Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Henti dan Dela terkejut mendengar ucapan Wendi. Tak lama dari itu akhirnya mereka berdua menertawakan cemoohan Wendi.
"Apa kamu mendengar ucapannya, Dela?" ledek Henti dengan suara ketawanya yang amat besar.
"Iya Mah," jawab Dela sembari memegang perutnya yang sakit karena ketawa.
"Baru saja kalian pindah ke rumah ini sudah sombong, belagu!" cemooh Henti sedikit mengangkat ujung bibirnya.
Widi yang sudah habis kesabarannya pun langsung beranjak mendekati 2 makhluk kejam yang pernah ada di kehidupannya. Namun, Ibunya langsung mencegah agar tidak menimbulkan masalah yang panjang, Widi hanya tersenyum manis di depan Ibunya.
"Kalian berdua cepat bersihkan pecahan beling yang kalian banting tadi!" ucap Widi sedikit menekan dan menahan amarahnya.
"Berani sekali kamu menyuruh kami membersihkan sampah yang ada di rumah kamu!" ucap Dela tak terima dengan penuturan Widi dan ia mendorong bahu Widi dengan kuat.
"Jaga ucapan kamu!" bentak Henti dengan menunjuk ke wajah Widi.
Widi hanya tersenyum sinis dan menatap mereka sekilas, ia ingin bertindak lanjut yang lebih dari itu. Tapi, ia merasa belum saatnya menuntaskan rasa sakit hatinya yang selama ini ia pendam.
"Pak satpam!" teriak Widi dengan santai, sekilas ia melihat Bapaknya sedang menuntun Ibunya untuk berdiri.
"Sejak kapan rumah ini ada satpam?" tanya Henti dengan bingung, 2 beranak pun saling bertatapan dengan heran.
"Kamu mau menakuti kami!" ucap Dela dengan sombongnya.
"Iya non muda, ada apa?" tanya satpam yang tiba-tiba masuk ke dalam, lantas membuat Henti dan Dela ter pelongo melihat kedatangan satpam.
"Apa-apaan kamu, Widi! Berani kamu mengusir aku," ucap Henti dengan rahang mengeras dan mata melebar, ia tidak terima di usir dari rumah Widi.
"Ia, baru saja pindah ke sini sudah sombong!" sambung Dela menunjukkan wajah tak sukanya.
Widi tersenyum sinis mendengar penuturan mereka, ia mengatur nafasnya dan berjalan mendekati Ibu dan anak yang kejam.
"Aku tidak menerima tamu seperti anda!" ucap Widi dengan penekanan, lantas membuat Henti dan Dela terpelongo.
"Jangan pernah membiarkan mereka masuk ke dalam rumah tanpa seizin saya!" ucap Widi pada satpam, ia menutup pesan agar mereka tidak mencari masalah lagi di rumahnya.
Henti dan Dela pun berontak, ia tidak terima perlakuan buruk dari Widi.
"Lepaskan, aku bisa jalan sendiri!" bentak Henti. Seketika satpam ketakutan melihat tamu marah.
.
.
.
Saat jam makan siang di kantor, Widi berniat menjumpai kantor kliennya. Kebetulan Widi tidak mengubah gayanya, ia tetap berpenampilan sederhana segimana kehidupannya di masa itu.
Sementara itu, Dela yang sedang asik ngerumpi sama temannya pun tidak sengaja ia melihat kedatangan Widi. Ia membisikkan sesuatu di telinga temannya, tak lama ia langsung menghampiri Widi yang sedang berdiri dekat meja supervisor.
Bugh!
Dela sengaja menabrak Widi. Sehingga membuat Widi hampir terjengkal, Widi tetap menjaga wibawanya meskipun posisinya di atas, ia merasa kehidupannya sama saja dengan orang lain tanpa merasa sombong dengan keberhasilannya selama ini.
"Aw!" keluh Widi sembari memegang bahunya yang tertabrak oleh Dela.
"Punya mata gak lu!" bentak Dela.
Sontak Widi terkejut ternyata yang menabraknya ialah Dela. Bukannya minta maaf malah memarahi Widi di depan umum sehingga menarik perhatian, bahkan temannya pun ikut menyudutkan Widi sehingga mereka menjadi korbannya.
"Dela?" ucapnya dengan lirih.
Widi mengatur nafasnya dan memberi senyuman lelucon.
"Harusnya yang ngomong seperti itu, aku! Bukan kamu," jawab Widi sedikit mendorong bahu Dela.
Teman Dela pun terkejut, ia tidak menyangka Widi berani membalas ucapan Dela. Widi berjalan ke arah lift ingin menjumpai ruangan kliennya.
"Hei! Mau kemana kamu?" ucap Sintia teman Dela.
"Bukan urusan kalian!" ketus Widi.
"Hei, perusahaan ini tidak terima karyawan miskin seperti elu!" sentak Dela meremehkan kedatangan Widi. Widi hanya menatap nalar ke arah Dela.
"Apa kamu gak tau, siapa Dela di perusahaan ini?" sambung Sintia dengan bangga membela temannya, Widi hanya menghardik bahunya.
"Ia manager di perusahaan ini, dan kamu kalo mau melamar pekerjaan di sini. Sudah jelas banget kan jawabannya?" ucap Sintia dengan sumringah, Widi hanya menahan ketawa saja.
"Udah Sin, gak perlu lu jelaskan. Gak bakal paham dia!" ledek Dela.
"Oh iya aku lupa, hahahaha!"
"Miskin mah miskin aja, ini aku kasih uang ke kamu untuk makan kamu selama satu minggu!" Dela memberi beberapa lembar uang merah ke tangan Widi.
"Maaf, aku gak butuh uang kamu," jawab Widi dengan santai.
"What! Dia menolaknya Dela?" ucap Sintia yang sangat kaget dengan penolakan Widi.
"Biasa Sin, mungkin dia mengira bakal diterima di perusahaan ini," ledek Dela dengan ketawa besarnya.
"Astaga! Belum tentu kali di terima bekerja di sini, apa lagi cuma tamatan SMA doang," sambung Sintia dengan menunjukkan expresi jijik ke arah Widi.
Widi jengah dan muak melihat ulah Dela serta temannya yang sama-sama tidak ada otak untuk berpikir, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja Dela menyambar dokumen penting yang di bawa oleh Widi.
Srek!
Widi tersentak melihat aksi jahat Dela dan temannya.
"Dela, tolong kembalikan berkas itu! Jangan kamu apa-apa kan!" mohon Widi. Ia cemas jika berkas itu akan di salah gunakan oleh Dela.
"Kamu mau ini!" tanya Dela sembari memainkan berkas Widi.
"Dela, aku mohon jangan kamu mainkan berkas itu!" ucap Widi memohon.
"Dengan satu syarat!" tantang Dela. Saling melempar senyum ke arah temannya.
"Apa syaratnya?"
"Cium kaki aku!" ucap Dela dengan senyum meremehkan.
"Apa!" panik Widi. Ia tidak terima dengan syaratnya, demi berkas ia rela menurutinya.
"Demi berkas!" sambung Dela dengan menaik turunkan alisnya.