NovelToon NovelToon
When It Rains I Find You

When It Rains I Find You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.

Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.

Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 5: Sunrise dan Senyuman

Jam 3 pagi. Gue nggak pernah bangun sepagi ini sebelumnya. Biasanya, jam segini gue masih meringkuk di bawah selimut, berusaha melupakan fakta kalau besok pagi gue harus kemo lagi. Tapi hari ini beda. Hari ini spesial. Hari ini, gue bakal mulai ngerjain bucket list gue.

"Nana! Udah siap belum?" suara Arga kedengeran dari luar rumah.

Gue buru-buru nyamber tas ransel gue. Duh, apa aja sih yang udah gue masukin? Obat? Check. Baju ganti? Check. Kamera? Double check. "Bentar!"

Pas gue buka pintu, Arga udah berdiri di sana. Dia pake jaket tebal dan topi. Di tangannya ada dua cup kopi yang masih ngepul. Aromanya bikin perut gue langsung keroncongan.

"Nih," dia nyodorin satu cup ke gue. "Buat ngehangattin badan. Cappuccino, tanpa gula kan?"

Gue tersenyum. Dia inget. "Thanks."

Kita naik ke mobilnya Arga. Perjalanan dari Bandung ke Magelang butuh waktu sekitar 8 jam. Jadi kita harus berangkat pagi-pagi biar bisa ngeliat sunrise di Borobudur. Gue nggak bisa bohong, gue deg-degan. Bukan cuma karena excited, tapi juga... takut? Ini pertama kalinya gue pergi jauh sejak didiagnosis kanker.

"Jadi," Arga mulai ngomong pas kita udah di jalan tol. Jalanan masih sepi, cuma ada beberapa truk kontainer yang lewat. "Lo siap?"

Gue ngangguk. "Siap nggak siap sih. Tapi excited banget."

Dia ketawa. Suara tawanya entah kenapa bikin gue ikut senyum. "Bagus deh. By the way, udah izin sama nyokap bokap lo kan?"

"Udah kok," gue ngejawab. "Gue bilang mau liburan bentar."

Arga ngangguk-ngangguk. "Good. Kalo ada apa-apa langsung bilang ya."

Gue cuma ber-hmm ria. Sebenernya gue agak risih kalo diingetin soal kondisi gue. Tapi gue tau Arga cuma peduli. Dan entah kenapa, itu bikin gue... seneng?

Perjalanan terasa cepet. Kita ngobrol tentang banyak hal. Mulai dari film favorit (ternyata kita sama-sama suka Interstellar), musik (dia Coldplay, gue lebih ke Imagine Dragons), sampe makanan yang paling dibenci (kita kompak bilang durian). Kadang kita nyanyi-nyanyi, kadang diem menikmati pemandangan. Nggak kerasa, kita udah nyampe di Magelang.

"Nah, kita udah nyampe," Arga markir mobilnya di parkiran Borobudur. Matahari masih belum muncul, tapi udah mulai ada semburat orange di langit. "Lo siap naik?"

Gue ngangguk semangat. Tapi pas mulai jalan, napas gue udah mulai ngos-ngosan. Sial, gue lupa kalo efek kemo bikin stamina gue drop drastis.

"Pelan-pelan aja," Arga ngingatin. Dia ngulurin tangannya. "Mau pegangan?"

Gue ragu sebentar, tapi akhirnya nerima uluran tangannya. Tangannya besar dan hangat. Entah kenapa, gue ngerasa... aman?

Kita naik pelan-pelan. Setiap beberapa langkah, gue harus berenti buat ngatur napas. Tapi Arga sabar banget. Dia nggak pernah protes atau keliatan bosen. Malah, dia sering bercanda buat bikin gue ketawa dan lupa sama capeknya.

"Eh Na, tau nggak kenapa Borobudur nggak pernah sedih?" dia nanya di tengah-tengah pendakian.

Gue ngangkat alis. "Kenapa?"

"Soalnya dia punya banyak stupa-porter!"

Gue ketawa ngakak. Bukan karena jokenya lucu (seriously, itu joke terburuk yang pernah gue denger), tapi karena ekspresi bangga di mukanya pas nyeletuk gitu.

Akhirnya, setelah perjuangan yang nggak gampang, kita nyampe di puncak.

"Kita berhasil," gue ngomong, setengah nggak percaya. Napas gue masih ngos-ngosan, tapi rasa capeknya langsung hilang begitu ngeliat pemandangan di depan mata.

Arga nyengir. "Told you we can do it."

Kita duduk di salah satu stupa. Langit masih gelap, tapi udah mulai keliatan semburat orange di ujung sana. Angin pagi yang dingin bikin gue agak menggigil.

"Nih," Arga ngelepas jaketnya dan naruh di pundak gue.

"Eh, nggak usah. Nanti lo kedinginan," gue protes pelan.

Dia cuma senyum. "Gue nggak gampang kedinginan kok. Lagian..." dia natap gue, "...lo lebih butuh ini."

Gue bisa ngerasa muka gue memanas. Dan gue yakin itu bukan karena jaketnya Arga.

"Arga," gue manggil pelan.

"Hmm?"

"Makasih ya," gue ngomong tulus. "Buat semua ini."

Dia nengok ke gue, senyum. Bukan cengiran usil kayak biasanya, tapi senyum yang... tulus? "Sama-sama. Tapi ini baru awal lho."

Gue ngangguk. "I know. Tapi tetep aja... ini berarti banget buat gue."

Dia diem sebentar. Ada sesuatu di matanya yang bikin gue nggak bisa ngelepas pandangan. "Na, boleh gue tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Lo... takut nggak?"

Gue tau maksud pertanyaan dia. Gue narik napas dalem. Aromanya Arga seperti campuran kopi dan parfum maskulin yang tiba-tiba bikin gue tenang.

"Jujur? Iya," gue ngejawab pelan. "Gue takut banget. Takut sakit. Takut sendirian. Takut... mati."

Arga ngangguk pelan. Tangannya tiba-tiba megang tangan gue. "It's okay to be scared, you know."

"I know," gue senyum tipis. "Tapi sekarang... gue nggak se-takut dulu."

"Kenapa?"

Gue natap dia. "Karena sekarang gue nggak sendirian lagi."

Arga diem. Dia cuma natap gue balik. Ada sesuatu di matanya yang bikin jantung gue deg-degan. Untuk sesaat, gue lupa sama kanker gue. Lupa sama semua masalah gue. Yang ada cuma gue, Arga, dan momen ini.

Tiba-tiba, langit mulai terang. Matahari mulai nongol dari balik gunung.

"Nana, liat!" Arga nunjuk ke arah matahari terbit.

Gue noleh, dan... wow. Gue nggak pernah liat pemandangan seindah ini sebelumnya. Cahaya matahari yang hangat mulai nyinarin stupa-stupa Borobudur. Langit berubah jadi campuran warna orange, pink, dan biru. It's breathtaking.

"Beautiful," gue berbisik.

"Yeah, beautiful," Arga ngejawab. Tapi pas gue nengok, dia lagi natap... gue?

Gue bisa ngerasa muka gue memanas. Arga buru-buru ngeliat ke arah lain.

"Jadi," dia berdehem. "Satu item di bucket list udah kecoret nih."

Gue ketawa kecil. "Iya. Thanks ya, Arga."

Dia nyengir. "Anytime. Jadi, apa next?"

Gue mikir sebentar. "Hmm... belajar main gitar?"

"Oke, deal," dia ngacungin jempol. "Gue kebetulan bisa main gitar. Nanti gue ajarin deh."

Gue senyum lebar. Entah kenapa, gue ngerasa... bahagia? Iya, bahagia. Udah lama banget gue nggak ngerasain ini.

Kita duduk di sana sampe matahari udah tinggi. Nggak ngomong apa-apa, cuma nikmatin momen. Gue ngeluarin kamera dan motret beberapa foto. Arga bahkan nawarin buat fotoin gue.

"Buat kenang-kenangan," katanya. "Dan buat dimasukin ke video diary lo nanti."

Gue cuma bisa senyum. Gimana ya caranya bilang makasih ke orang yang udah ngasih lo alasan buat tetep hidup?

Dan di saat itu, di atas Borobudur, dengan cahaya matahari pagi yang hangat, gue sadar satu hal:

Mungkin gue nggak punya banyak waktu. Tapi gue bisa bikin setiap detiknya berarti.

Dan mungkin... mungkin Arga bakal jadi bagian penting dalam perjalanan ini.

"Na," Arga tiba-tiba manggil. "Lo tau nggak?"

"Apa?"

"Kata orang, kalo kita make wish pas sunrise di Borobudur, bakal terkabul lho."

Gue ketawa. "Masa sih? Kayaknya lo ngasal deh."

Dia nyengir. "Ya kali aja bener. Nggak ada salahnya dicoba kan?"

Gue mikir sebentar. "Oke deh."

Kita berdua nutup mata. Gue nggak tau Arga wish apa, tapi gue? Gue cuma punya satu harapan:

Semoga gue bisa punya lebih banyak waktu. Buat ngelakuin bucket list gue. Buat bikin kenangan. Dan mungkin... buat lebih lama sama Arga.

Pas gue buka mata, Arga udah natap gue dengan senyum hangatnya.

"Udah?" dia nanya.

Gue ngangguk. "Udah."

"Yuk, balik? Gue laper nih."

Gue ketawa. "Yuk. Gue juga."

Kita turun pelan-pelan. Kali ini, tangan kita masih bertautan. Dan entah kenapa, gue ngerasa kalo perjalanan gue baru aja dimulai.

Mungkin ini bukan happy ending. Tapi setidaknya, ini happy beginning.

1
Kia Shoji
Hu hu hu... ❤️
Putu Diah Anggreni
Aku juga pas buatnya nangis kak/Sob/ Apalagi ini hasil imajinasi aku yg lagi di kemo/Sob//Cry/
dee zahira
nangis baca di part ini
dee zahira
semangat
dee zahira
keren kak...
azura Shekarningrum
Luar biasa
azura Shekarningrum
Lumayan
ㅤㅤZ
Paporitin dulu besok lanjut lagi
ㅤㅤZ
Keren
Protocetus
min kunjungin ya novelku Bola Kok dalam Saku
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
dah sampe sini dulu bacanya. besok lagi. mau tidur 🫶
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
ini terlalu sweet 🥹
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
hey kenapa favorit kita sama semua 😌🤌
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaaaa jd ikutan excited
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
🥹 bertahan ya say
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
milih latarnya Borobudur doang 😍
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaargggh gemas
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
baca NT rasa WP 😆👍
Ms S.
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
Putu Diah Anggreni: Halo kak, sudah update lagi ya/Heart/
total 1 replies
Aerik_chan
wahhh untuk ada secercah harapan....
yuk kak saling dukung #crazy in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!