Di SMA Gemilang, geng syantik cemas dengan kedatangan Alya, siswi pindahan dari desa yang cantik alami. Ketakutan akan kehilangan perhatian Andre, kapten tim basket, mereka merancang rencana untuk menjatuhkannya. Alya harus memilih antara Andre, Bimo si pekerja keras, dan teman sekelasnya yang dijodohkan.
Menjadi cewek tegas, bukan berarti mudah menentukan pilihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Selalu Gagal
Bab5
Di sudut sekolah, Rina dan gengnya masih merencanakan sesuatu yang baru untuk menyingkirkan Alya.
"Ini belum selesai, Alya. Kita akan lihat siapa yang tertawa terakhir," pikir Rina dalam hati.
Sementara di sisi lain, Alya harus tetap waspada dan terus berjuang menghadapi rintangan-rintangan yang ada di depannya. Namun, dengan keberanian dan dukungan dari teman-temannya, ia yakin bisa melewatinya dengan baik-baik saja.
Alya duduk termenung di bangku taman sekolah setelah kejadian yang membuatnya dicap sebagai penyontek serta dipermalukan di kantin. Di sekelilingnya, siswa-siswa lain berlalu-lalang, beberapa meliriknya dengan tatapan curiga. Geng syantik yang dipimpin oleh Rina tampak puas dengan apa yang mereka lakukan. Mereka berhasil menjebak Alya dan merusak reputasinya.
Lita, yang selalu ceria, mencoba menghibur Alya. “Alya, aku yakin ini Cuma salah paham. Kamu tidak mungkin menyontek dan kejadian di kantin itu, lupakanlah,” kata Lita sambil merangkul bahu Alya.
Alya tersenyum lemah. “Terima kasih, Lita. Tapi rasanya sulit sekali membersihkan namaku sekarang.”
Bimo, anak ibu kantin yang sederhana namun pintar, datang mendekati mereka. “Alya, aku percaya padamu. Kita harus mencari cara untuk membersihkan namamu,” ujarnya dengan suara tenang.
Mereka bertiga mulai menyusun rencana. Bimo mengusulkan untuk memeriksa rekaman CCTV di sekitar kelas dan ruang ujian. Namun, Lita tidak yakin ini akan berhasil, secara mereka dari kalangan beasiswa. Orang-orang yang berani bertindak sesuai keinginannya yaitu dari keluarga menengah ke atas. Lita tidak yakin mereka dapat diizinkan akses untuk melihat cctv.
“Lita, aku baru tahu ternyata di sekolah ini ada perbedaan perilaku sesuai strata ekonomi kita,” Alya merespons penjelasan Lita.
“Di kota memang gini, Al. Jangan heran.”
“Kalau gitu, kuncinya ada di kita. Jika kita tidak bisa melawan mereka secara halus, dengan menunjukkan bukti-bukti kearoganan mereka, kita lawan saja secara langsung. Aku gak takut kok.”
“Serius? Kamu yakin?” Lita membulatkan matanya, mengarah ke Alya. Dia tidak percaya pada ucapan teman barunya ini.
“Jangan Alya, jika kamu berurusan dengan siswa berpengaruh di sini, berarti kamu juga berurusan dengan sekolah ini.” Bimo memperingatkan.
“Mereka memang dari dulu kaya gitu ya? Atau sekarang aja? Saat aku ke sini?” tanya Alya. Penasaran dengan kelakuan geng syantik.
Lita menjelaskan tentang geng syantik. Memang dari dulu geng syantik selalu membuat onar, terutama kepada siswa yang dinilai bisa mengancam kepopulerannya Entah siswa yang terlihat cantik, pintar atau bahkan yang lebih kaya.
Siswa yang kelihatannya lebih kayak saja bukannya dijadikan teman atau masuk ke geng mereka, malah sebisa mungkin dibuat tidak betah di sekolah tersebut. Sebab Rina si ketua geng tidak mau jika orang yang memiliki jabatan lebih dari keluarganya menjadi ketua geng nantinya. Rina tidak mau menjadi anak buah. Hingga siapa pun harus disingkirkan yang bisa merebut posisi kepopulerannya dari geng cantik.
“Kalau gitu habis sekolah ini, kita coba temui security.” Alya tiba-tiba menyampaikan idenya.
“Mau apa?” jawab Lita sedikit terkejut.
“Sesuai rencana kita tadi. Coba saja dulu.” Alya menjawab dengan tegas.
Lita dan Bimo melihat keyakinan pada diri Alya, seorang siswa pindahan dari desa yang begitu memesona dari segala hal. Kepintarannya, kecantikannya serta keberaniannya. Di sekolah tersebut hanya Lita dan Bimo yang menyimak dengan baik kenapa geng syantik selalu berbuat onar.
Siswa-siswa yang lain lebih ke tidak peduli, mereka menganggap apa yang dilakukan geng syantik hanya kebiasaan mereka saja, karena merasa memiliki geng populer. Banyak siswa yang belum tahu bahwa perilaku geng syantik adalah memiliki tujuan tertentu. Termasuk Andre dan Arga, kedua cowok itu menganggap yang dilakukan geng syantik hanya kurang kerjaan sekelompok cewek-cewek heboh.
##Saat pelajaran berakhir##
Sesuai rencana, Alya, Lita dan Bimo, yang kini mereka jadi tiga sekawan, pergi ke ruangan security. Mereka menyampaikan niatnya. Namun, saat mereka mencoba mengakses rekaman tersebut, pihak keamanan sekolah memberi alasan bahwa rekaman telah rusak atau terhapus, hal ini membuat mereka merasa sedikit kecewa.
Awalnya tiga sekawan itu bersuka cita, karena ternyata security memberikan izin melihat cctv. Nyatanya tidak bisa diputar dengan baik.
Akhirnya mereka pulang saja. Dan seperti biasa, Alya diantar oleh Bimo sampai ke depan rumah.
***#
Hari-hari berikutnya, gangguan dari geng syantik yang dipimpin oleh Rina semakin intens. Alya mulai merasa tertekan dan terisolasi. Beruntung Alya sudah terbiasa dengan kehidupan di kampung yang serba dituntut sabar, sederhana, apa adanya. Hingga gangguan dari geng syantik dihadapi dengan sabar meski terasa sekali bebannya. Tidak perlu dilawan lagi dengan kekerasan, Alya tidak diajarkan seperti itu oleh keluarganya.
Andre, ketua tim basket, yang kebetulan memperhatikan situasi Alya, mendekatinya setelah latihan. “Aku tahu kamu sedang menghadapi masa yang sulit, Alya. Jika kamu butuh bantuan, aku ada di sini,” katanya dengan tulus.
Alya merasa terharu dengan tawaran tersebut. “Terima kasih, Andre. Itu sangat berarti bagiku.”
Alya mengikuti olahraga basket hanya semata penasaran saja, sebab sekolahnya di kampung tidak ada kegiatan basket. Itu juga diajak oleh Andre, dengan alasan postur tubuh Alya yang tinggi dan proporsional, akan bagus jika mengikuti olah raga basket. Wanita mengikuti olahraga basket, sangat keren sekali, bujuk Andre saat itu.
Sementara itu, Bimo dan Lita terus berusaha mencari cara untuk membuktikan bahwa Alya tidak bersalah, berbicara dengan siswa lain dan mengumpulkan informasi. Namun, mereka sering menemui hambatan karena pengaruh besar keluarga Rina di sekolah.
Suatu sore yang suram, Alya berjalan pulang dari sekolah dengan langkah yang lamban. Langit berwarna abu-abu tua, pertanda hujan akan segera turun. Udara begitu lembab dan dingin, membuat bulu kuduknya berdiri. Jalanan yang biasanya ramai oleh lalu lalang kendaraan kini lengang, hanya sesekali terdengar suara mesin motor yang melintas. Kali ini dia tidak pulang dengan Bimo, Alya ingin menyendiri dulu.
Di sepanjang jalan yang sepi itu, Alya merasa ada yang tidak beres. Nalurinya mengatakan bahwa ia sedang diawasi. Sesekali ia menoleh ke belakang, tapi tak ada siapa pun. Mungkin hanya perasaanku saja, pikirnya mencoba menghilangkan kecemasan. Namun, perasaan was-was itu terus menghantui setiap langkahnya.
Langit semakin gelap, hampir hitam pekat saat Alya berbelok di tikungan terakhir sebelum rumahnya. Tiba-tiba, suara deru mesin mobil terdengar dari arah belakang. Sebuah mobil hitam dengan kaca gelap berhenti mendadak di dekatnya. Sebelum sempat bereaksi, pintu mobil terbuka dan sepasang tangan kuat menariknya masuk dengan kasar.
Alya berteriak dan berusaha melawan, namun tenaga orang itu jauh lebih kuat. Ia meronta-ronta, mencoba menendang dan mencakar, tetapi usahanya sia-sia. Pintu mobil tertutup dengan cepat, membungkam jeritannya. Dalam sekejap, mobil itu melesat pergi, meninggalkan jalan yang kembali sepi dan sunyi.
Di dalam mobil yang gelap, Alya tak bisa melihat wajah penculiknya. Kepalanya pusing, nafasnya tersengal-sengal. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak kencang, seakan ingin keluar dari dadanya. Perjalanan terasa begitu lama, meski mungkin hanya beberapa menit.
Bersambung....