NovelToon NovelToon
Tlembuk

Tlembuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Duniahiburan / Dikelilingi wanita cantik / Playboy / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5: Membakar Sisa Harapan

Lily duduk di trotoar sambil menghisap rokoknya, merasakan setiap tarikan asap yang mengalir ke paru-parunya. Bir yang baru diminumnya terasa hangat di perutnya, namun semangatnya untuk bersenang-senang di malam yang sunyi ini perlahan mulai memudar. Dia mengamati jalanan sepi yang hanya sesekali dilalui mobil, berpikir tentang segala yang telah dilaluinya dalam waktu singkat.

"Sisa rokoknya tinggal sedikit," gumamnya pada diri sendiri, melihat batang rokoknya yang hampir menyisakan sedikit saja. Dia berusaha menahan rasa putus asa yang menggerogoti pikirannya. Keberadaan Om Joko semalam masih membekas, seakan memberi harapan palsu di antara kehidupannya yang keras.

Setelah menghabiskan birnya, Lily berdiri dan memutuskan untuk kembali ke tempat tinggalnya. Namun sebelum pergi, ia menyalakan rokok yang tersisa dan menghisapnya dalam-dalam, merasakan kenikmatan yang bisa didapat dari benda kecil itu.

Saat ia berjalan perlahan di sepanjang trotoar, matanya melirik sekelompok pemuda yang masih nongkrong di pinggir jalan, sama seperti sebelumnya. Beberapa di antara mereka sudah mengenali wajahnya. Kali ini, mereka tidak mengeluarkan komentar sarkastik. Mungkin mereka merasa lelah atau bosan. Namun, salah satu dari mereka, yang terlihat lebih percaya diri, memanggilnya.

"Hey, neng! Mau ikut gabung sama kita? Kita seru-seruan, nih!" ujarnya dengan nada menggoda.

Lily menahan napas sejenak, merasakan dorongan untuk menjawab atau sekadar mengabaikan mereka. “Nggak, terima kasih,” jawabnya singkat sambil melanjutkan langkahnya. Dia berusaha menjaga jarak, namun di dalam hati, ada rasa penasaran mengapa dia terus dihadapkan pada situasi seperti ini.

Namun, sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, satu dari mereka mendekat. "Eh, jangan gitu dong! Kita bisa seru-seruan bareng, kok. Dapat rokok sama bir juga, kalau mau."

Lily berhenti sejenak, menoleh dan mengamati wajah pemuda itu. Ia terlihat lebih muda, mungkin baru memasuki usia dewasa. Dalam situasi normal, dia mungkin akan terjebak dalam perbincangan santai, tetapi kali ini, hatinya tidak berada dalam suasana yang tepat.

“Enggak, aku mau pulang,” ujarnya tegas, sambil berusaha menunjukkan bahwa dia tidak berminat untuk berlama-lama.

Melihat penolakannya, pemuda itu tampak kecewa. “Yah, sayang banget, sih. Kami cuma mau ngajak ngobrol. Kamu cantik, loh. Sayang kalau sendirian.”

Lily mengernyitkan dahi. Komentar itu tidak membuatnya merasa lebih baik. Justru, ia merasakan sebuah sensasi yang tidak nyaman, seolah-olah semua perhatian itu adalah beban. “Terima kasih, tapi aku benar-benar mau pergi,” jawabnya sambil mempercepat langkahnya.

Sesampainya di rumah, Lily duduk di tepi ranjang. Dia meletakkan tasnya di samping dan mengeluarkan rokok yang sudah hampir habis. Dia menarik napas dalam-dalam dan merasakan asap rokok mengisi ruangan yang sepi. Dalam momen itu, dia teringat pada hidupnya sebelum semua ini, saat ia masih memiliki harapan dan cita-cita yang cerah.

Dia melirik ke arah cermin di sudut ruangan. Refleksi wajahnya menunjukkan seorang wanita muda yang berjuang di tengah kesulitan. Kecantikan yang dimilikinya kadang membuatnya merasa terjebak, bukan menjadi berkah seperti yang orang lain bayangkan. “Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?” tanyanya pada diri sendiri.

Saat ia menyalakan rokok terakhirnya, sebuah pikiran melintas di kepalanya. Mungkin ini bukan satu-satunya cara untuk bertahan. Mungkin, ia bisa menemukan sesuatu yang lebih baik dari semua ini. Namun, untuk melakukannya, ia perlu mengumpulkan semua keberaniannya.

Lily memutuskan untuk beristirahat malam ini dan merencanakan langkah selanjutnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tahu satu hal: hidupnya harus berubah.

Lily duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela. Malam semakin larut, dan bintang-bintang bersinar cerah di langit. Suara angin yang berdesir membuat suasana terasa sejuk, tetapi hatinya masih diliputi rasa galau. Ia berusaha mencari cara untuk mengalihkan pikirannya dari peristiwa tadi malam dan semua interaksinya yang tidak nyaman.

Rokok terakhirnya hampir habis, dan saat dia menghisapnya, pikiran tentang masa depan mulai menghantuinya. “Apa aku benar-benar mau terus hidup seperti ini?” tanyanya pada diri sendiri. Dia merindukan saat-saat di mana dia bisa bermimpi dan merencanakan masa depan yang lebih baik.

Beberapa saat kemudian, ponselnya bergetar di atas meja. Lily meraih ponselnya dan melihat notifikasi pesan dari seorang temannya, Dinda. “Lily, kita harus ketemu! Ada sesuatu yang seru!”

Lily tersenyum kecil. Dinda selalu tahu bagaimana menghiburnya. Dengan cepat, dia membalas pesan tersebut, “Oke, di mana?”

Dinda membalas, “Di café dekat kampus, jam 7. Jangan terlambat ya!”

Setelah membalas pesan, Lily merasa sedikit lebih baik. Dia tahu pertemuan dengan Dinda akan membawanya keluar dari rutinitas harian yang monoton. Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap.

Setelah mandi dan berdandan, Lily memilih pakaian yang lebih santai tapi tetap menarik: sebuah atasan simpel dan jeans ketat yang menonjolkan bentuk tubuhnya. Dia memandang cermin, memastikan bahwa dia terlihat baik dan siap untuk bergaul dengan Dinda.

Di perjalanan menuju café, pikirannya mulai melayang lagi. Apa yang akan dia katakan pada Dinda tentang kehidupannya? Apakah dia harus menceritakan segalanya atau hanya menghindar? Dia tahu Dinda adalah teman baiknya, tetapi tidak semua hal bisa dia ceritakan.

Sesampainya di café, aroma kopi dan kue kering menyambutnya. Dinda sudah menunggu di sudut ruangan, mengangkat tangan dan melambaikan tangan untuk menyambut Lily.

“Lily! Kamu datang juga akhirnya!” Dinda menyapa ceria.

“Ya, aku juga butuh suasana baru,” jawab Lily, tersenyum.

Mereka duduk dan mulai berbincang-bincang. Dinda mulai menceritakan tentang kuliah dan kegiatan terbaru di kampus, sementara Lily hanya tersenyum dan mendengarkan. Dalam hati, dia merasa bersyukur memiliki teman yang selalu ada untuknya.

“Eh, kamu kelihatan berbeda, Lily. Ada yang mau kamu ceritakan?” tanya Dinda, tatapan penasaran di wajahnya.

Lily menelan ludah. “Nggak ada yang spesial, kok. Hanya beberapa hal yang harus kuhadapi. Tapi aku baik-baik saja,” jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan.

Dinda tidak terlihat puas dengan jawaban itu. “Kamu tahu, aku selalu ada kalau kamu butuh bercerita. Kita kan sahabat!”

Lily hanya tersenyum, mencoba menutupi rasa cemas yang menggerogoti pikirannya. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa dia perlu jujur pada Dinda suatu saat nanti.

Setelah beberapa menit berbincang-bincang, Dinda tiba-tiba bertanya, “Bagaimana kalau kita ikut acara open mic malam ini? Ada penyanyi-penyanyi seru yang bakal tampil!”

Lily terkejut. “Aku? Nyanyi di depan orang banyak? Nggak deh, aku malu.”

“Ah, jangan gitu! Ini kesempatan bagus untuk mengalihkan pikiranmu dan bersenang-senang. Lagipula, banyak orang yang mau tampil juga. Kamu bisa mencoba!” Dinda mendorongnya.

Setelah berpikir sejenak, Lily merasa tergoda. Mungkin ini adalah cara untuk melupakan semua yang terjadi selama ini. “Baiklah, aku coba,” jawabnya, sedikit bersemangat.

Setelah menyelesaikan segelas kopi, mereka berdiri dan melangkah menuju panggung kecil di sisi ruangan. Rasa gugup mulai mengisi perut Lily. Di depan, beberapa orang sudah antri untuk tampil.

“Aku ada di sini untuk mendukungmu, Lily!” Dinda berteriak, membuat Lily tersenyum.

Satu per satu, penyanyi tampil, dan Lily merasa semakin bersemangat. Ketika gilirannya tiba, dia melangkah ke depan dengan penuh keberanian. Dia mengambil mikrofon dan merasakan keraguan di dalam hatinya. “Apa aku bisa melakukannya?” tanyanya dalam hati.

Sebelum menyanyi, dia melihat Dinda yang tersenyum, memberi dorongan. Dia menarik napas dalam-dalam dan memulai lagu yang sudah lama ingin dia nyanyikan. Suara musik mengalun, dan untuk sesaat, semua ketegangan dan kecemasan dalam hidupnya menghilang. Dia merasa hidup, seolah-olah semua beban yang mengikutinya lenyap seketika.

1
Zhu Yun💫
Tenang Ly, masih ada stok rokoknya om Joko noh 🤭😁🤣🤣✌️
DJ. Esa Sandi S.: eh, minta kontak wa kamu sih ...
Zhu Yun💫: masama kakak 👍
total 4 replies
Zhu Yun💫
Tangan Om Joko nakal ya 🤭😁🤣✌️✌️
Zhu Yun💫
Pak Herman pengin nyobain daun muda juga nih 🤭
Pasatv Mase
vidionya kok gak ada
DJ. Esa Sandi S.: ini kan novel boss
total 1 replies
Zhu Yun💫
Beban hidup ya Ly,,, Semangat ya Ly, semua ada masanya.... 😁💪💪
Zhu Yun💫
weleh-weleh 😅
DJ. Esa Sandi S.: /Applaud//Applaud/
total 1 replies
Zhu Yun💫
Semangat kak Esa buat novel barunya 💪💪💪
DJ. Esa Sandi S.: udah q follback yah /Sly//Sly/
Zhu Yun💫: Follback kakak, nanti bisa saling chat,,
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!