Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Aku dan yang lain mau ngumpul, makan bareng, kau mau ikut?" tanya Ginran setelah sambungan terputus.
Kaiya langsung menggeleng. Sepertinya akan sangat canggung bertemu dengan yang lain, apalagi sekarang Jiro jelas-jelas membencinya. Jadi lebih baik tidak. Dia sudah terbiasa sendirian tiga tahun ini.
Ginran lalu meneguk segelas air yang belum dia minum tadi dan meletakkan gelasnya di atas meja lalu menatap Kaiya lagi.
"Jangan sering makan makanan instan. Nggak baik untuk kesehatanmu. Aku akan memesankanmu makanan." gumamnya mengingat isi kulkas Kaiya hanya ada mie instan.
"Nggak usah, aku bisa beli sendiri kok." tolak Kaiya tidak ingin merepotkan. Ginran menatapnya tajam seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak suka dibantah.
"Kalau kau menolak, aku akan menyeretmu ikut denganku dan makan bersama yang lain." ancam cowok itu. Kaiya pun terdiam. Dasar tukang ancam.
"Aku pergi dulu. Ingat, jangan makan apa-apa sampai makanan yang aku pesan datang." kata Ginran lagi dengan nada penuh peringatan sebelum keluar dari apartemen itu.
"Mm." angguk Kaiya setengah hati. Ia mengantar pria tak di undang itu sampai pintu depan. Setelah Ginran tak terlihat didepan matanya lagi, ia berbalik masuk kamar dan membanting tubuhnya ke ranjang.
Kaiya tersenyum masam mengingat pertanyaan Ginran tentang dirinya hamil atau tidak tadi. Alangkah baiknya kalau dia beneran hamil daripada kehilangan seluruh keluarganya. Sayangnya waktu tidak bisa di ubah kembali.
Gadis itu menatap ke langit-langit kamarnya. Ginran, Jiro, Naomi dan Darrel memiliki banyak hal dalam hidup mereka. Teman yang banyak, orang tua yang lengkap, terkenal di kampus juga koneksi yang luas.
Selama beberapa minggu ini setelah ia diam-diam mengamati mereka, Kaiya menyadari kalau hubungan mereka makin erat dibandingkan dengan dulu waktu dirinya masih tergabung dalam kelompok mereka.
Ia sadar hal itu membuat perbedaan besar antara dia dan ke-empat orang yang pernah menjadi sahabatnya tersebut terasa begitu jauh. Mungkin akan sulit bagi mereka bisa kembali seperti dulu lagi.
Setelah melamun cukup lama, Kaiya membuka ponselnya, ia
mengecek notifikasi Wa-nya. Alisnya berkerut membaca pesan dari nomor baru.
"Makananmu sebentar lagi sampai, jangan lupa di makan." Kaiya langsung tahu siapa yang mengiriminya pesan. Walau gambar profil wa itu hanya gambar bunga matahari, Kaiya bisa tahu siapa pemilik nomor tersebut.
Pasti Ginran. Siapa lagi coba, hanya pria itu yang terang-terangan bilang akan memesankan makanan untuk dia, siapa lagi coba. Tapi darimana Ginran dapat nomornya? Setahunya ia tidak pernah memberikan nomornya pada siapapun teman kampusnya, hanya Lory.
Apa jangan-jangan Ginran tahu dari Lory? Tidak, tidak mungkin. Lory pasti sudah heboh bertanya padanya kalau sampai pria itu meminta nomor hapenya. Gadis itu mengingat-ingat lagi.
Ahh ... Dia ingat sekarang. Sebelum masuk club penyiaran, mereka diwajibkan untuk mengisi formulir data diri. Ada nomor hape juga. Paling masuk akal kalau Ginran tahu dari situ. Yah, anggap saja begitu. Kaiya mendesah pelan, lalu terdengar bel apartemennya berbunyi. Pasti itu makanan yang dipesan Ginran untuknya. Dalam hati ia merasa senang sekaligus sedih. Perasaannya galau.
***
Keesokan harinya di kampus, Ginran sedang berada dikantin fakultas bersama para sahabatnya. Kebetulan, kantin di fakultas mereka dekat
dengan lokasi perpustakaan. Jadi mereka bisa melihat siapa saja yang berada di sekitar sana. Benar saja, hari ini Ginran kebetulan melihat Kaiya sedang duduk dengan wajah serius membaca buku. Dinding pembatas perpustakaan yang bersebelahan tersebut terbuat dari kaca, jadi siapapun yang berada di sana akan kelihatan.
Pandangan Ginran tak berpaling sedikitpun dari Kaiya. Ia terus mengamati gadis yang serius membaca tersebut. Sesekali sudut bibirnya terangkat. Suasana hatinya sedang baik dari kemarin.
"Lo liat apa?" rasa penasaran Naomi yang melihat senyuman tipis Ginran tersebut membuatnya ikut menatap ke arah yang sama dengan arah pandangan pria itu.
Ohh ... Naomi mengerti sekarang. Pantas saja Ginran yang selalu bermuka datar itu hari ini nampak berbeda. Suasana hatinya terlihat baik, ternyata penyebabnya ada di ujung sana. Pria itu sedang mengamati gadis yang dia sukai rupanya.
Naomi tahu Ginran tidak akan melupakan Kaiya begitu saja. Meski marah, meski hatinya disakiti sekalipun oleh gadis itu. Namun ada rasa sedih di hati Naomi, baik untuk Ginran maupun Kaiya. Ia berharap kedua sahabatnya tersebut akan memiliki akhir yang bahagia. Ia juga sungguh berharap mereka semua bisa kembali berhubungan dekat seperti dulu.
"Sejak kapan dia rajin membaca?" Jiro ikut melirik ke arah yang sama dengan Naomi dan Ginran. Pria itu itu tersenyum sinis. Ia tidak berminat lagi mengetahui kehidupan Kaiya sekarang. Baginya Kaiya bukan sudah bagian dari mereka lagi. Tidak ada tempat bagi pengkhianat dan gadis murahan seperti dia. Kalau saja dia tidak sombong dan minta maaf pada mereka, mungkin Jiro akan mempertimbangkan untuk memaafkannya. Jangan pikir dirinya seperti Ginran yang sudah disakiti sampai sebegitunya tapi masih saja mencintainya.
"Siapa?" Darrel ikut nimbrung. Tepat di saat ia memandang ke arah yang sama, Kaiya sudah berdiri dan siap-siap keluar dari perpustakaan. Darrel hanya menatap punggung Kaiya sampai gadis itu benar-benar menghilang dari hadapan mereka. Pria itu tidak memberikan komentar apapun, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Jadi lebih baik diam saja.
Mereka semua kembali duduk berhadapan dengan pikiran masing-masing.
"Rel, dua minggu lagi akan banyak kegiatan kampus. Jangan lupa lo harus berpartisipasi juga." kata Naomi memecah keheningan. Lagian ia bilang begitu ke Darrel karena di antara mereka berempat, memang Darrellah yang tidak pernah mau ikut terlibat dalam kegiatan kampus. Pria itu akan datang kalau sudah di ancam dulu.
Ginran kurang lebih sebelas dua belas dengan Darrel, tapi pria itu masih bisa di ajak kerjasama.
"Ck, memangnya club kekurangan orang? Bukannya menolak Na, gue pengen fokus sama tim gue dulu." decak Darrel menatap Naomi.
Naomi menyipitkan matanya.
"Lo itu bener-bener ..." katanya lalu menjitak pelan dahi Darrel. Cowok itu hanya tersenyum simpul.
Ketika ia menatap ke arah Ginran, pria itu tampak berpikir. Entah apa yang ia pikirkan, mungkin saja sedang memikirkan Kaiya. Biarkan saja, pikir Darrel. Lagipula bukan hal yang aneh bagi Ginran memikirkan perempuan yang dia suka.
Sebenarnya tanpa diketahui oleh ketiga sahabatnya itu, Darrel sudah diam-diam menyewa orang untuk menyelidiki masa lalu Kaiya, namun belum ada yang di dapat. Detektif yang dia sewa sampai sekarang tidak menemukan apa-apa. Darrel jadi bimbang, ia yakin semakin sulit mencari tahu tentang gadis itu dan keluarganya, berarti makin besar rahasia yang sedang Kaiya tutupi.
Tapi apa?
kisah Nauroz sama Amber seru ga terlalu Tegang dan ketawa terus
Untuk kisah Yara juga bagus
Agus sedih Banget Wkwkkwkwk
Agus Dipabel ( Iwak ?? )
A Gus Miftah??
Belom tau pawang nya kaiya 😂😂
Peter diikuti, Ginran diikuti..
hidup cm buat sakit hati
MURI (Museum Rekor Indonesia), ya adanya di Indo aja😭gak sampe luar negeri