Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Bisa Lari Dari Takdir
Lusi gelisah sekali, dia takut jika dikenali. Namun, dengan kondisinya yang seperti ini, Lusi berharap tidak ada yang menyadari keberadaannya. Pelan-pelan dia ambil masker dari tas selempang yang modelnya lumayan jadul termakan usia. Itu karena tas tersebut Lusi pinjam dari Bu Hadi. Dia tak punya tas yang bagus untuk saat ini.
Setelah pakai masker, Lusi kemudian mundur dan membaur dengan kerumunan. Sedangkan pintu lift kembali tertutup, karena tidak ada yang berani ikut masuk ke sana. Cuma ada dua orang di dalam lift tadi, jika melihat ruang, masih tersisa banyak, masih muat untuk 5 orang lebih. Namun, semuanya tidak berani ikut naik lift tersebut, lantaran tadi di dalam sana adalah orang penting.
Yang naik di lift merupakan pimpinan perusahaan, anak buah dan karyawan biasa pun tak berani ikut masuk ke dalam lift. Mereka akan menunggu lift selanjutnya. Dan itu sering terjadi, sudah dianggap lumrah.
***
Sementara di dalam lift tersebut.
Virgo berdiri dengan tenang, sambil mendengarkan telpon masuk lewat headset yang menempel di telinganya. Sedangkan di sebelahnya, telah berdiri Roy yang sudah setia menjadi sekertaris beberapa tahun terakhir. Laki-laki itu seperti biasa, akan menemani atasannya ke manapun atasannya pergi.
"Kenapa di lobby ramai sekali tadi?" tanya Virgo setelah melepaskan benda kecil dari telinganya. Sepertinya dia selesai menelpon. Dia pun penasaran, tak seperti biasanya, kantor terasa agak ramai. Sampai lift saja banyak yang antri.
"Sedang ada interview, Pak." Roy kemudian memeriksa agenda di tablet.
"Untuk kantor cabang?"
"Ya, Pak."
Karena lift keburu terbuka, Virgo tak bicara lagi. Laki-laki itu jalan dengan penuh karismatik, dengan ditemani Roy yang berjalan di belakangnya. Saat para karyawan menyapa, Virgo tetap jalan lurus. Seolah orang-orang tadi tidak terlihat.
Para staf wajib menyapa dan menghormati kehadiran Virgo, tapi Virgo tak harus membalasnya. Suka-suka dia, karena dialah pimpinan di perusahaan tersebut. Tiba di ruang kerjanya, Virgo langsung duduk di kursi dan menyandarkan punggung serta melepaskan satu kancing jas paling bawah, agar duduknya lebih rileks.
"Apa saja agenda hari ini?" tanya Virgo. Lelaki itu menyandarkan punggungnya di kursi.
Roy langsung maju, ia menghampiri Virgo di kursinya, kemudian memperlihatkan agenda acara apa saja yang akan dilakukan Virgo hari ini, sambil menunjuk layar ipad, Roy juga membacanya pelan agar lebih jelas.
"Pukul 9 nanti kita ada meeting dengan perwakilan dari PT KLU Global. Setelah itu, makan siang di hotel Marriott dengan pak Marco, general manager PT Asbak. Setelah itu kita ke kantor cabang, ada agenda potong pita, dan ini harus Bapak yang hadir."
Mendengar Roy menjelaskan, Virgo kelihatan tak bersemangat.
"Oke," jawabnya tak banyak komentar. "Kamu boleh keluar sekarang," kata Virgo.
***
Di sisi lain, di bangunan gedung yang sama, Lusi sedang memeluk map. Sebentar lagi dia akan wawancara. Sejak tadi Lusi melihat sekeliling. Sebenarnya mau pulang, tapi hati kecilnya melarang.
'Aku hanya mencari kerja, tujuanku hanya mencari kerja. Jika kami ditakdirkan bertemu, itulah takdir.'
Lusi mengingat anaknya di rumah. 'Jika aku berikan anak itu padanya, mungkin dia akan mendapatkan kehidupan yang baik.'
Pikiran Lusi sangat berkecamuk, malah sempat kepikiran menemui lelaki itu, bukan malah menghindar. Namun, Lusi malah berniat memberikan anaknya. Agar tidak menderita dan susah sepertinya. Tahu pasti kalau ayah si anak orang kaya, mungkin anak itu akan beruntung.
"Saudari Lusiana ... Saudari Lusi?" panggil salah satu orang yang keluar dari ruanga interview.
Lusi yang melamun, seketika terhenyak saat namanya dipanggil. Ia mendongak menatap wanita yang memanggilnya.
'Aku sudah di sini, mungkin inilah takdir. Aku akan melewatinya.'
Lusi masuk tanpa ragu ke dalam ruang interview. Tidak lama dia keluar dengan perasaan lega. Dia diterima, mulai bukan depan, terhitung 4 hari lagi, Lusi sudah bisa bekerja sebagai cleaning service di kantor tersebut.
***
Lusi pulang naik ojek, begitu pulang dia sangat senang memberikan kabar pada Bu Hadi. Seperti dapat pekerjaan yang bagus, Lusi benar-benar bersyukur atas jalan hidupnya. Saat melihat bayi laki-lakinya itu, mata Lusi berbinar. Setidaknya, dia tidak akan terlalu menjadi beban untuk keluarga Pak Hadi. Walau Lusi tahu, gajinya nanti tak akan banyak.
Lusi yang sangat gembira, dia kemudian menatap bayi kecilnya.
'Sayang ... Hari ini ibu melihat ayah kamu,' batin Lusi kemudian mengusap rambut anaknya tersebut. Ada rasa haru yang menyusup, Lusi kadang ingin tahu, di mana ayah Tirta. Setidaknya, dia ingin tahu, sekarang sudah tahu, perasannya tambah campur aduk.
...
Lusi kemudian bermusyawarah pada keluarga angkatnya itu. Mengenai dirinya yang sudah bisa masuk kerja. Sesuai diskusi keluarga pak Hadi, bayi tersebut akan diasuh oleh Bu Hadi. Beliau melarang bayi tersebut dititipkan ke penitipan. Lusi merasa tidak enak, tapi hanya itu yang bisa dilakukan sekarang. Bekerja dan ikut meringankan beban pak Hadi. Serta menabung demi si kecil.
***
Matahari pagi sudah bersinar sangat cerah. Secerah hati Lusi, dia mulai bersemangat.
Hari pertama kerja, hati Lusi mulai was-was. Beruntung dia kerja selalu pakai masker. Yakin tak akan ada yang mengenalinya. Rambut panjangnya pun diikat dan tertutup topi, sehingga sulit untuk mengenali wanita tersebut.
Hari pertama juga masih aman, karena dia khusus di lantai 1 sampai 5, sementara saat dia mencoba mencari tahu, tuang CEO masih jauh di lantai atas sana.
'Suatu saat kita pasti akan bertemu ... Ya, aku yakin itu.'
Entah apa yang ada dalam kepalanya, Lusi seakan-akan menunggu momen pertempuran mereka lagi.
Sampai beberapa hari kemudian, Lusi rolling dengan temannya, mereka ganti. Lusi bagian membersihkan lantai atas. Meskipun was-was, Lusi mencoba profesional.
Lusi membersihkan ruangan manager, selangkah lagi dia akan bisa menyentuh ruangan CEO. Selesai membersihkan ruangan CEO, dia berjalan dengan waspada, dan sampai detik ini, dia tak pernah berpapasan dengan Roy ataupun Virgo sama sekali.
***
Suatu sore, kebetulan Lusi kebagian membersihkan toilet karyawan. Tanpa pernah mengeluh, dia kerjakan itu semuanya. Selesai membersihkan area toilet karyawan perempuan, Lusi pun hendak ke loker. Karena sudah mau waktunya pulang.
Jam pulang rupanya cukup rame orang-orang keluar masuk toilet. Mungkin beberapa karyawan terburu-buru, takut macet kalau gak cepat-cepat pulang, alhasil saat jalan, salah satu karyawan menyenggol lengan Lusi. Membuat Lusi yang kurus kering itu oleng. Beruntung masih bisa seimbang dan berdiri tegap lagi, tapi topinya terlanjur jatuh, membuat rambut Lusi yang panjang tergerai.
Lusi melihat sekeliling, buru-buru dia mengambil topi. Namun, topinya malah diraih oleh seseorang dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇