SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Morgan tampak mengacak rambutnya merasa frustasi. Sudah dua mingguan dirinya masih tak bisa menemui Elina. Apalagi dirinya masih terus memantau Elina dari jarak jauh seperti biasanya.
Hingga membuat keinginannya untuk bertemu Elina semakin kuat, dengan melihat wajah menggemaskan Elina saat tertawa bersama kedua sahabatnya itu. Kekasih yang begitu ia rindukan, ya sampai saat ini, baginya Elina masih kekasihnya. Meskipun wanita yang bersangkutan tak menganggapnya begitu.
Ekspresi wajah yang tampak suram terlihat jelas pada wajah Morgan. Pria itu begitu merindukan sosok Elina namun wanitanya begitu sulit untuk digapai.
Mencoba menghembuskan nafasnya berkali-kali, Morgan berusaha menenangkan dirinya. Ia akan cari solusi lain yang akan bisa membantunya menemui Elina tanpa dihalangi oleh siapapun.
Morgan masih tampak terdiam, terpaku memikirkan cara apa yang paling tepat untuk membantunya menemui Elina segera. Namun sudah bermenit-menit ia berpikir masih saja tak menemui solusi itu. Pikirannya
benar-benar buntu, tak bisa berpikir jernih.
Ahh sudahlah, daripada memaksakan diri untuk terus memikirkan hal yang tak pasti, apalagi pikirannya benar-benar buntu. Jadilah ia memutuskan untuk menatap dan mengamati wajah cantik kekasihnya saja.
Morgan dapat melihat dengan jelas wajah ceria itu, meskipun bukan karena dia. Namun cukup membuatnya juga ikut merasakan kebahagiaan yang sama. Sesungguhnya ini adalah salah satu dampak yang sebenarnya Morgan syukuri.
Dengan kehilangan ingatannya, Elina justru menjadi pribadi yang lebih ceria, senantiasa tertawa dan Morgan rasa lebih banyak merasa bahagia. Tentu saja, karena pastinya Elina tak akan mengingat kenangan menyakitkan yang sudah ia lukiskan dalam memori Elina.
Morgan kembali mengamati dengan lekat kegiatan Elina. Jika biasanya Elina tengah asik bersama kedua sahabatnya, kali ini Elina terlihat sendirian. Karena sepertinya kedua sahabatnya baru saja masuk ke dalam atau mungkin harus berangkat ke kampus.
Sejenak Morgan berpikir, apa ini kesempatan yang baik untuk menemui Elina. Karena sedang tak ada kedua penghalang itu yang jelas akan menghalangi dirinya menemui Elina.
Namun sebelum itu, Morgan mesti memastikan kalau kedua sahabat Elina memang benar-benar pergi bukan hanya sekedar masuk ke dalam rumah saja.
Morgan akhirnya memilih menunggu untuk memastikan bahwa memang tak ada dua penghalang itu. Lama Morgan menunggu, sembari mengamati Elina yang tampak asik membaca sebuah buku.
Ia tebak buku itu adalah sebuah novel, rupanya kebiasaan Elina tak berubah. Sekalipun telah kehilangan ingatannya, mungkin alam bawah sadarnya tak bisa untuk menyembunyikan kesenangannya terhadap hal itu.
Setiap detail ekspresi wajah Elina yang berubah-ubah menciptakan ekspesi yang sama di wajah Morgan. Saat Elina tersenyum, tanpa sadar Morgan juga ikut mengulas senyumannya, begitupun saat Elina terlihat muram, bersedih, berkaca-kaca. Morgan juga melakukan hal yang sama tanpa ia sendiri sendiri.
Hingga kedatangan Viola dan Bianca kembali, membuat Morgan menghela nafas berat. Rupanya benar, mereka hanya masuk ke dalam sebentar tak benar-benar pergi ke kampus seperti perkiraannya yang kedua.
“Mungkin belum waktunya.” Gumam Morgan dengan lirih, berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Kembali mengamati Elina, Morgan tak lagi melihat buku yang semula dipegang Elina. Karena terlihat sudah berpindah ke tangan Bianca. Sedangkan Elina terlihat asik bersama Viola melihat-lihat ponsel, entahlah milik Elina atau Viola.
Elina terlihat tersipu di sana, ya dengan jelas Morgan menangkap ekspresi itu. Entah mengapa dadanya bergemuruh, terasa panas melihat Elina yang sepertinya memang benar-benar tengah tersipu malu. Siapa gerangan yang sebenarnya mereka lihat di ponsel itu, sampai Elina tampaknya memiliki ketertarikan tersendiri dengan menunjukkan ekspresinya itu.
***
Morgan hari ini kembali mengikuti rutinitas kuliahnya seperti biasa. Padahal seminggu kebelakang dirinya memilih bolos karena pikirannya yang suntuk.
Kali ini, ia memaksakan dirinya untuk datang ke kampus karena juga memiliki niat terselubung. Tak jauh dari Elina pastinya, masih seputar Elina. Ya, sebenarnya Morgan ingin meminta bantuan Viola untuk segera dapat bertemu Elina kembali.
Rasa rindunya begitu menggebu-gebu, apalagi kemarin pertemuannya hanya seperti tak melepaskan rindunya. Karena Elina yang akhirnya pingsan sehingga tak banyak interaksi diantara mereka.
Ditambah, karena kemarin melihat Elina yang terlihat tersipu pada orang lain. Membuatnya ingin segera meraih hati Elina kembali. Ia takut Elina akan melupakannya dan melupakan perasaan cinta untuk dirinya. Morgan tak mau kehilangan Elina maupun perasaan Elina untuknya.
Morgan memilih untuk menuju kelasnya terlebih dahulu. Untuk mengikuti perkuliahannya hari ini. Sekaligus, mengisi waktu untuk menunggu kedatangan Viola. Yang memang berbeda jadwal dengannya.
Waktu berlalu, sudah dua jam berlalu Morgan terlihat keluar dari kelasnya karena perkuliahannya hari ini telah selesai. Morgan menatap sekeliling, sesampainya ia di hamparan depan kampus.
Morgan sedang mencari keberadaan Viola yang harusnya sudah datang ke kampus. Tapi selama beberapa menit mengamati, dan melangkah kaki untuk mencari. Masih saja tak ia temukan wanita itu.
Hingga akhirnya, ia melihat dengan jelas wajah Viola sedang keluar dari kendaraannya. Rupanya baru datang, pantas saja dari tadi tak ketemu ia cari-cari.
Ia segera melangkahkan kakinya dengan cepat, untuk mencegah Viola masuk ke kelas. Karena kelas mereka pasti sudah di mulai.
Srek
Viola terkejut merasa ada yang mencekal tangannya dengan kasar. Saat menoleh, ia memutar bola matanya malas. Lagi dan lagi pria itu lagi.
"Gan, please gue masih ada mk. Gue udah telat ini." Ketus Viola dengan nada kesalnya.
Tadinya ia berangkat bersama Bianca dari rumah Elina. Namun di tengah jalan, Viola mendapatkan kabar mendadak untuk segera pulang ke rumah. Hingga ia memilih pulang dulu, dan kembali menuju kampus.
"Bolos sekali-kali gak masalah." Ujar Morgan tanpa berdosa sama sekali mengatakannya.
Mengundang tatapan tajam Viola, dengan melotot ia menghempas tangan Morgan di lengannya. Yang akhirnya membuat Morgan geram.
Dengan gerakan cepat, Morgan menarik Viola secara paksa. Dibawanya ke belakang gedung kosong.
"Morgan? Lo gila ya!" teriak Viola dengan penuh emosi.
"Gue butuh bantuan lo." Ujar Morgan dengan tegas.
Belum sempat Viola menanggapi, datang seseorang yang sama-sama mereka benci.
"Morgan, Elina? Astaga? Vi, lo juga ada main sama Morgan ternyata?" tuduh Shella dengan entengnya.
"Gan, jangan gitu lah. Pilih salah satu mau gue atau Viola. Tapi, tunggu deh. Bukannya Viola udah ada cowok ya? So, lo gak usah kejar Viola Gan. Gue maafin kali ini, dan lo bisa tetap sama gue." Jelas Shella tanpa rasa malu, bahkan terlihat begitu percaya diri dengan apa yang diucapkannya.
"Gila lo emang" ujar Viola kemudian berlalu meninggalkan keduanya.
"Sh*t, gara-gara lo ini." Umpat Morgan juga ikut berlalu meninggalkan Shella yang tersenyum puas dengan kelakuan yang baru saja diperankannya.
Next .......