Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.
Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.
Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Kecil yang Membingungkan
Pagi berikutnya, Ethan bangun lebih awal lagi. Biasanya, setelah malam panjang dengan Zoe yang penuh cerita tentang cowok ganteng, gosip-gosip acara, dan hal-hal yang menurut Zoe "vital untuk kelangsungan hidup manusia," Ethan merasa kepalanya penuh. Tapi hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Dia teringat percakapan singkatnya dengan Mike kemarin. Si fotografer yang entah bagaimana berhasil membuatnya melihat dunia dari perspektif yang baru.
Ethan menghabiskan sarapan paginya dengan sedikit kebingungan. Bukan soal makanannya, karena roti panggang dan selai favoritnya sudah jadi rutinitas. Tapi lebih ke arah: Apa yang harus gue lakuin sekarang?. Biasanya, jawabannya sederhana. Zoe. Dia akan nunggu Zoe nge-chat atau mereka akan bertemu. Tapi sekarang, ada semacam dorongan aneh untuk melakukan hal lain, sesuatu yang lebih "besar," walaupun dia belum tahu apa itu.
Sambil menyeruput kopi, Ethan merenung. "Mungkin gue perlu nyoba sesuatu yang beda, tapi apa?"
Ponselnya bergetar. Zoe lagi. Ethan tersenyum tipis. Tidak mengherankan, Zoe selalu menjadi bagian terbesar dari harinya. Namun kali ini, Ethan merasa perlu menunda, bukan karena dia tidak ingin mendengar cerita Zoe, tetapi lebih karena dia butuh waktu untuk berpikir tentang dirinya sendiri.
Zoe: “Eth! Pagi ini gue ketemu cowok yang kemarin lagi di coffee shop. Ternyata dia tau banget soal kopi. Kapan kita ngopi bareng?”
Ethan membaca pesan itu, lalu menarik napas dalam. "Ngopi bareng Zoe? Pasti seru sih, tapi kayaknya gue perlu waktu buat nyari tau apa yang bener-bener gue mau."
Dia mengetik balasan singkat. “Pagi Zo. Mungkin ntar sore aja? Gue lagi mau jalan-jalan sebentar.”
Balasan Zoe datang lebih cepat dari perkiraan.
Zoe: “Serius lo jalan-jalan pagi-pagi? Lo kan biasanya mager maksimal. Mau ngapain? Jangan-jangan lo nemu hal baru nih?”
Ethan tertawa kecil, meskipun dia tahu Zoe agak bingung dengan kebiasaan barunya. "Nemu hal baru? Mungkin aja," pikirnya.
Sebelum keluar rumah, Ethan memutuskan untuk membawa kameranya sendiri, kamera lama yang sebenarnya lebih sering ngumpulin debu daripada digunakan. “Mungkin Mike ada benarnya,” gumam Ethan. “Coba liat dunia lewat lensa kamera, siapa tau gue bisa ngeliat hal yang belum pernah gue sadari sebelumnya.”
Ethan melangkah keluar apartemen dan menuju taman yang kemarin. Tapi kali ini dia tidak buru-buru duduk di bangku biasa. Sebaliknya, dia berjalan mengelilingi taman, memperhatikan setiap sudut dengan lebih teliti. Dari orang-orang yang sedang joging, pasangan yang duduk berdua sambil tertawa, sampai anjing kecil yang berlarian mengejar bola.
Saat dia melihat anak kecil yang kemarin menangis karena balonnya terlepas, kali ini si anak terlihat gembira sambil menggenggam balon baru di tangannya. Ethan spontan mengambil foto momen itu. “Mungkin ini yang dimaksud Mike—momen kecil yang berharga.”
Tiba-tiba, dari kejauhan, Ethan mendengar suara yang tak asing. "Ethaaan!"
Ethan menoleh dan melihat Zoe berjalan cepat ke arahnya, dengan gaya santainya yang khas. Hoodie oversized, kacamata hitam yang terlihat terlalu besar, dan senyum lebarnya yang membuat Ethan langsung tahu, Zoe sudah siap cerita panjang lebar.
"Ethan, serius lo nggak bilang mau ke taman? Gue kira lo ngelakuin sesuatu yang... ya, nggak biasanya lo lakukan!" kata Zoe dengan ekspresi setengah geli, setengah penasaran. Dia duduk di sebelah Ethan tanpa diundang, seperti biasanya.
Ethan mengangkat bahu, mencoba bersikap santai. "Gue cuma pengen nyoba ngeliat dunia dari sudut pandang yang beda aja, Zo."
Zoe menatap Ethan dengan mata menyipit. "Lo nggak ketemu orang aneh kan? Atau jangan-jangan, lo kena pengaruh film indie yang absurd lagi? Please deh, Ethan, jangan mulai jadi hipster."
Ethan tertawa keras, dan Zoe ikut terkekeh. "Gue nggak jadi hipster, Zo. Gue cuma... ya, mikir aja. Kemarin gue ngobrol sama orang baru di taman ini, dan dia bilang sesuatu yang menarik soal ngeliat momen kecil yang bermakna."
Zoe menatap Ethan dengan ekspresi pura-pura kaget. "What? Ethan ngobrol sama orang asing? Ini berita besar! Besok gue bakal masukin headline di grup chat!"
Ethan tersenyum lebar, sedikit memukul pundak Zoe. "Jangan gitu ah. Tapi serius, gue lagi nyoba hal baru. Mau liat hidup dari perspektif yang lebih... ya, gue nggak tau, lebih hidup aja mungkin."
Zoe mengangguk pelan, lalu tanpa diduga, dia mengambil kamera Ethan. "Nah, kalo gitu, lo harus fotoin gue! Gue nih momen berharga buat lo. Siapa tau, nanti lo bisa bilang ke anak cucu kalo foto pertama yang lo ambil adalah gue!"
Ethan terkekeh lagi, lalu mengarahkan kameranya ke Zoe. "Oke, siap. Senyum, pose ala candid dong."
Zoe langsung memasang gaya ‘candid’ ala Instagram, dengan pura-pura menatap jauh ke depan, padahal jelas-jelas dia berusaha menahan tawa. Ethan dengan cepat menjepret, dan hasilnya? Zoe tampak konyol dengan senyum lebarnya yang akhirnya muncul.
"Keren, kan?" kata Zoe sambil melihat hasil fotonya. "Eh, tapi jujur ya, Eth. Gue seneng lo mulai nyoba hal-hal baru. Kadang gue ngerasa lo terlalu sibuk di zona nyaman lo, dan jujur aja, gue pernah mikir, kapan nih Ethan mau keluar dari rutinitasnya."
Ethan merenung sejenak. “Iya, gue juga ngerasa kayak gitu. Makanya gue lagi nyoba... pelan-pelan. Bukan berarti gue bakal berubah total sih, Zo, tapi gue mau ngembangin diri aja, ngerti nggak sih?”
Zoe tersenyum. "Ngerti kok, Eth. Gue cuma mau lo tau, apapun yang lo pilih, gue tetep ada buat lo. Mau lo berubah jadi hipster sekalipun."
“Thanks, Zo,” jawab Ethan, kali ini lebih serius.
Hari itu berjalan lambat, tapi terasa menyenangkan. Setelah sesi foto dadakan di taman, Ethan dan Zoe akhirnya mampir ke kafe langganan mereka. Zoe, seperti biasa, mulai menceritakan segala hal yang dia alami sejak mereka terakhir bertemu, dari si cowok ganteng sampai drama-drama kecil lainnya yang bikin Ethan tertawa.
Di tengah-tengah cerita Zoe, Ethan tersadar akan sesuatu. Meski Zoe sering kali terasa bising dengan segala obrolannya, dia tetap penting bagi Ethan. Mereka berdua adalah sahabat yang selalu saling melengkapi, meski Zoe lebih ekspresif dan Ethan lebih pendiam. Dan mungkin, langkah kecil yang Ethan lakukan ini bukan tentang meninggalkan Zoe atau rutinitas mereka, tapi tentang menemukan cara baru untuk menikmati kebersamaan itu.
Ketika Zoe sedang asyik bercerita soal salah satu temannya yang “nabrak tembok pas lagi sibuk nge-chat pacarnya,” Ethan memandang ke luar jendela kafe. Dia merasa ada harapan baru dalam dirinya, bahwa dia bisa menikmati dunia ini dengan caranya sendiri, tanpa harus terburu-buru atau mengikuti langkah orang lain.
“Eh, lo dengerin nggak sih?” Zoe tiba-tiba menyentak Ethan dari lamunannya.
Ethan tersenyum kecil, menyesap kopinya. “Gue denger kok, Zo. Santai aja. Cerita lo nggak pernah gagal bikin hari gue lebih seru.”
Zoe memasang ekspresi puas. “Bagus kalo gitu. Gue juga nggak mau temen gue berubah jadi pendiam yang aneh kayak di film-film thriller.”
Ethan tertawa kecil, merasa bersyukur punya Zoe di sisinya. Meskipun hari-hari mereka sering terasa sama, ada kehangatan di dalamnya. Dan kini, dengan langkah-langkah kecil yang dia ambil, mungkin, hanya mungkin, hidup ini akan terasa lebih menarik dari yang dia kira.