NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ash Shiddieqy

Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 - Sparing

Pagi selanjutnya Aditya masuk ke akademi seperti biasa. Semua siswa sekelas Aditya berkumpul di lapangan untuk berlatih teknik berpedang. Profesor Aldrin yang merupakan salah satu pendekar pedang terkenal se-Asia yang akan melatih mereka.

"Berpedang akan menjadi salah satu pelajaran paling penting yang harus kalian pelajari selama hidup kalian," papar profesor Aldrin sambil berjalan mengelilingi para siswa yang berdiri tegak dengan sikap sempurna.

"Interupsi profesor, apakah kami para mage atau yang memiliki job jarak jauh perlu mempelajari ini?" tanya salah satu siswa bernama Vika yang berdiri di barisan paling depan.

"Pertanyaan bagus." Profesor Aldrin memberi jempol ke arah Vika. "Walaupun kalian seorang mage atau archer atau mungkin job lain yang tidak bertarung di jarak dekat, berpedang tetap penting untuk dipelajari. Ada yang tau mengapa?"

Semua siswa diam dan saling pandang. Mereka menunggu profesor Aldrin melanjutkan penjelasannya.

"Itu karena kita tidak tahu situasi dan kondisi yang ada di medan peperangan. Bagaimana kalau seandainya musuh menyergap dari belakang? Apakah kalian akan lari? Kemana kalian lari? Ke tengah medan perang? Karena itulah dalam kondisi mendesak kalian tetap harus mampu melindungi diri sendiri," jelas profesor Aldrin yang membuat semua siswa menganggukkan kepala mereka.

"Apa ada pertanyaan lain?" tanya profesor Aldrin.

Semua hening untuk sesaat. "Baiklah jika tidak ada mari kita mulai. Silakan semua mengambil pedang kayu yang ada di depan. Sesuaikan dengan yang cocok kalian pegang."

"Siap, Pak." Semua siswa bubar dan mulai mengambil pedang mereka masing-masing.

"Pedang seperti apa yang ingin kau gunakan?" tanya Rio pada Aditya.

"Aku lebih suka pedang pendek seperti ini," jawab Aditya sambil menghunuskan pedang berukuran kecil di tangannya. Dia tidak memiliki preferensi khusus. Hanya saja dia sudah terbiasa menggunakan pedang seperti ini.

"Kalau aku lebih cocok dengan pedang ukuran normal. Aku merasa ini nyaman di genggaman," kata Rio.

Aditya mengangguk. Memang di kehidupan sebelumnya Rio juga menggunakan pedang yang sama. Dia sudah menguasai teknik tingkat lanjut bahkan sebelum dia lulus dari akademi.

"Baik mohon perhatian semuanya. Aku akan menunjukkan pada kalian beberapa teknik dasar yang harus kalian kuasai. Setelah itu kalian akan mencoba berlatih dengan berpasangan," ucap profesor Aldrin.

Profesor Aldrin segera mengambil kuda-kuda dan menunjukkan gerakan-gerakan dasar berpedang. Beberapa siswa di belakang berusaha meniru setiap gerakan yang mereka lihat, namun gerakan profesor Aldrin tidak sesederhana kelihatannya. Selama tiga jam selanjutnya profesor Aldrin dibantu dua asistennya berusaha mengajari siswa satu per satu.

"Bagus. Walaupun masih jauh dari kata sempurna, sebagian siswa di kelas sepertinya sudah terbiasa memegang pedang sebelumnya. Tapi yang paling hebat di antara kalian adalah Rio dan Aditya. Mereka berdua sudah berada di tahap sword expert. Sangat luar biasa," puji profesor Aldrin.

Aditya tidak mengira akan mendapatkan pujian itu. Menurutnya bakat berpedang yang ia miliki biasa saja. Jika dia tidak memiliki kehidupan kedua dia tidak akan mampu menunjukkan kemampuan sebaik itu

"Kalau begitu bisakah kalian berdua masuk ke arena dan melakukan sparing singkat sebagai demonstrasi?" lanjut profesor Aldrin.

Rio dan Aditya saling pandang sebelum akhirnya mereka maju ke dalam arena. Profesor Aldrin tersenyum lebar karena akan menyaksikan dua orang siswa yang dipuji-puji oleh profesor Elena sebelumnya. Dia ingin tahu siswa seperti apa yang membuat seorang profesor yang jarang memuji sampai mengatakan bahwa mereka berdua akan menjadi orang besar di masa depan.

"Kalian bisa mulai kapanpun kalian siap!" kata profesor Aldrin di pinggir arena.

Aditya dan Rio menarik napas panjang sebelum akhirnya mereka melesat maju menyerang satu sama lain. Kecepatan mereka sungguh sulit dipercaya. Rio secara agresif menyerang Aditya yang bermain defensif karena jangkauan pedangnya yang lebih pendek.

Teman-teman sekelas mereka termenung di tempat mereka dengan pandangan mata yang tertuju ke arah mereka berdua. Profesor Aldrin di sisi lain bergetar hebat karena adrenalin yang naik menyaksikan dua pelajar yang bertarung layaknya seorang veteran. Bibirnya tak henti-hentinya membentuk senyum lebar hingga memperlihatkan gigi depannya.

Tiba-tiba Aditya dan Rio berhenti mengayunkan pedang mereka dengan mata yang saling menatap tajam. "Bagaimana kalau kita sedikit lebih serius," tawar Rio.

"Baiklah, jangan berharap aku akan menahan diri," balas Aditya.

Senyum di bibir profesor Aldrin berubah menjadi tawa yang menggema ke segala arah saat melihat Aditya dan Rio mengeluarkan aura pedang mereka. Bisa mengeluarkan aura pedang di umur yang belum genap dua puluh tahun adalah pencapaian yang luar biasa.

[Magic Type - Magic Shield]

"Kalian semua mundur! Akan jadi sedikit lebih berbahaya di sini!" perintah profesor Aldrin kepada siswa yang lain agar mereka tidak melewati perisai yang ia keluarkan.

Beberapa detik kemudian pedang kayu Aditya dan Rio mulai berbenturan lagi. Kali ini aura hitam dan biru milik mereka berdua menyertai di setiap gerakan. Ledakan aura mereka berdua sampai menghempas ke luar arena. Profesor Aldrin mengeluarkan Magic Shield untuk melindungi siswa yang lain.

Pertarungan mereka berdua berlangsung cukup lama. Para profesor lain yang merasakan benturan mana mereka berdua ikut menyaksikan dari jarak jauh. Bahkan banyak siswa dari kelas lain yang juga ke luar dari kelas mereka menuju ke dekat arena.

Aditya mengatur napasnya agar tetap stabil. Dia berusaha mengimbangi teknik Rio yang jelas lebih tinggi tingkatannya. Pengalamannya yang terlampau 20 tahun lebih banyak dari Rio adalah satu-satunya alasan dia masih bisa bertahan sampai saat ini.

Sesaat kemudian Rio mengayunkan pedangnya menuju celah yang ia lihat pada gerakan Aditya. Serangan itu mengenai bahu Aditya dengan telak dan membuatnya terdorong mundur. Aditya merasakan bahunya mati rasa karena serangan itu. Ia juga mulai kehilangan momentum karena luka di bahunya. Serangan demi serangan yang Rio lancarkan mulai mengenai tubuh Aditya satu per satu.

[Ultimate Sword Move - Exterminating Crow]

Aditya yang mulai kewalahan bersiap memberikan gerakan penghabisan untuk membalikkan keadaan. Aura hitam pekat muncul di pedang Aditya yang seolah-olah dikerumuni ribuan gagak hitam.

[Ultimate Sword Move - Redd Dragon Ascension]

Melihat itu Rio juga memilih untuk melakukan hal yang sama. Aura biru di pedang kayu Rio berubah menjadi merah dan bersinar terang membentuk siluet seekor naga raksasa. Mereka berdua maju dengan sangat cepat dan mengayunkan pedang mereka dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki.

"Boom." Tabrakan dari serangan mereka bagai badai yang berpencar ke segala arah. Siswa yang berada di dekat arena berteriak dan lari menyelamatkan diri. Profesor Aldrin memperluas jangkauan Magic Shield miliknya untuk mempersempit dampak serangan mereka berdua.

Tidak lama kemudian debu yang ada di arena mulai turun. Aditya dan Rio masih berdiri di tempat mereka. Namun terlihat pedang pendek yang ada di tangan Aditya telah patah.

"Ini adalah kekalahanku," ucap Aditya dengan senyum getir. Dia yang sudah kembali dari masa lalu ternyata masih belum cukup untuk mengalahkan Rio. Bagaimana dia akan menyelamatkan dunia jika seperti ini.

"Kenapa kau menahan diri?" tanya Rio.

"Aku tidak menahan diri sama sekali," balas Aditya sambil membuang pedang di tangannya.

Memang benar Aditya masih menahan sebagian mana miliknya yang baru ia dapatkan kemarin. Dia tidak ingin orang lain tahu kegelapan dalam dirinya yang begitu besar. Walaupun begitu dalam teknik berpedang dia sudah mengeluarkan semua yang ia miliki.

"Kalian berdua luar biasa," puji profesor Aldrin.

"Terima kasih, Pak." balas mereka berdua bersamaan.

"Hm, tapi sepertinya pedang bukan senjata utamamu kan?" tanya profesor Aldrin pada Aditya.

"Iya, Pak. Senjata utama saya adalah tombak," jawabnya.

"Hahaha, pertarungan akan jadi semakin menarik seandainya kau menggunakannya," sahut profesor Aldrin.

Tiba-tiba profesor Elena muncul di samping mereka. "Kalian semua kembali ke kelas kalian!" katanya pada siswa yang lain.

Profesor Aldrin memandang ke arah profesor Elena. "Mereka ternyata benar-benar kuat. Matamu memang tidak pernah salah," katanya pada profesor Elena.

"Tentu saja, tapi sekarang aku harus membawa mereka berdua menemui kepala akademi," balas profesor Elena.

"Baiklah, aku akan membereskan kekacauan di sini."

Aditya dan Rio mengikuti langkah kaki profesor Elena. Aditya dalam hati bergumam apakah sejauh itu perbedaan kekuatan miliknya dengan 17 Saint? Dia yang kembali ke masa lalu merasa tidak pantas mendapatkan kesempatan ini. Tapi dia yakin pasti ada tujuan mengapa waktu memilihnya.

^^^Continued^^^

1
Aixaming
Aku sudah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu, thor.
Mafe Oliva
Ngasih feel yang berbeda, mantap!
Nia Achelashvili
Ngangenin banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!