NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 35

Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi yaitu, suatu metode statistik yang digunakan untuk menilai tingkat hubungan antara dua atau lebih variabel. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah ada keterkaitan statistik antara harga, kepercayaan, dan minat konsumen. Salah satu teknik korelasi yang sering digunakan adalah Korelasi Pearson, yang fokus pada pengukuran hubungan linier antara dua variabel yang memiliki nilai kontinu.

Analisis Pearson akan membantu menilai apakah terdapat hubungan linear antara harga dan tingkat kepercayaan, harga dan minat konsumen, serta tingkat kepercayaan dan minat konsumen dalam penggunaan layanan perjalanan agen biro haji dan umrah. Hasil analisis ini akan memberikan pemahaman sejauh mana variabel-variabel ini berhubungan satu sama lain dan apakah hubungan tersebut memiliki relevansi signifikan dalam kerangka penelitian.

***

Ketika dia bertanya dengan nada serius, "Coba deh kamu pikirin matang-matang, kamu beneran mau pakai korelasi Pearson?" aku langsung terdiam.

Kata-katanya menggema di kepalaku, seolah menelusup masuk ke dalam keraguan yang sudah lama ada di sana.

Aku tahu dia tidak bermaksud meragukan kemampuanku, tapi di saat yang sama, aku tidak bisa menahan perasaan tidak yakin yang tiba-tiba menghantamku.

Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa aku sudah melakukan yang terbaik. Tapi entah kenapa, kalimat sederhana tadi membuatku meragukan segalanya.

Kenyataannya, aku tidak pernah benar-benar yakin. Selalu ada sedikit rasa ragu yang mengintip dari sudut pikiranku. Aku berusaha keras menekannya, mencoba meyakinkan diri bahwa pilihan ini tepat, bahwa korelasi Pearson adalah metode terbaik untuk analisis ini.

Tapi kini, setelah mendengar kata-katanya, semua keraguan itu mencuat kembali, seperti luka lama yang tiba-tiba kembali terasa nyerinya.

Tolonglah, jangan membuatku semakin engga yakin dengan yang ku kerjain. Kata-kata itu menggantung di benakku, sebuah permohonan yang mungkin lebih ditujukan untuk diriku sendiri daripada untuk orang lain.

Aku ingin, lebih dari apapun, bisa merasa yakin dengan apa yang sedang aku kerjakan. Tapi sekarang, keyakinan itu terasa rapuh, seperti balon yang bisa pecah kapan saja jika disentuh sedikit saja oleh keraguan.

Kepalaku berdenyut-denyut, tertekan oleh semua kemungkinan yang tiba-tiba menyerbu pikiranku. Aku tidak tahu harus berpegang pada apa sekarang. Di satu sisi, aku ingin melanjutkan saja, mengikuti rencana yang sudah kubuat sejak awal. Tapi di sisi lain, aku takut kalau aku salah, kalau pilihan ini ternyata adalah keputusan yang buruk.

Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir kegelisahan yang terus merayapi pikiranku. Aku juga engga tahu apa aku yakin pakek korelasi Pearson. Aku harus jujur pada diri sendiri. Kenyataannya adalah, aku tidak yakin.

Sejak awal, aku hanya berharap bahwa pilihan ini akan menjadi pilihan yang benar. Aku mengikuti prosedur, memeriksa data, dan mencoba mengaplikasikan metode ini sebaik mungkin. Tapi tetap saja, ada keraguan yang tak bisa hilang.

Dan sekarang, dengan pertanyaan yang dilemparkan padaku tadi, keraguan itu semakin tumbuh, menggumpal menjadi bola besar di dadaku.

Tapi kalau aku tidak menggunakan metode ini, lalu apa?

Mencari metode lain yang mungkin lebih tepat?

Atau aku hanya terlalu paranoid, terlalu takut untuk membuat kesalahan, sehingga aku malah meragukan semua yang sudah kukerjakan sejauh ini?

***

Saat dia mulai bicara, aku langsung tahu ini akan jadi salah satu pembicaraan panjang yang bakal membuatku semakin tenggelam dalam pikiran sendiri.

"Kalau saran aku, kamu ganti aja hipotesisnya," katanya, dengan nada yang terdengar penuh keyakinan.

"Karena hipotesismu itu banyak yang harus kamu uji nantinya. Dan saranku, populasi penelitianmu juga jangan satu RW, kamu kan bilang kalau RW itu ada 4 RT. Kamu bakalan susah nantinya kalau sampel yang kamu ambil kebanyakan."

Kata-katanya menggema di kepalaku, seolah menekan tombol pause pada semua hal yang sedang kupikirkan. Sebelumnya, aku merasa cukup yakin dengan rencanaku.

Hipotesis yang kuajukan, populasi yang kupilih, metode pengambilan sampel—semuanya sudah kupertimbangkan dengan matang.

Atau setidaknya, begitulah yang kupikirkan. Tapi sekarang, entah kenapa, keraguan mulai merayap masuk.

Aku mulai memikirkannya, sangat-sangat memikirkannya bahkan sampai aku tidak tahu lagi apa yang sedang kupikirkan. Di satu sisi, aku tahu dia mungkin benar.

Penelitian ini adalah salah satu tugas terbesar yang pernah kuambil, dan aku tidak bisa asal-asalan dalam setiap langkahnya.

Tapi di sisi lain, mengubah hipotesis dan populasi berarti aku harus mulai dari awal lagi, dan itu terasa begitu melelahkan.

“Kamu populasinya ambil dua RT aja,” lanjutnya, “terus cara nentuin sampelnya tuh enggak sembarangan main ambil aja. Enggak kayak siapa aja yang mau ya bakalan kamu jadiin sampel. Kalau yang mau 50 orang, ya jumlah sampelmu 50. Bukan kayak gitu konsepnya. Ada rumusnya juga untuk nentuin sampel. Dan kalau kamu pakai metode Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) dan Convenience Sampling, itu bakalan buat kamu ribet sendiri.”

Ucapannya begitu panjang lebar, dan aku mencoba menyerap semua informasi itu. Dalam benakku, mulai terbayang berbagai skenario.

Mengubah hipotesis, memilih populasi yang lebih kecil, menentukan sampel dengan metode yang lebih tepat—semua terdengar logis dan masuk akal.

***

Ketika dia mulai berbicara, aku sudah bisa menebak bahwa kali ini akan ada kritik yang mungkin akan mengubah lagi apa yang sudah kuatur.

"Untuk kerangka berpikirmu itu terlalu rumit loh," katanya dengan nada serius, seakan-akan memberikan peringatan.

"Kerangka berpikir tuh sederhana. Kalau yang kulihat dari punyamu, itu bukan kayak gitu loh, Ta. Iya, dospem 2-mu mungkin enggak mempermasalahkan itu sekarang. Tapi gimana nanti kalau kamu udah sampai ke dospem 2? Bakalan banyak yang kamu rombak."

Aku terdiam, mendengarkan setiap kata yang dia ucapkan. Dia benar-benar menekankan bahwa masalah ini bukan hal kecil yang bisa diabaikan. Aku tahu dia hanya ingin yang terbaik untukku, tapi mendengarnya berkata seperti itu membuatku merasa cemas.

Bagaimana jika dia benar?

Bagaimana kalau kerangka berpikir yang kususun selama ini memang terlalu rumit dan akhirnya hanya akan menyulitkanku di kemudian hari?

“Lebih baik dari sekarang aja kamu rombaknya, mumpung masih banyak waktu dan kamu belum jalan terlalu jauh,” lanjutnya.

Aku tahu maksudnya baik, tapi kata-katanya membuatku semakin ragu dengan apa yang sudah kulakukan. Di satu sisi, aku merasa bahwa aku sudah bekerja keras untuk menyusun kerangka berpikir itu.

Aku mencoba memasukkan semua aspek yang menurutku penting, semua variabel dan hubungan yang kompleks untuk menjelaskan fenomena yang sedang kuteliti.

Tapi di sisi lain, aku tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa mungkin, memang ada yang salah dengan pendekatanku.

Mungkin aku terlalu berfokus pada detail-detail kecil sehingga melupakan bahwa kerangka berpikir seharusnya memberi panduan yang jelas dan sederhana.

***

Kerangka Berpikir Penelitian

1. Variabel-variabel Utama

Harga (X): Variabel ini mencerminkan biaya atau tarif yang harus dibayar oleh konsumen untuk memanfaatkan jasa perjalanan yang ditawarkan oleh PT. A dalam konteks biro haji dan umrah.

Kepercayaan (Y): Variabel ini mengukur sejauh mana pelanggan memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap PT. A sebagai penyedia layanan perjalanan biro haji dan umrah. Kepercayaan ini dapat terkait dengan citra positif, pengalaman sebelumnya, atau faktor-faktor lain yang memengaruhi tingkat kepercayaan.

Minat Konsumen (Z): Variabel ini menilai tingkat minat atau ketertarikan konsumen untuk menggunakan layanan perjalanan biro haji dan umrah yang ditawarkan oleh PT. A. Minat konsumen dapat mencakup keinginan atau niat untuk memanfaatkan layanan tersebut.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!