Pernikahan yang terjadi tiba-tiba antara Alvar CEO muda yang selama ini tak pernah menampakkan dirinya di khalayak umum bahkan orang-orang di kantor saja pun belum ada yang bertemu dengannya secara langsung. Tapi saat kedatangan Alvar untuk menikah dengan manager yang ada di kantornya membuat gempar seisi kantor.
Natala Mika Sherina—seorang manager yang dinikahi oleh CEO tanpa alasan yang jelas. Namun yang pasti diketahui oleh Natala bahwa Alvar menikahinya bukan karena cinta, melainkan karena dendam. Dendam atas kematian sang adik.
***
"Kamu menuduhku yang telah memb*nuh adikmu?"
"Ya. Tidak ada orang lain selain kamu di sana, Natala. Terimalah nasib kamu sekarang."
***
"Siapa dia?"
"Kekasih saya Shylla Qara Adiwana."
***
Apakah Natala akan bertahan dengan pernikahan yang dilatarbelakangi oleh dendam ini? Apa benar Natala adalah orang yang telah membunuh adik Alvar? Dan bagaimana cara Natala untuk tetap bertahan dengan perilaku menyakitkan yang Alvar berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PurpleLinaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06: Hari pertama setelah menikah
Matahari menampakkan diri menyilaukan mata lewat sinarnya yang menembus gorden kamar Natala. Perempuan itu terbangun dari tidurnya. Dia menengok ke nakas melihat arah jarum jam. Natala bangun dari kasurnya. Gadis yang memakai piyama biru muda itu tidur sendirian sepanjang malam. Setelah kejadian kemarin malam di mana Alvar menolak keras Natala untuk ada di kamarnya, sejak itu Natala tidur di kamar ini.
Natala tidur di kamar tamu. Kaki Natala dia bawa untuk keluar dari kamar, dia berjalan untuk menuju dapur. Setidaknya sarapan ini dia harus memasak sendiri. Namun, Natala sudah menemukan presensi seorang perempuan di dapur rumah Alvar. Tanpa pikir panjang Natala menghampiri perempuan itu.
"Kamu siapa?" tanya Natala pada perempuan itu.
Perempuan itu berbalik badan, sedikit terkejut mendapati kehadiran Natala di belakangnya. "Saya ART di sini, Bu. Saya yang selama ini memasak dan membersihkan rumah Pak Alvar selama Pak Alvar di Indonesia. Saya baru sebentar di sini. Beberapa hari saja," jawab perempuan itu jelas.
"Lagi masak sarapan?" tanya Natala lagi.
Dia mengangguk. "Boleh saya bantu?" tawar Natala dan mendapat gelengan dari ART itu.
Natala pergi dari dapur. Dia menuju ruang makan, duduk di kursi dan meneguk air putih. Dia menghilangkan dahaga sejak tadi malam.
"Siapa yang ngasih kamu hak untuk duduk di sana?" Natala sontak bangkit saat suara ketus itu terdengar.
Ditatapnya Alvar yang memberinya tatapan tidak bersahabat. Alvar dengan pakaian super rapi seperti hendak bekerja berjalan mendekati Natala.
"Jangan berpikir bahwa kamu nyonya sungguhan di rumah ini, Natala," ucap Alvar.
Natala mengerutkan kening. Dia tidak mengerti atas apa yang diucapkan Alvar kepadanya sejak kemarin. Segalanya begitu ambigu bagi Natala.
Namun, alih menjelaskan maksud dari kalimatnya Alvar lebih memilih duduk di kursi meja makan setelah sang ART telah selesai memasak sarapan. Makanan sederhana, roti bakar dengan selai cokelat. Alvar memakan roti itu sendirian tidak menoleh sekalipun ke Natala yang berdiri memandangi dia makan.
Alvar berdiri setelah menghabiskan sarapannya. Tanpa berkata apa-apa Alvar beranjak pergi dari sana.
"Mau ke mana?" tanya Natala agak sedikit berteriak agar Alvar yang sudah beberapa langkah di depannya mendengar.
Alvar berhenti. Tanpa berbalik badan, dia bertanya, "Memangnya ada urusan sama kamu saya pergi ke mana?"
"Maksud saya, kita kan lagi cuti pernikahan, Pak."
"Saya tidak mengatakan bahwa saya akan pergi ke kantor," balas Alvar masih belum berbalik badan.
"Jadi mau ke mana?"
"Bukan urusan kamu!"
Alvar pergi begitu saja. Dengan kemeja hitam dan celana hitam, Alvar membawa mobil putih mewahnya keluar dari pekarangan rumah. Dia kembali meninggalkan Natala dengan seribu kebingungan di kepala.
"Pak Alvar memang sering begitu ya?" tanya Natala pada ART yang berdiri tak jauh darinya.
"Memang begitu, Bu. Pak Alvar orangnya tidak suka di tanya-tanya," jawabnya.
Natala menghela napas panjang, dia menoleh ke meja makan. Masih ada satu potong roti tersisa. "Apa ini bisa saya makan?"
ART itu tentu mengangguk. Dia mempersilahkan Natala untuk memakan roti itu. Selesai sarapan Natala memilih untuk mandi.
Natala memakai bajunya yang biasa. Hanya kaos putih bergambar bunga dan celana jeans abu-abu. Natala membereskan barang-barangnya. Dia menaruh satu persatu pakaian dan perlengkapan di lemari dan meja hias. Seperti yang dijelaskan di awal Natala sedang cuti pernikahan. Hari libur spesial di mana seharusnya Natala berada bersama Alvar berduaan.
Natala menyisir rambut sambil termenung. Dia pikir hanya dirinya yang tidak menerima pernikahan ini, tapi sepertinya Alvar lebih menolak keras pernikahan ini. Alvar seakan sangat tidak menyukainya tapi lelaki itu mau menikah dengannya.
Ketukan pintu terdengar, Natala bangkit membuka pintu itu.
"Ada yang ingin bertemu dengan Ibu," ucap sang ART.
"Siapa?"
"Saya Natala."
Sekretaris Alvar berjalan mendekati Natala. Seorang laki-laki dengan senyum manis. Dia tak kalah tampan dari Alvar. Dan kalau dilihat dari perawakannya, umur Alvar dan sekretarisnya tidak terlampau jauh.
"Kenapa ingin menemui saya?" tanya Natala pada laki-laki yang ia ketahui bernama Keenan.
"Mungkin kita tidak perlu berbicara di sini." Keenan membawa Natala pergi menuju rooftop.
Dia dan Natala berdiri di rooftop luas itu. Melihat jelas keadaan di bawah dan langit di atas.
"Bagaimana harimu sejauh ini? Apakah baik-baik saja?" tanya Keenan menoleh ke Natala.
"Sejauh ini baik," jawab Natala.
"Bohong," sentak Keenan. "Saya tau kamu pasti bingung sekarang dengan sikap Alvar."
Natala menoleh ke Keenan. Lelaki itu sangat aneh. Dia menebak hidup Natala dengan tatapan misteriusnya.
"Bolehkah kita berbicara santai saja?" Keenan bertanya. "Maksudku jangan terlalu formal, ini bukan di kantor. For your information, aku ini temannya Alvar. Namaku Keenan Madhava Albani, aku dan Alvar sudah mengenal sejak lama dan dia mengangkatku menjadi sekretaris pribadinya. Aku mengenal Alvar cukup baik dan aku tau apa yang sedang temanku itu pikirkan dan apa yang akan dia lakukan."
"Maksudnya? Aku nggak ngerti." Natala tidak terkoneksi dengan arah pembicaraan Keenan.
"Kamu pernah penasaran apa alasan Alvar ingin menikah denganmu?"
"Sejujurnya aku penasaran, tapi menurutku itu tidak begitu penting. Apapun alasan dia menikah denganku, aku tidak peduli tentang itu. Yang aku tahu, aku menikah dengannya demi Ibuku. Aku ingin Ibuku melihat bahwa anak perempuan satu-satunya bisa menikah dan tidak akan hidup sendirian," jelas Natala.
"Jadi kamu tidak mau tahu?"
Natala menggeleng dan Keenan langsung pergi dari sana. Dia meninggalkan Natala sendirian di atas rooftop.
"Pak Alvar dan sekretarisnya sama saja. Mereka itu nggak ada bedanya, sama-sama aneh!" ketus Natala memandangi punggung Keenan yang semakin menjauh.
...***...
Hari sudah malam dan Alvar belum tiba di rumah. Sebenarnya Natala tidak peduli di mana dan sedang apa laki-laki itu sekarang, tapi setelah gadis itu menghubungi Ibunya, Ibu Natala berpesan agar jangan pernah tidur sebelum suaminya pulang ke rumah.
Ingin Natala tidur sekarang, tapi dia sudah terlanjur berjanji kepada Ibunya akan menunggu Alvar sampai pulang.
Saat Natala hampir memejamkan mata duduk di sofa suara langkah kaki terdengar. Kaki berbalut sepatu pantofel itu berjalan memasuki ruangan tempat Natala berada.
"Dari mana saja, Pak? Kenapa baru pulang sekarang?" tanya Natala berdiri di depan Alvar.
"Sejak kapan kamu peduli dengan saya?" balas Alvar. "Apa kamu sangat penasaran dengan hidup saya?"
"Bukan begitu itu, Pak. Hanya saja kalau Bapak lupa, kita sekarang sudah menikah. Saya hanya ingin sekedar tahu apa yang dilakukan suami saya sampai pulang selarut ini. Saya sudah menelepon Keenan dan katanya Bapak nggak ada di kantor," jawab Natala panjang lebar.
"Ke mana saya dan apa yang saya lakukan itu bukan urusan kamu, Natala. Yang kamu harus ingat bahwa kamu hanya istri saya di atas kertas bukan di hidup saya yang sebenarnya. Saya menikahi kamu karena ingin membuat kamu sengsara, Natala. Karena saya begitu membenci kamu. Segala hal di dalam diri kamu saya benci."
"Saya salah apa?"
"Banyak Natala. Kamu akan terkejut jika saya sebutkan satu persatu dosa kamu."
Di akhir kalimatnya, Alvar mendekati Natala.
Plakk
Tanpa aba-aba Alvar memberi tamparan keras di pipi Natala. Gadis itu memegangi pipinya yang ditampar dengan raut wajah penuh keterkejutan. Sedangkan sang pelaku tersenyum puas melihat pipi Natala memerah.
Alvar berjalan melewati Natala mematikan lampu ruangan itu dan meninggalkan Natala sendiri.
Sejak malam itu Natala tahu bahwa memutuskan untuk menikah dengan Alvar adalah kesalahan terbesar yang pernah ia buat. Di hari pertama pernikahannya, Natala mengutuk hidupnya. Natala membenci pernikahannya dan segala hal yang membuat dia bisa menikah dengan Alvar.