Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
Hari-hari kulalui seperti biasa. Aku kembali menjalani rutinitasku sebagai istrinya Roy. Ya , akhirnya aku memutuskan untuk kembali menerima tawaran Roy. Karena dari dalam lubuk hatiku aku tak ingin pergi dari Roy.
Dia benar-benar berubah.
Sejak saat itu , tak ada lagi hal-hal yang disembunyikan Roy dariku. Selalu pulang tepat waktu. Jika ada kesibukan maka dia akan mengabariku secepatnya. Dia pun sudah memutuskan kontak dengan Rina dan keluarganya. Aku merasa diriku sudah menjadi prioritas Roy.
Tak ingin mengganggu privasinya, Aku mengembalikan Hpnya yang dia titipkan padaku malam itu. Sepenuhnya aku telah percaya padanya.
Akupun menghapus pertemananku dengan Rina di sosial media. Aku tak ingin terlarut dalam rasa curiga dan sakit hati karena terbawa dengan provokasi status-status Rina di sosial media.
Tanpa terasa usia kandunganku memasuki bulan ke lima, perutku sudah mulai membesar. Rasa mual pun sudah berkurang. Aku masih rutin memeriksakan kandunganku ke dokter setiap bulan. Kadang mama dan kak Arini ikut menemani , kadang hanya aku dan Roy saja.
Ibuku juga sering mengirimkan masakannya kesukaanku sesekali.
Aku semakin dimanja dan diperhatikan oleh semua orang. Di rumah aku tak diperbolehkan melakukan apapun oleh mama. Sesekali aku menyibukkan diri dengan menyiram tanaman dan bunga di halaman belakang.
Roy bahkan tak mengijinkan aku melanjutkan Program Studi Pendidikan Kenotariatan , yang sudah aku daftarkan beberapa bulan yang lalu. Aku yang sebelumnya sangat bersemangat untuk melanjutkan pendidikan, harus kuurungkan niatku untuk mematuhi perkataan suami.
Hari ini seperti biasa aku membantu Roy memasangkan dasi. Sedikit berjinjit karena Roy terlalu tinggi untuk ukuran tubuhku yang kecil mungil.
Aku perhatikan kemeja Roy agak longgar tidak seperti biasa kemejanya yang pas badan. Celananya pun sama.
Ah apa aku kurang memperhatikan suamiku? Kutatap wajahnya. Matanya agak cekung. Tulang pipinya pun sedikit menonjol. Aku baru menyadari ternyata Roy agak kurusan. Aku semakin merasa bersalah. Kenapa aku tak menyadarinya sedari awal?
" Roy, kamu agak kurusan deh kayaknya" tak tahan aku pun bertanya.
" masa sih? Ga kok perasaan kamu aja "
" Beneran nih liat, kemejanya kedodoran gini "
" Benar juga sih, ya udah biarin aja yang penting kan sehat"
" Jangan terlalu capek, makan siang juga jangan lewat. Bekalnya dimakan " aku menasehati Roy
" Iya sayang..... Kayaknya aku cuma kurang makan siang aja. Beberapa hari ini pekerjaan menumpuk di kantor. "
" Kamu jaga kesehatan ya, aku sama baby butuh kamu loh " sambil mengusap perutku yang sudah mulai membesar. Roy meraih tubuhku dan memelukku.
" Iya sayang, kamu juga jangan kerja yang berat-berat ya. Makan yang banyak, vitamin sama susunya juga. "
"Aku udah bulat banget Roy, tiap hari mama sama ibu menunya ditambah terus " aku sedikit cemberut.
" Masih tetap cantik kok, lebih cantik sekarang montok " sambil mencubit pipiku Roy sedikit meledek dan tertawa pelan.
" Ya udah, sekarang udah rapi. Ayo turun. "
Siangnya tak lupa aku mengingatkan Roy untuk makan dan istrahat.
Setiap hari sudah menjadi rutinitasku untuk menelpon Roy di siang hari hanya sekedar mengingatkan makan siang dan istrahat.
Aku merasa bersalah ketika kuperhatikan penampilan suamiku yang semakin hari semakin turun berqt badannya.
Malam ini aku terbangun tengah malam karena merasa haus. Kerongkonganku terasa kering. Aku lihat tak ada Roy berbaring disampingku. Kemana dia?
Aku beranjak turun dari ranjang. Air minum sudah ada di atas nakas. Setiap malam Roy menyediakan dua botol air mineral agar aku tak perlu turun ke bawah untuk mengambil air minum jika haus tengah malam.
Setelah minum air, aku melihat Roy sedang menelpon di dekat jendela. Entah dengan siapa dia menelpon tengah malam begini saking seriusnya bahkan dia tak menyadari aku terbangun.
Aku mendekat sekedar untuk menyapa, namun terdengar Roy seperti terisak.
" tolong katakan padanya masih ada dia dalam hatiku. Meski dia jauh aku tak pernah berhenti memikirkannya."
Deg. Jantungku berdetak sangat keras.
“ Setiap hari, setiap saat dia selalu ada dalam benakku. Kakak tau bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Setiap malam aku tak bisa tidur. Aku terlalu sibuk memikirkan dia dan Dara. “
“ Iya kakak benar aku tak bisa memungkiri itu. Mereka berdua sama-sama ada dalam hatiku, namun di tempat yang berbeda. Aku yakin kakak mengerti. “
" Kehamilan Dara sangat sensitif. Kandungannya lemah , tak boleh stres. Aku tak ingin dia memikirkan yang tidak-tidak. "
" Aku harus bagaimana. Aku sangat mencintai Rina, namun aku tak bisa selamanya menahan dia dalam ketidakpastian menungguku. Aku ingin dia bahagia namun aku tak rela dia menemukan kenyamanan dengan orang lain. "
Aku tersentak mendengar kata-kata Roy. Jadi selama ini dia hanya berpura-pura bahagia bersamaku, sedangkan hati dan pikirannya masih tertuju kepada Rina. Begitu besarnya tempat Rina dalam hati Roy yang tak bisa aku gantikan meski posisiku sebagai istri sahnya.
Aku mundur pelan tak bersuara. Mataku berkaca-kaca, bulir-bulir bening tak mampu kubendung. Air mataku tumpah, aku menangis tanpa suara. Aku tak mampu menerima kenyataan ini.
Ternyata akulah penyebab hidupnya Roy menjadi sangat tertekan.
Sudah sangat lama dia menahan sendiri tekanan batinnya sehingga tak bisa tidur setiap malam. Berat badannya semakin turun. Wajahnya kusut tak bercahaya lagi.
Demi aku dan bayiku, Roy rela berkorban mengabaikan hati dan perasaannya.
Aku merebahkan tubuhku pelan ke atas ranjang, diam tanpa suara. Aku tak ingin Roy menyadari bahwa aku mendengar percakapannya di telpon.
Sudah satu jam berlalu kulihat Roy sudah menutup telponnya tapi dia masih berdiri bersandar samping jendela sambil menatap ke arah luar, tirai jendela terbuka sebagian.
Aku bertanya dalam hati apakah setiap malam dia seperti ini? Terbangun tengah malam sambil termenung. Inikah penyebab mata cekung dan pipi tirusmu Roy?
Sekarang, aku sadar aku tak punya tempat di hati Roy, sudah bertahun-tahun seharusnya aku sadar lebih awal bahwa aku hanyalah cinta palsu dan selamanya seperti itu.
Aku seharusnya segera bangun dari mimpiku. Meski aku memiliki raganya namun tidak dengan hatinya.
Kutatap Roy dari tempat tidur, aku ingin segera menyelesaikan ini namun aku tak ingin menambah bebannya.
Perasaan cintaku yang sudah membuat Roy menderita. Apakah aku harus menambah beban Roy lagi dengan memisahkan dia dari anaknya?
Aku harus bagaimana Tuhan.
Aku tak sabar menunggu pagi. Aku ingin tahu apa penyebab putusnya hubungan Roy dan Rina. Tidak mungkin karena aku.
Roy datang melamarku disaat dia sudah putus dari Rina. Jadi kemungkinan penyebab mereka putus bukanlah aku.
Aku merasakan ada pergerakan di atas ranjang samping tempatku berbaring. Roy sudah berbaring kembali sambil membelakangiku.
Aku masih belum bisa menutup mataku. Hingga pagi aku masih terjaga.
Aku bergegas membersihkan diri dan melanjutkan Sholat Subuh sendiri. Tak kubangunkan Roy karena hatiku masih sedikit kecewa kepadanya. Biarlah dia terbangun sendiri dan melaksanakan Sholat sendiri juga.
Setelah Sholat, aku bergegas turun ke bawah, bibi sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan.
" pagi bi..."
" pagi, eh mba Dara.... Mau minum mba? Saya buatkan susu ya?"
" ga usah bi, lanjutkan saja pekerjaannya. Aku hanya ingin membantu bibi aja. "
" tidak perlu mba Dara, nanti mba capek. Saya bisa sendiri kok "
" saya bosan bi duduk terus. Potong-potong sayuran atau bawang juga boleh bi. Yang ringan-ringan aja. " jawabku kekeh ingin membantu bibi di dapur.
Sesungguhnya aku hanya ingin menghindari Roy di kamar. Aku adalah orang yang gampang terpancing emosi. Aku tak ingin memulai pertengkaran di pagi ini. Biarlah untuk sementara aku menyimpan dalam hatiku cerita ini. Nanti pada saatnya aku akan bertanya padanya.