Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam
Sepulang kerja, seperti janjinya Alvaro mengajak Dinda ke supermarket. Dia membeli semua yang diinginkan walau gadis itu mengatakan sudah banyak, tapi dia tetap mengambilnya. Dari udang, cumi, ikan, ayam dan daging. Ada juga nugget, sosis dan segala jenis bakso.
"Banyak banget, Om?" tanya Dinda dengan wajah heran. Tadi mereka pulang cepat, sekitar jam tiga sore agar terhindar dari macet.
"Aku suka makan, harus banyak stok makanan. Kamu bisa masak'kan?" tanya Alvaro.
"Bisa dikit-dikit. Tapi tak seenak masakan restoran," jawab Dinda.
"Aku lebih suka masakan rumahan. Bosan masakan restoran," balas Alvaro.
Setelah merasa cukup pria itu lalu membayarnya ke kasir. Mereka seperti pasangan suami istri yang sedang belanja buat kebutuhan rumah.
Alvaro lalu melanjutkan perjalanan menuju apartemen. Sampai di halaman, dia meminta satpam membawakan belanja mereka ke apartemen miliknya.
"Aku mau pulang sebentar. Kamu masak aja buat makan malam. Nanti aku pasti makan di apartemen," ucap Alvaro.
"Om mau aku masak apa?" tanya Dinda.
"Terserah kamu saja. Aku yakin masakan gadis secantik kamu pasti enak," jawab Alvaro.
Wajah Dinda memerah mendengar rayuan Alvaro. Maklum dia belum pernah pacaran sehingga tak ada yang memujinya selain Vina sahabatnya.
"Om bisa aja. Apa hubungannya wajah dengan masakan," balas Dinda.
"Tak ada hubungannya jika itu orang lain, tapi kalau aku dengan kamu ada saja hubungannya. Aku pamit dulu. Jangan lupa masak buat makan malam," ucap Alvaro.
Dinda hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia tak mengerti ucapan Alvaro yang sangat ambigu itu. Pria itu melajukan mobilnya meninggalkan halaman apartemen. Satpam itu mengatakan jika barang belanjaannya telah di bawa hingga ke depan pintu.
**
Sampai di rumahnya jam telah menunjukan pukul enam sore. Alvaro langsung masuk ke ruang kerja. Dia mencari sesuatu di laci meja.
"Akhirnya dapat," ucap Alvaro. Dia mengambil satu map berisi surat perceraian. Dia dulu sempat membuat surat cerai tapi tak jadi didaftarkan karena putrinya Vina memohon agar mencabutnya.
Alvaro membaca isi surat cerai itu. Kali ini dia akan mendaftarkan walau putrinya melarang. Bukankah Vina telah dewasa, dia pasti akan mengerti keputusan yang di ambil. Lagi pula dia telah mengantongi bukti-bukti jika maminya tidak sebaik yang dipikirkan selama ini.
Vina harus tahu semua yang maminya lakukan di luar sana. Alvaro telah memberi kesempatan pada Devi untuk berubah, tapi dia sepertinya sudah tak bisa diarahkan.
Saat Alvaro baru keluar dari ruang kerjanya, dia melihat sang istri yang baru pulang. Dalam hatinya berkata, tumben sang istri pulang cepat.
"Mi, aku ingin bicara," ucap Alvaro.
Devi yang ingin menaiki tangga terkejut mendengar suara suaminya. Tak biasa juga sang suami pulang cepat. Mereka selalu pulang di atas jam sepuluh dan bertemu sebentar sebelum akhirnya tidur. Mungkin sudah hampir dua tahun tidak melakukan hubungan badan.
"Tumben minta izin mau bicara," jawab Devi.
Devi mengurungkan niatnya untuk naik ke lantai atas menuju kamar. Dia lalu berjalan ke arah sofa yang berada di ruang keluarga.
Alvaro lalu duduk dihadapan wanita itu. Dia lalu melempar map yang berisi surat cerai darinya.
"Apa ini ...?" tanya Devi.
"Surat cerai. Aku ingin kamu tanda tangani. Tapi walaupun kamu tak mau, aku tetap akan mendaftarkan ke pengadilan agama. Rumah tangga yang kita jalani saat ini sudah tak sehat. Kita tak saling cinta lagi. Lebih baik berpisah dan masing-masing bisa mencari kebahagiaan sendiri!" seru Alvaro.
"Kalau aku tak mau cerai, kamu mau apa?" tanya Devi.
"Aku akan tetap mendaftarkan," jawab Alvaro.
"Apa yang aku dapatkan jika kita berpisah?" tanya Devi lagi.
"Aku akan beri kamu tiga butik yang sekarang kamu pegang dan rumah ini!" ucap Alvaro.
Devi bertanya begitu karena mereka sebelum menikah telah membuat surat perjanjian pra nikah jika harta yang didapat setelah menikah menjadi hak masing-masing. Sesuai dengan usaha siapa yang mendapatkan.
Sedangkan semua harta saat ini atas usaha Alvaro, istrinya tidak bekerja. Jadi kalau sesuai perjanjian semua ini tetap miliknya, tapi untuk mempermudah proses perceraian dia akan memberikan semua itu agar sang istri mau melepaskan dirinya.
"Aku ingin kamu juga tetap memberiku uang jika aku butuhkan," balas Devi.
"Kau terima tiga butik dan rumah ini atau tidak sama sekali. Kau tak akan dapat apa-apa jika aku mendaftarkan perceraian disertai surat perjanjian pra nikah kita. Keputusan cerai ada pada suami. Tanpa kau setuju pun aku bisa mendaftarnya!" ancam Alvaro.
Devi menarik napas. Dia memandangi wajah suaminya dengan tatapan tajam. Dia tak bisa berbuat apa pun jika pria itu sudah mengancam begitu.
"Aku mau kita bercerai tapi kita akan umumkan setelah pesta anniversary pernikahan. Aku sudah terlanjur membuat rencana dengan keluarga dan juga teman-temanku. Dua bulan lagi kita akan merayakan itu, tak lama'kan?" tanya Devi.
Dia tak mau malu karena sudah terlanjur mengatakan pada teman sosialitanya jika suaminya sangat mencintai dirinya. Walau apa pun yang dia lakukan tak pernah di larang. Rumah tangga mereka masih utuh. Dia akan buktikan nanti pada anniversary pernikahan mereka yang ke dua puluh lima, begitu yang dia katakan pada semua temannya.
Jika mereka tahu dia di gugat cerai bisa malu dirinya. Lagi pula dengan waktu dua bulan itu dia akan menguras dulu harta suaminya. Membujuk putrinya agar berpihak padanya.
"Baiklah, tapi tanda tangani dulu surat persetujuan perceraian itu. Mulai hari ini kau bukan istriku lagi dan aku bebaskan kamu melakukan apa saja. Begitu juga denganku. Kita tak ada ikatan apa pun lagi!" ucap Alvaro menjatuhkan talak pada sang istri.
Walaupun hubungannya dan sang suami tak akur sejak dua tahun lalu, tapi mendengar suaminya berkata begitu masih terasa nyeri di dada.
Alvaro berdiri dan langsung pergi dari hadapan istrinya. Wanita itu masih terduduk di sofa, tubuhnya terasa lemah. Seharusnya dia bahagia karena akhirnya bisa melakukan apa pun tanpa takut suaminya marah.
"Aku yakin Alvaro memiliki wanita lain. Siapa wanita yang telah merebut hatinya? Seperti apa wanita itu?" tanya Devi dalam hatinya.
**
Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama di bawah ini. Terima kasih.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...