NovelToon NovelToon
Dinikahi Pria Beristri

Dinikahi Pria Beristri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Itsaku

"Apa dia putrimu yang akan kau berikan padaku, Gan...?!!" ujar pria itu dengan senyuman yang enggan untuk usai.

Deg...!!

Sontak saja otak Liana berkelana mengartikan maksud dari penuturan pria tua berkelas yang berada di hadapannya tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Baru

"DIAM...!!" teriak Liana dengan lantang.

"Apa...?!" bu Ratih seakan tidak mau kalah.

Liana melihat orang-orang berbaju hitam berjalan menuju ke kamarnya.

"Maaf, nona. Kami mendengar keributan. Apa yang terjadi?" tanya seorang dari mereka.

Liana pun memanfaatkan situasi tersebut.

"Perempuan ini menyakitiku, aku tidak ingin melihatnya lagi." jawab Liana.

"Nyonya, sebaiknya nyonya segera kemasi barang-barang nyonya. Dan lekas pergi dari rumah ini!" ujar pria itu.

"Hah??!! Pergi?!" bu Ratih tersenyum miring. "Yang akan pergi dia. Bukan saya. Enak saja kamu...!!"

"Maaf sebelumnya, nyonya. Tapi ini perintah tuan. Rumah dan segala asetnya sudah menjadi milik tuan. Dan nyonya tidak diperkenankan tinggal di sini. Sebentar lagi petugas jaga kiriman tuan akan segera datang." begitu penjelasannya.

Bukan bu Ratih saja yang kaget. Liana dan dua sahabatnya pun turut terkejut mendengar pernyataan itu.

"Hal konyol macam apa ini...?! Ini rumah suami saya!" bantah bu Ratih. "Semua surat masih atas nama suami saya!" tambahnya.

"Hei..., nyonya Ratih yang terhormat." sahut Liana. "Tidak ada nama anda dalam hak waris segala harta milik ayah. Sebaiknya anda segera angkat kaki, sebelum diusir paksa sama mereka." cibir Liana yang sudah kadung sakit hati dengan ulah dan sikap ibu tirinya itu.

Mau tidak mau, bu Ratih pun keluar dari kamar Liana. Untuk segera mengemasi semua barangnya, tak lupa juga barang milik putri kandungnya.

"Apa semua sudah siap, nona?" tanya pria itu kemudian.

Liana menoleh pada kedua sahabatnya. Lalu mengangguk kepada pria itu.

"Biar kami bawa barangnya." ujar pria itu.

"Tunggu!!" cegah Liana. "Apa aku bisa kembali ke rumah ini lagi?" tanya Liana.

"Nona tenang saja. Kapanpun nona ingin berkunjung, kami siap mengantar nona kemari." jawabnya.

"Daripada bolak-balik, kenapa aku harus pergi? Sebaiknya aku tinggal di sini saja." balas Liana.

"Maaf, nona. Kalau soal itu sebaiknya nona bicarakan nanti setelah bertemu lagi dengan tuan." jawabnya lagi.

Liana sudah tak bisa berkata-kata lagi. Dia menyerah karena itu adalah amanah dari sang ayah. Dia akan berusaha berpikir positif tentang kakek Sudibyo. Dia tidak boleh termakan omongan ibu tirinya, yang mengatakan kalau dirinya dijadikan jaminan karena hutang sang ayah.

Rosa yang baru saja pulang sekolah dibuat terkejut dengan pemandangan di depan rumahnya. Bagaimana tidak, dia melihat Liana bersama orang-orang bersetelan serba hitam menuju ke mobil mewah. Lalu sang ibu yang diam terpaku di depan rumah menatap kepergian putri sambungnya. Dengan koper-koper di sampingnya.

"Apa yang terjadi, ibu? Itu kakak dibawa kemana?!" tanya Rosa yang masih kebingungan.

"Dijual sama ayahmu!" jawabnya asal.

"Terus, kenapa ibu diam saja? Dan ini, kenapa semua koper ibu keluarkan?!" sekali lagi Rosa mempertanyakan sesuatu yang belum dia ketahui.

"Kita harus pergi dari sini. Ayo!!" katanya sambil melirik kepada tiga orang yang berada di teras rumah yang bukan lagi miliknya.

"Pergi lagi...?!" Rosa mendengus kesal. "Ibu..., aku capek tahu...! Aku nggak mau bepergian dulu. Apalagi sekolah lagi banyak banget kegiatan..., masa aku bolos lagi...!!" keluhnya.

"Kita tidak mau bepergian, Rosa. Tapi kita pergi dari rumah ini, karena ayahmu sudah menjual rumah ini..." bohongnya.

"Kok bisa? Terus kita mau tinggal dimana?" tanya Rosa.

"Kenapa kamu jadi cerewet sekali, sih?! Ayo ikut saja!" bentak ibunya yang sudah terlanjur kesal. "Apa kamu mau ibu jual juga seperti Liana?!" sambungnya.

Rosa menggeleng cepat, lalu membantu ibu menarik koper.

......................

"Gilaaa...!! Ini rumah apa istana...?!" seru Nunik saat memasuki halaman rumah kakek Sudibyo.

Rumah mewah berlantai 3 itu sukses membuat Nunik terkagum-kagum. Hamparan taman yang hijau dan penuh warna menambah nilai pesona bangunan megah itu. Belum lagi halaman parkir yang dipenuhi oleh kendaraan mewah.

"Menurutmu, apa Liana akan dinikahi kakek tua itu?" tanya Damar.

"Bagus, dong. Biar penderitaannya berakhir. Lagian kakek itu terlihat baik banget sama Liana." celetuk Nunik dengan entengnya.

"Otakmu ketinggalan di kampus?!" sahut Damar. "Kamu nggak merasa kalau semua ini mencurigakan?! Mana ada orang asing yang dengan mudahnya mengeluarkan uang buat orang lain sebanyak itu tanpa tujuan yang lain? Kamu pikir rumah dan harta milik om Gani seharga bakso gerobak, hah?! Lagian ya, sebelumnya kita juga tidak pernah mendengar Liana menyebut nama kakek itu. Terus, kamu lihat itu bodyguard yang bersama Liana. Aku jadi khawatir Liana terjebak di sarang mafia." celoteh Damar panjang lebar mengutarakan segala yang mengganggu pikirannya.

Mobil Damar parkir diantara mobil-mobil mewah yang membawa dan mengawal Liana.

"Kita bahas lagi nanti. Ayo turun!" ajak Nunik.

Kedatangan mereka disambut hangat oleh dua orang asisten rumah tangga berseragam biru. Seorang perempuan berhijab bernama Anisa, seorang lagi berambut pendek bernama Dewi.

"Silahkan diminum non, den..." ujarnya.

"Terimakasih..." balas Liana. Sementara Nunik dan Damar hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Na, kamu yakin tidak apa-apa?" tanya Damar.

"Maaar..." geram Nunik pelan.

"Aku tahu kalian mengkhawatirkanku. Tapi kalian tenang saja. Aku baik-baik saja kok." Liana tersenyum. "Lagian kenapa kalian diperbolehkan ikut kemari, kalau memang kakek itu berniat jahat. Iya kan?"

"Nah, betul itu." sahut Nunik.

"Pokoknya kalau ada apa-apa kamu kabari aku ya!" pesan Damar.

"He'em." jawab Liana sambil mengangguk.

Cukup lama Damar dan Nunik di rumah itu. Sampai akhirnya dengan berat hati mereka pamit pulang setelah menjelang malam.

Sepeninggal Damar dan Nunik, Anisa mengantar Liana ke kamar yang sudah disiapkan.

"Silahkan, nona." Anisa tersenyum sangat manis setelah membukakan pintu untuk Liana.

Mata Liana disuguhi pemandangan sebuah kamar yang selama ini hanya dia lihat di dalam film. Bagus, luas, rapi, dan wangi. Juga terasa dingin sebab AC yang menyala. Beda dengan kamarnya yang hanya memiliki kipas angin dinding.

"Nona mau disiapkan air hangat buat mandi?" tanya Anisa lagi.

"Bisa tidak jangan memanggilku nona...? Tidak enak sekali didengar. Dan aku rasa kita juga seumuran." ujar Liana.

Anisa justru tertawa sambil menutup mulutnya.

"Maaf nona, tapi tuan bilangnya seperti itu." sahut Anisa.

"Ini tuan, itu tuan. Semuanya tuan. Hadeeeh...!!" gerutu Liana.

"Sudah, jangan dipikirkan. Jadi nona mau disiapkan air tidak?" tanya Anisa lagi.

"Tidak perlu, terimakasih." jawab Liana.

"Oh, iya. Tuan berpesan kalau malam ini akan ada acara makan malam bersama. Jadi nona diminta bersiap-siap. Saya akan ambilkan baju yang sudah tuan siapkan."

Anisa berjalan ke arah sebuah pintu yang ada di sudut kamar, lalu kembali dengan sebuah dress berwarna peach di tangannya.

"Tuan bilang, nona suka warna peach. Gaya yang simpel. Jadi semoga pilihan saya ini cocok buat nona, ya." ujar Anisa. "Semua barang yang nona butuhkan ada di ruangan itu ya." tunjuk Anisa pada ruangan yang dia masuki sebelumnya.

"Kakek itu tahu sekali. Apa ayah yang memberitahu kakek semuanya...?"

"Nona..., hallooo...!!" Anisa melambaikan tangannya di depan Liana.

"Ah, iya. Terimakasih." hanya itu balasan yang Liana berikan.

"Kalau begitu saya permisi, kalau nona butuh sesuatu panggil saya pakai ini. Pencet nomor 4." Anisa menunjukkan sebuah pesawat telepon di atas nakas.

"Terimakasih..." ujar Liana.

Setelah Anisa pergi, Liana tidak langsung mandi. Dia pergi ke arah jendela dan melihat pemandangan di sekitar tempat tinggalnya yang baru tersebut.

"Perasaanku mengatakan ini tidak akan mudah. Bagaimana mungkin kakek itu memperlakukan aku bak seorang putri raja, tanpa tujuan...? Ayah..., ayah belum menjelaskan semuanya padaku. Tapi ayah sudah pergi begitu saja. Aku masih meragukan kebaikan kakek Sudibyo, yah...!!"

Liana menghembuskan nafasnya. Disaat dia lega karena rumah dan harta milik ayahnya tidak jatuh ke tangan orang lain. Dia juga merasakan kegelisahan akan nasibnya selanjutnya. Mungkin bagi ayahnya, kakek Sudibyo itu orang baik. Tapi biar bagaimanapun juga, kakek Sudibyo adalah orang asing bagi Liana.

Dengan langkah pelan Liana menelusuri setiap bagian di dalam kamar yang akan dia tempati mulai sekarang. Di kamar Liana sudah terdapat kamar mandi dan ruang wardrobe. Semua kebutuhan mandi sudah tersedia di sana. Bahkan sabun dan sampo disesuaikan dengan kesukaannya, meski dengan merk yang lebih mahal tentunya. Belum lagi di ruang wardrobe. Terdapat lemari besar dengan banyak pintu, yang berisikan baju, sepatu, tas, hingga aksesorisnya.

Ada yang membuat jantung Liana berdetak kecang, dan tubuhnya tiba-tiba saja bergetar. Iya, karena di dalam ruangan itu Liana melihat beberapa setelan jas juga perlengkapan pria. Pikiran Liana pun mulai kemana-mana.

"Apa ini...?! Ini artinya aku benar-benar akan menikah dengan kakek itu?!"

Air mata Liana lolos begitu saja tanpa hambatan. Dia tidak menyangka takdirnya berubah begitu cepat.

"Pantas saja aku diperlakukan seistimewa ini. Dan nanti malam pasti aku akan diperkenalkan pada keluarganya yang lain."

......................

1
Delita bae
💪💪💪💪👍👍🙏
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍👍🙏
Delita bae: 💪💪💪💪💪👍🙏
Delita bae: 💪💪💪💪💪👍🙏
total 3 replies
Eka Kaban
selamat pagi
Itsaku: pagi juga. terimakasih sudah mampir😊🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!