Aruni sudah sangat pasrah dengan hidupnya, berpikir dia tak akan memiliki masa depan lagi jadi terus bertahan di kehidupan yang menyakitkan.
"Dasar wanita bodoh, tidak berguna! mati saja kamu!" makian kejam itu bahkan keluar langsung dari mulut suami Aruni, diiringi oleh pukulan yang tak mampu Aruni hindari.
Padahal selama 20 tahun pernikahan mereka Arunilah sang tulang punggung keluarga. Tapi untuk apa bercerai? Aruni merasa dia sudah terlalu tua, usianya 45 tahun. Jadi daripada pergi lebih baik dia jalani saja hidup ini.
Sampai suatu ketika pertemuannya dengan seseorang dari masa lalu seperti menawarkan angin surga.
"Aku akan membantu mu untuk terlepas dari suamimu. Tapi setelah itu menikahlah denganku." Gionino.
"Maaf Gio, aku tidak bisa. Daripada menikah lagi, bukankah kematian lebih baik?" jawab Runi yang sudah begitu trauma.
"Kamu juga butuh seseorang untuk menguburkan mu Runi, ku pastikan kamu akan meninggal dalam keadaan yang baik."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LFTL Bab 2
Aruni dengan cepat menurunkan pandangannya, berpikir keras bagaimana caranya dia lari dari situasi yang memalukan ini.
Aruni pikir Tuhan tengah membantunya dengan diturunkan hujan, sebab membuatnya terbebas dari rasa haus yang begitu menyiksa. Namun siapa sangka, dia justru dipertemukan dengan seseorang yang tak pernah Aruni duga. Seolah membawanya terjun kembali ke dari masa lalu yang ingin dia lupakan.
"Maaf Tuan, sepertinya anda salah orang," jawab Aruni, dia berkilah. Tidak mungkin menunjukkan diri dalam keadaan seperti ini, Aruni menundukkan kepala sampai rambutnya yang basah menutupi wajah.
Sungguh, Aruni bersedia bertemu dengan siapapun di dunia ini, asalkan jangan pria tersebut.
Diantara pikirannya yang buntu, akhirnya Aruni memilih untuk langsung pergi. Melangkah cepat keluar dari halte bus, terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
Tak peduli meski kini tubuhnya jadi basah kuyup karena hujan menerpa secara langsung.
"Aruni," gumam Gio di saat bayangan Wanita itu telah benar-benar hilang dari pandangannya. Kini yang nampak hanya hujan yang begitu lebat.
Bahkan payung yang Gio gunakan tidak benar-benar mampu melindungi tubuhnya, sepatu dan celana bagian bawahnya masih basah terkena percikan air.
Sama halnya seperti Aruni, Gionino pun jadi teringat semua kenangan di masa lalu yang baginya terasa menyakitkan.
Dia seperti bimbang, bertanya-tanya benarkah wanita itu adalah Aruni. Wanita yang pernah sangat dia cintai, namun juga memberikan luka yang paling dalam.
Mereka telah merencanakan pernikahan, tapi di lain hari Gio justru menerima undangan pernikahan dari Aruni dan pria lain.
Tapi waktu sudah berlalu begitu lama, ketika mengingat memang masih ada sedikit desir nyeri. Tapi saat melihat wanita itu tadi rasa iba jauh lebih menguasai diri.
Jika benar wanita itu adalah Aruni, maka kini Aruni benar-benar sudah berubah. Tubuhnya nampak kurus dengan wajah yang kusam dan beberapa keriput.
Sementara Aruni yang dia kenal adalah wanita cantik dengan senyum yang begitu manis. Selalu mendapatkan juara saat SMA, gadis yang digadang-gadang memiliki masa depan cerah.
Tapi apa itu tadi? Aruni nampak seperti seorang buruh.
"Tuan, lebih baik kita segera pergi. Nampaknya wanita itu baik-baik saja," ucap Deni, dia adalah asisten pribadi Gionino. Seseorang yang mengemudikan mobil berwarna hitam tersebut.
"Cari tahu tentang wanita itu, Aku ingin tahu apakah dia Aruni atau bukan."
"Baik Tuan," jawab Deni, meski sedikit bingung dengan perintah sang Tuan. Karena tiba-tiba sang Tuan memberinya perintah untuk menyelidiki seorang wanita asing yang mereka temui di jalanan.
*
*
Hujan masih belum reda sampai sore menjelang.
Dengan perasaan gundah Adrian berulang kali mengintip dari balik jendela menunggu kepulangan sang ibu. Di dalam hatinya berulang kali bertanya kenapa hujan harus turun sekarang? tidak bisakah hujan turun setelah sang ibu pulang saja?
Setiap hari Adrian selalu merasa Tuhan tak pernah adil pada ibunya. Hidup yang seolah menderita dari berbagai sisi. Tanpa ada satupun kebahagiaan yang nampak.
Ketika samar-samar Adrian melihat sang ibu di ujung sana, dia langsung keluar dan membawa sebuah payung, berlari menyambut.
Tanpa ada kata-kata Adrian langsung memeluk pundak ibu Aruniya agar berlindung di bawah payung yang sama, Adrian memanglah anak yang pendiam. Daripada menunjukkan kata-kata, dia lebih memilih untuk langsung bertindak.
"Adrian, kenapa kamu keluar. Bajumu jadi ikut basah karena ibu," ucap Aruni, sekarang mereka sudah berada di teras rumah.
"Tidak usah berhenti di sini, ibu langsung masuk saja. Nanti aku yang akan mengepel lantainya."
"Tidak Adrian, ibu akan lewat samping, lebih baik kamu buka pintu dapur."
"Papa tidak ada di rumah Bu, aku sudah memberinya uang 10 ribu tadi." balas Adrian, dia tahu sang ibu tak ingin langsung masuk karena takut atas kemarahan sang ayah.
"Darimana kamu mendapatkan uang itu, Nak?"
"Tabunganku."
"Ya Tuhan," lirih Aruni, hatinya sakit sekali saat mendengar hal itu. "Maafkan ibu Nak."
"Ayo masuk," jawab Adrian langsung, tidak ingin mendengar kata-kata sedih yang akan keluar dari mulut ibunya. Adrian juga langsung menarik sang ibu ke dalam rumah, tidak perlu hujan-hujanan lagi untuk lewat pintu samping.
Di saat ibunya membersihkan tubuh, Adrian langsung mengepel lantai yang basah. Dia juga membuat teh hangat tanpa gula, sebab saat dia lihat gula sudah habis.
Tak berselang lama kemudian Aruni keluar dari dalam kamarnya dan tidak melihat Adrian di manapun, tapi rumah sudah bersih dan ada segelas teh panas di atas meja makan.
Aruni tahu, pasti Adrian yang telah menyiapkan itu semua. Ditatapnya pintu kamar sang anak yang tertutup, tanpa sadar ada air mata yang jatuh dari kedua mata Aruni. Namun dengan cepat Aruni hapus air mata tersebut, sekarang menangis seperti tidak ada gunanya.
Sebab hidup terus berlangsung dan segala hal meskipun buruk harus dia hadapi sendiri.
Dengan perasaan penuh syukur Aruni akhirnya meminum teh buatan sang anak, menghangatkan perut yang sejak tadi kosong.
Hujan masih terus turun sampai pagi menjelang. Entah kemana perginya Hendra sejak kemarin siang, sampai kini pria itu belum juga menampakkan batang hidungnya di rumah.
Aruni memasak telur goreng dengan campuran tepung untuk sarapan Adrian sebelum pergi ke sekolah. Aruni hanya mampu membeli telur untuk makanan bergizi bagi sang anak.
Kadang dia bahkan menyembunyikan telur itu agar tidak dimasak sendiri oleh sang suami.
"Ibu tidak makan?" tanya Adrian.
"Ibu sudah tadi, makanlah. Sebentar lagi jam 7," balas Aruni, dia menjawab seraya mencuci beberapa peralatan dapur yang kotor. Sebenarnya Aruni belum sarapan, tapi dia ingin Adrian puas lebih dulu, baru setelahnya dia akan makan sisa sang anak.
Sampai jam 8 pagi Hendra tak pulang juga, jadi Aruni memutuskan tidak menunggu dan langsung pergi untuk menawarkan jasanya pada orang-orang. Cuci baju, setrika, mencabut rumput, atau apapun itu akan dikerjakan asal bisa langsung mendapatkan uang.
Aruni tidak sadar bahwa semua gerak-geriknya hari ini tengah dipantau oleh seseorang dari kejauhan.
Gio tertegun, "Aruni, jadi kamu pergi hanya untuk hidup seperti ini?" ucap Gionino.
Makasih & sehat selalu… 😘😘
Kisah ini ada happy ending nya karna alurnya memang di tanganmu Thor..pasti jg akan ada happy ending untuk ibu & anak yg dilupakan karna seorang pelakor.Miris memang tapi juga belajar bahwa hidup memang tdk selalu mudah.Ibu itu seorang wanita karir & karirnya makin bagus pasca cerai..doa terbaik buat mrk berdua..happy ending forever amin.
Ttp semangat Thor..suka bgt kisah mu ini yg minim adegan plus 21 walaupun sebenarnya perlu jg sih adegan biru untuk memperjelas 🙏