucap Xannia.
"Mengambil mobil. Berhentilah bertanya dan ayo kita tidur lagi," kata Davendra.
Pria itu mengeratkan pelukannya pada tubuh Xannia, dengan kepalan yang ada di sela-sela dada Xannia.
Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, tapi Xannia masih betah dengan tidurnya.
Sedangkan Davendra baru selesai berolahraga dan akan membersihkan tubuhnya yang penuh dengan keringat.
"Kau tak ingin bangun?" ucap Davendra yang naik ke atas ranjang.
"Aku malas, perutku rasanya sakit," sahut Xannia dengan lirih.
Dengan refleks tangan Dave terulur dan mengusap perut Xannia.
"Mau aku panggilkan dokter?" tanya Davendra.
"Tidak perlu, ini hanya sakit biasa. Aku sudah sering seperti ini jika sedang datang bulan, aku hanya ingin tidur sebentar," sahut Xannia yang masih memejamkan matanya.
"Kalau begitu tidurlah lagi, aku akan membawa sarapanmu kemari," kata Davendra dan mengecup kening istrinya.
Davendra masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dengan cepat.
Setelah selesai dan berpakaian pria itu pun keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.
Karna tidak terlalu pandai memasak, akhirnya davendra memutuskan untuk membuat sarapan yang menurutnya mudah.
Pria itu memanggang roti dan juga membuat telor mata sapi dan tak lupa juga Davendra membuat secangkir susu hangat untuk istrinya.
Selama dua puluh menit berkutat dengan alat penggorengan dan panggangan roti .
Akhirnya masakan buatan Davendra pun jadi.
Dia menaruh makanan-makanan itu di atas nampan dan membawanya ke kamar.
Davendra membangunkan Xannia agar segera memakan sarapannya.
"Bangun," kata Davendra.
"Kau harus sarapan, ini hampir tengah sembilan," ujarnya.
Xannia sedikit membuka matanya dan berbalik menghadap kearah suaminya.
"Aku tak ingi makan," jawab Xannia dengan suara parau dan mata yang terlihat sayu.
Davendra menyentuh pipi istrinya dan terasa hangat di telapak tangannya.
"Sepertinya kau demam, aku akan meminta paman Antong untuk memanggil dokter kemari," kata Davendra.
"Tidak perlu. Aku baik-baik saja, mungkin hanya perlu tidur sedikit lagi," sahut Xannia..
"Kau sudah tidur dari tadi," kata Davendra.
Dave pun turun dari ranjang dan keluar dari kamar.
Dari arah anak tangga Dave dapat melihat paman Antony yang baru saja memasuki resort.
"Paman," panggil Davendra.
"Iya tuan?" sahut paman Antony.
"Panggilkan dokter kemari," kata Davendra.
"Usahakan dokter perempuan, jangan laki-laki," ujarnya lagi.
Paman Antony terlihat menyunggingkan senyumnya dan menganggukkan kepalanya. "Baik tuan,"
Setelah paman Antong pergi, Davendra kembali lagi menuju kamarnya.
Pria itu mengangkat sedikit tubuh Xannia agar bangun dan menyenderkan punggungnya di kepala ranjang.
"Makan dulu, paman Antony sedang memanggil dokter kemari," kata Davendra sedikit tegas.
Dengan sangat terpaksa Xannia pun memakan sarapan paginya yang di suapi oleh suaminya.
"Telurnya sedikit asin," celetuk Xannia dengan jujur.
"Benar-benar?" Davendra bertanya dan mendapat anggukan dari istrinya.
"Kalau begitu makan saja rotinya. Nanti aku akan meminta seseorang untuk membelikan-mu makanan," ucap Davendra sembari terus menyuapi roti panggang untuk Xannia.
"Sudah cukup, aku sudah kenyang," kata Xannia dan menghentikan tangan suaminya yang akan menyuapi dirinya lagi.
"Ini sedikit lagi. Hanya tinggal dua suap saja," ujar Davendra.
"Tapi aku sudah kenyang. Aku hanya ingin tidur, kepalaku rasanya sangat berat," keluh Xannia.
Davendra pun memakan roti yang tadinya untuk Xannia, pria itu bahkan menghabiskan telur hasil buatannya yang menurut Xannia asin.
"Berbaringlah,Dave. Aku ingin memelukmu," seru Xannia dengan pelan.
Davendra pun menaruh nampan yang berisi makanan itu di anak meja nakas, dan membaringkan tubuhnya di samping sang istri.
Tangan Xannia masuk kedalam kaos yang di gunakan oleh suaminya dan mengelus-elus nya.
"Tubuhmu sangat hangat," gumam Xannia dengan pelan yang masih bisa di dengar oleh Davendra.
Xannia semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh Davendra, kepalanya berada di atas lengan Davendra dan menjadikannya sebagai bantal.
"Ooh, berhentilah mengelusnya," kata Davendra,memegang tangan Xannia yang ada di balik kaos.
Hingga lima belas menit kemudian seseorang mengetuk pintu kamar mereka.
TOK...
TOK...
TOK...
"Kau mau kemana?" tanya Xannia saat suaminya akan beranjak dari ranjang.
"Aku akan membuka pintu sebentar, itu mungkin paman Antony yang datang," jawab Davendra.
Davendra beranjak dari ranjang dan berjalan kearah pintu.
Setelah pintu itu di buka Davendra melihat paman Antony yang datang bersama seorang wanita paruh baya.
"Maaf, saya terlalu lama tuan," kata paman Antony.
"Tidak apa-apa, paman," sahut Davendra.
Davendra pun mempersilahkan dokter itu untuk masuk dan memeriksa istrinya.
Xannia masih terlihat berbaring dan tak ingin bangun sedikit pun.
Dokter itu mengeluarkan alat medisnya dari tas kedokterannya dan mulai memeriksa kondisi Xannia.
"Istri anda hanya terkena demam dan tekanan darahnya lumayan tinggi. Saya hanya akan menuliskan resepnya dan anda bisa menebusnya di apotek," kata dokter tersebut dan menuliskan resep obatnya.
"Usahakan untuk perbanyak makan sayur dan buah-buahan, teh herbal dan sup yang hangat bagus untuk orang demam," ujar dokter tersebut sambil menyerahkan resep itu pada Davendra.
"Biar saya saja yang membeli obatnya, tuan. Sekalian. saya juga akan mengantar dokter kedepan," kata paman Antony dan mengambil nampan kosong yang ada di atas nakas.
"Terima kasih, paman," ucap Davendra.
Paman Antony keluar dari kamar Davendra dan tidak lupa untuk menutup pintunya lagi.
Davendra mengambil ponselnya dan menelpon pengurus villa miliknya.
"Halo tuan?" terdengar suara pria dari talik telepon.
"Kirimkan satu pelayan dari villa ke resort. Aku membutuhkannya sekarang, bilang padanya untuk membuat sup ayam dan juga teh herbal jika sudah sampai di resort," kata davendra.
"Baik, tuan," balas orang tersebut dan Davendra langsung mematikan panggilannya.
Dave melihat kearah istrinya yang kini sudah tertidur lagi.
Pria itu berjalan kearah sofa dan mendudukan dirinya disana sambil membuka email yang ada di ponselnya.
TOK...
TOK...
Davendra berjalan kearah pintu dan membukanya.
Dia melihat seorang pelayan wanita yang membawakan makanan yang di mintanya.
Davendra pun mengambil nampan itu dan tak sengaja tangan pelayan itu menyentuh tangan Davendra hingga membuat wajah pelayan itu bersemu merah.
Seketika Davendra menatap tajam pelayan tersebut.
"Kau boleh pergi," perintah Davendra datar dan dingin.
Tapi pelayan tersebut seolah tuli dan tidak menggubris perkataan Davendra, dia malah masih berdiri di hadapan davendra dengan ekspresi wajah yang menurut Dave menyebalkan.
"Tuan," terdengar suara paman Antony yang menghampirinya.
"Ini obatnya," ucap paman Antony.
"Taruh saja disini, paman," sahut Davendra menunjuk nampan yang dia pegang.
"Bilang pada Bisma untuk memecatnya. Aku tidak butuh pelayan yang tidak mematuhi perintah," kata Davendra dengan mata tajamnya melihat kearah pelayan tersebut.
Setelah mengatakan itu Davendra pun masuk ke dalam kamar dan menutup pintu menggunakan kakinya.
Pria itu berjalan mendekati sang istri dan menaruh nampan itu di atas nakas.
"Bangunlah, kau harus makan dan minum obat," kata Davendra dan mengangkat Xannia agar lebih dekat dengannya, hingga membuat wanita itu membuka matanya.
Xannia menyandarkan punggungnya di kepala ranjang dan melihat kearah suaminya.
"Apa kau yang memasak lagi?" tanya Xannia.
"Bukan. Tapi, pelayan dari villa," jawab Dave.
"Sekarang makanlah," Davendra kembali menyuapi istrinya dan menunggu dengan sabar wanita itu sampai menelan makanannya.
"Apa aku merepotkan mu?" tanya Xannia.
"Tidak," jawab Dave singkat.
Saat Xannia menghabiskan empat suapan, wanita itu berhenti makan.
"Aku sudah kenyang," kata Xannia.
Davendr pun tak memaksanya dan memberikan obat itu pada Xannia.
"Minumlah. Setelah itu kau bisa tidur ingi," kata Davendra.
Davendra kembali menghabiskan makanan yang tadi di makan oleh Xannia, bahkan sendoknya pun bekas Istrinya.
"Dave!!" cegah Xannia.
Davemdra melihat kearah istrinya dan menaikan sebelah alisnya.
"Itu bekasku, dan aku sedang sakit," kata Xannia.
"Kemudian?" tanya Davendra cuek dengan ucapan istrinya.
"Kau bisa tertular nanti," kata Xannia.
"Hanya demam, tak masalah," sahut Davendra dan kembali memakan makanan itu.
"Tidurlah lagi, setelah ini aku akan berada di ruang kerjaku," kata Davendra.
Xannia pun hanya mengangguk dan kembali berbaring, matanya memang sudah terasa berat setelah meminum obat.
Davendra membenarkan letak selimut istrinya, setelah pria itu menghabiskan makanannya dan keluar dari kamar sambil membawa nampan yang berisi piring kotor.
Bersambung......