Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22.
Beberapa jam kemudian tepat pukul 03:00, Amira pun mulai terbangun, dia juga memang sudah terbiasa bangun di jam itu untuk melaksanakan sholat tahajud, sehingga saat ini dia bisa terbangun dengan sendirinya.
" Enghmm.... jam berapa ini?" gumam Amira dengan suara serak khas bangun tidur.
Kedua kelopak matanya pun perlahan mulai terbuka, menyesuaikan dengan cahaya yang ada di sekitarnya.
Beberapa saat setelah kedua matanya itu terbuka, pandangan Amira langsung tertuju kepada sebuah jam dinding yang terletak lurus di posisi tidurnya saat ini.
Setelah melihat ke arah jam dan Sebelum bangkit dari sofa, Amira memilih untuk mengubah posisi tidurnya yang semula setengah terlentang, kini menjadi menyamping ke arah kanan.
" Fajar?" gumam Amira pelan, dengan kedua matanya yang mendadak menajam secara sempurna.
Begitu saat dia mengubah posisi tidurnya, pandangannya langsung lurus, melihat Fajar yang tengah tertidur terlentang dengan kedua tangannya yang dia lipat di depan dadanya.
Posisi tidur Fajar saat ini ada di salah satu sofa yang bersampingan dengan sofa yang Amira tempati.
" Ya, Allah, ternyata aku ketiduran disini"
Dengan perlahan, diapun langsung bangkit dari posisi itu, hingga posisinya yang semula berbaring kini berubah menjadi duduk.
" Apa Fajar tidur disini untuk nemenin aku, atau memang kemauan nya sendiri, ya?" batin Amira sambil melihat ke arah Fajar yang masih tertidur dengan tenang.
Kini, diapun langsung dihadapkan oleh dua perasaan yang saat ini dia rasakan, dan perasaannya itu membuat dirinya kembali bingung.
Karena di satu sisi, dia merasa bersalah, kalau Fajar memang tidur di sana untuk menemaninya.
Sedangkan disisi lain, dia merasa bingung dengan alasan lain yang Fajar miliki hingga dirinya mau memilih untuk tidur di sofa itu menemani dirinya.
Karena menurutnya, suaminya itu tidak akan mungkin tidur disana jika tidak ada alasan yang khusus, ditambah Amira juga mendapati sebuah selimut yang dimana Amira tidak sama sekali membawa selimut itu ke lantai bawah, hanya membawa buku saja.
Dan kini, buku yang dia ingat terakhir kali dia pegang, kini malah sudah tersimpan rapih di atas meja.
Lantas siapa yang melakukan itu semua?, kenapa selimut tebal miliknya itu bisa berada di bawah sana?.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang terus menjadi pikirannya sekarang.
' Apa dia yang nyelimutin aku?, atau mungkin Bibi?' batin Amira bertanya-tanya.
Namun pikirannya lebih memberatkan kalau Fajar lah yang sudah menyelimuti dirinya.
Karena tidak mungkin jika pelayan di rumah itu berani memasuki kamar majikannya tanpa izin terlebih dahulu.
" Aku minta maaf, kalau kamu tidur disini, karena gara-gara aku." gumam Amira dengan pelan.
Dia langsung beranjak dari sofa, kemudian melangkah pelan ke arah Fajar, sambil membawa selimut tebalnya yang awalnya menutupi dirinya.
Secara perlahan, Amira pun menyelimuti suaminya itu menggunakan selimutnya yang sebelumnya sudah dia pakai.
Dia melakukan itu dengan secara perlahan dan hati-hati, karena dia tidak ingin membuat Fajar terganggu sedikit pun dari tidurnya.
Setelah menyelimutinya, dia tidak langsung pergi menjauhi Fajar.
Dia malah menjadikan kedua lututnya sebagai tumpuan, dengan posisinya yang bisa dibilang setengah berdiri/rukuk, hingga wajahnya sampai bisa sejajar dengan wajahnya Fajar.
" Kamu kelihatan cape banget." ucap Amira pelan, memandang wajah Fajar yang masih dengan keadaan terlelap itu.
Jarak mereka juga bisa dibilang sangat dekat, membuat Amira bisa melihat wajah tampan suaminya itu yang terlihat sangat kelelahan.
Sudah sekitar dua tahun lebih dia mengenal Fajar selama di sekolah, dan baru kali inilah dia bisa berani melihat wajah ketua Osis nya itu dengan teliti dan juga dengan keadaan waktu yang cukup lama, beserta jarak yang lumayan dekat.
Sebelum Fajar menjadi suaminya, dia tidak pernah sama sekali memandangi Fajar sedekat itu, karena tidak mungkin juga dia memandangi lelaki yang bukan mahramnya, sejak saat kecil dia sudah diajarkan oleh Ibunya untuk menjaga pandanganya.
' Aku izin ke atas dulu, ya, nanti aku temenin kamu lagi disini.' batin Amira, sambil tersenyum dibalik cadarnya.
Amira pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk melaksanakan shalat sunnah malamnya terlebih dahulu sebelum kembali turun menemani Fajar kembali.
TO BE CONTINUE.