"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter. 11. Melamar Kerja di restoran
Dahlia membeli tiket bus dan segera menuju tiket bus yang akan dia tumpangi ke Jakarta. Perasaan hatinya benar - benar lega setelah bisa lepas dari keluarganya yang benar - benar racun itu.
Dia ingin memulai hidup baru di kota Jakarta. Memulai pengalaman baru dan juga pekerjaan baru di ibu kota. Meskipun kata orang, ibu kota lebih kejam dari pada ibu tiri.
Sementara di kampung, Mak Emah kini sedang menghadapi masalah. Bu Warti mendatangi Mak Emah dan mendamprat wanita paruh baya itu habis - habisan.
Bu Warti menuduh Mak Emah menyembunyikan Dahlia. Akan tetapi, Mak Emah tenang saja. Dia sama sekali tidak menggubris tuduhan tersebut.
Bahkan dengan santainya dia mengelak dari tuduhan tersebut karena tak ada bukti yang menunjukkan Mak Emah menyembunyikan anak tiri Bu Warti itu. Mak Emah bertekad tidak akan mengatakan apapun tentang Lia. Dia sudah berjanji akan melindungi Dahlia karena Mak Emah sudah mengetahui dan melihat sendiri kekejaman Bu Warti dan juga saudara - saudara Lia yang lain.
"Ngaku kamu, Mah, kamu kan, yang menyembunyikan Lia?" bentak Bu Warti.
"Aduh, ibu teh bagaimana? Emang ibu ada bukti jika saya yang menyembunyikan neng Lia?" tanya Mak Emah dengan santainya.
Bu Warti dan saudara - saudara Lia yang lain meradang dengan sikap Mak Emah. Namun mereka sungguh tak punya bukti yang kuat untuk menyalahkan Mak Emah. Namun Bu Warti yakin sekali jika malam itu dia melihat Dahlia berlari ke arah rumah Mak Emah.
Gosip - gosip tetangga pun merebak. Mereka menertawakan keluarga Bu Warti yang telah melabrak Mak Emah dengan alasan yang tak jelas. Bahkan beberapa di antara mereka mengatakan Bu Warti sudah tidak waras lantaran mengatakan jika Dahlia pulang dini hari namun faktanya sampai saat ini Dahlia
belum juga kembali.
Padahal,... tanpa mereka semua ketahui, saat ini Dahlia sedang berada di dalam bus yang membawa nya ke Jakarta.
Di perjalanan, Dahlia sempat tertidur di dalam bus karena lelah.
Lewat tengah hari, bus yang dia tumpangi sampai di terminal bus. Ia menuju salah satu rumah makan di sana untuk mengisi perut nya lapar keroncong. Karena sejak tadi dia belum makan siang. Selama di perjalanan tadi dia hanya minum air putih yang dia beli ketika di terminal sebelum bus berangkat.
Memang tadi dia sempat sarapan sebelum bus berangkat. Tapi sekarang jam makan siang sudah terlewati dan perutnya juga kembali berteriak minta di isi.
Setelah mengisi perut, Lia bingung kemana harus mencari alamat Iteung. Dia memegang kertas yang berisi alamat dan nomor telepon Iteung. Matanya lalu lalang melihat orang - orang yang berjalan di depannya siapa tahu diantara mereka ada yang bisa dia mintai pertolongan.
Mata Lia tertuju pada seorang anak muda yang sedang mengutak-atik ponselnya. Dahlia pun mendekati anak muda itu..
"Permisi, Mas,..."
Anak muda itu mendongak menatap ke arah Lia dengan tatapan kesal. Dia merasa terusik karena Dahlia yang menggangu keasyikannya bermain ponsel.
"Ada apa, sih?" ketusnya.
"Begini mas, saya mau...."
"ahhh, sudah, .. sudah, ... berisik tau. Dengar ya,...saya nggak urus situ mau apa. Cari orang lain saja. Menggangu orang saja kerjanya!"
Ujar anak muda itu ketus. Dia bahkan memotong ucapan Lia yang belum selesai menyampaikan maksudnya.
"Astaghfirullah,...ya sudah, kalau masnya nggak mau nolongin juga nggak papa. Terima kasih, mas, permisi..."
Anak muda itu menatap Dahlia dengan tatapan sinis. "Ngaku aja, deh. Kamu itu ingin berkenalan denganku, kan?"
"Hah?"
Dahlia tampak kaget mendengar ucapan pemuda itu. Apa dia bilang, mau kenalan?
Astaga,.... percaya diri sekali dia, pikir Lia.
"Sebaiknya kamu urungkan saja niat kamu itu. Saya tak tertarik dengan kamu.. Lagi pula Saya sudah punya pacar," ucapnya masih dengan nada ketus.
Dahlia ingin tertawa keras karena pemuda itu begitu percaya diri mengira Lia ingin berkenalan dengan nya.
"Astaga, mas. Apa yang sampean pikirkan? Saya hanya bermaksud ingin minjam ponselnya saja, " jawab Lia.
"Alah,... modus itu? pasti kamu mau bawa lari ponsel saya, kan?" tuduh anak muda itu.
"Ahh,... terserah kamu lah," Lia pun berlalu dari hadapan anak muda itu.
Dahlia kemudian menghampiri seorang wanita muda. Semoga saja kali ini ada yang bersedia menolong nya, harapan Dahlia.
"Permisi,.. mbak," sapa Lia. Wanita itu menoleh dan tersenyum padanya.
"Iya, ..ada apa ya?" tanya wanita itu ramah.
"Begini, Mbak, saya mau menghubungi teman saya. Tapi saya Ndak punya ponsel. Bisakah mbak menolong saya menghubungi teman saya itu."
"Oh,...bisa, mana nomer telpon nya?"
Dahlia menyerahkan secarik kertas lusuh yang berisi nomor telepon Iteung.
Wanita itu segera menelpon nomor yang diberikan oleh Lia. Begitu terhubung dia menyerahkan telepon tersebut kepada Lia agar Lia bicara langsung dengan Iteung.
Lia pun akhirnya bisa berbicara dengan Iteung sejenak di telepon.
"Mbak,... ini teleponnya. Terima kasih atas bantuannya." ucap Lia sambil tersenyum manis pada wanita itu.
"Iya, sama - sama, dek." ujar wanita itu.
"Kalau begitu saya duluan ya mbak, permisi," ujar Lia.
"iya, silahkan," balas wanita itu. Dahlia berjalan di pinggir jalan berharap dapat angkot atau bajaj yang bisa mengantarnya ke rumah Iteung.
Tak beberapa lama kemudian,... sebuah bajaj lewat melintas di depan Lia. Segera Lia menyetop bajaj tersebut.
Kepada sopir bajaj, Lia minta tolong untuk diantar ke alamat Iteung seperti yang tertulis pada kertas.
Setelah sepakat dengan ongkos kesana, akhirnya Lia pun diantar oleh sopir bajaj tersebut ke alamat rumah Iteung.
Perjalanan ke rumah Iteung cukup memakan waktu yang lumayan lama karena ternyata tempat itu lumayan jauh.
Setelah cukup lama, Dahlia akhirnya sampai di rumah tempat Iteung bekerja.
Setelah membayar ongkos bajaj, Dahlia bergegas masuk ke sebuah rumah makan.
"Lia...!" seru seseorang dari dalam rumah makan. Dia adalah Iteung, teman Lia yang sudah lama bekerja di sini.
Lia tersenyum senang melihat sahabat nya itu. Iteung langsung memeluk tubuh Lia dan dia terlihat sangat senang.
"Mana baju kamu?" tanya Iteung ketika dia melihat Lia tidak membawa apapun.
"Aku tidak membawa apapun, teung. Hanya selembar baju di badan ku ini saja," ujar Lia.
"Astaga,....ahh, sudahlah. Nanti saja di bahas. Yang penting sekarang kamu sudah sampai di sini dengan selamat. Ayo, kita ketemu Pak Karso dulu," ucap Iteung. Tadinya Iteung syok mendengar Lia tak membawa bekal pakaian meskipun selembar. Tapi kemudian dia mengabaikan hal itu karena harus membawa Lia bertemu dengan bosnya yaitu Pak Karso.
Iteung membawa Lia untuk menemui pemilik rumah makan tempat dia bekerja yaitu Pak Karso di ruang kerjanya.
Tok...tok....tok ...
"Masuk,..." terdengar suara sahutan dari dalam.
Iteung membuka pintu dan masuk dengan sopan bersama Lia yang mengikuti dari belakang.
"Permisi, Pak. Saya membawa teman saya yang mau bekerja di sini." ujar Iteung memperkenalkan Lia pada bos nya.
Pak Karso yang sedang asyik membaca koran menghentikan kegiatan nya dan menatap Lia sejenak. Ada keterkejutan sejenak di wajah lelaki itu namun cepat dia sembunyikan ketika lelaki itu menatap wajah Lia.
"Pak,...pak Karso,..." panggil Iteung menyadarkan Pak Karso yang sempat melamun ketika melihat Lia.
Dahlia pun juga tanpa sadar menatap balik Pak Karso.
"Ehh,...iya Iteung," jawab Pak Karso yang sedikit terlonjak karena kaget mendengar panggilan Iteung.
"Dari tadi bapak liatin temen saya," ucap Iteung menegur bosnya itu secara halus.
"Aduh,... maaf. Tadi bapak liatin kamu karena kamu mirip keponakan bapak di kampung. Tadinya bapak pikir kamu itu keponakan bapak yang mau kerja di sini." ucap Pak Karso sambil tersenyum menatap Iteung dan Lia.
"Silahkan duduk, ...ada apa ya,..nak Iteung?" tanya pak Karso lagi.
"Begini, Pak. Sebelumnya bapak kan pernah bilang mau menambah karyawan baru karena teh Ita berhenti lantaran sakit. Nah, kebetulan teman saya ini sedang mencari pekerjaan. Maka saya bilang dia coba aja melamar di sini. Kenalkan, namanya Dahlia, Pak," Iteung memperkenalkan Lia kepada pak Karso.
Pak Karso menatap Lia..Dahinya sedikit berkerut tetapi dia tetap tak berucap.
Terjadi keheningan di dalam ruangan itu sebelum akhirnya Iteung yang tak tahan
kembali bertanya pada Pak Karso.
"Bagaimana , Pak.?" apakah teman saya ini bisa bekerja di sini?" tanya Iteung tak sabaran karena Pak Karso masih terdiam.
"Aneh,...." guman pak Karso seperti pada diri sendiri.
"Pak,...pak Karso..! Gimana nasib teman saya ini. Apa dia diterima bekerja di tempat ini atau tidak?"
?????
oiya kapan2 mampir di ceritaku ya..."Psikiater,psikopat dan Pengkhianatan" makasih...