Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,
ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Intan dan Alisa 2
ia ingat, tiga tahun lalu, sewaktu hatinya juga patah seperti sahabatnya hari ini. "Kau harus percaya, Intan. Di luar sana, ada seseorang yang terus memperbaiki dirinya. Dia yang nanti akan membuatmu kembali percaya, bahwa tidak ada yang perlu kau sesali atas segala yang pernah kau lakukan. Ia mendekap sahabatnya itu. Intan bangkit dari tidurnya, mengelap pipinya yang basah. Lalu memeluk sahabatnya. Alisa.
"Alisa, jangan biarkan aku sendirian." Begitu pintanya.
"Kau tidak akan pernah sendirian, Intan. Mereka saling memeluk.
Dan hal paling manis di dunia ini bukan adegan sepasang kekasih yang berpelukan karena rindu, tetapi sepasang sahabat yang saling menguatkan saat hati mereka sama-sama patah.
Berhari-hari Intan bertahan atas rasa sesak yang masih sering datang. Ternyata melupakan orang yang masih bisa kita temui jauh lebih susah. la masih bisa bertemu dengan lelaki itu. Hampir setiap hari, karena kuliah di kampus yang sama. Dan, perasaan sakit itu semakin sakit saat melihat mantan kekasihnya kini mesra dengan perempuan lain.
Namun apa daya, cinta sudah kandas. Apalagi yang bisa dia lakukan selain belajar ikhlas. Sayangnya, untuk menjadi ikhlas tidak semudah jatuh cinta kepada lelaki itu. la terlanjur percaya pada lelaki yang dulu mencintainya itu. Hingga sepenuh perasaannya ia serahkan. Hingga akhirnya, kini ia susah mengendalikan perasaan itu.
Ke mana saja ia pergi, selalu ada hal-hal yang membuatnya mengenang. Dan tak jarang, diam-diam sesuatu mengenang di pelopak matanya. Hujan yang sedih. Embun yang pedih. Perasaan yang hancur itu seringkali memporakporandakan suasana hatinya. Namun, ia harus bertahan. Seperti yang dikatakan sahabatnya, Alisa, semua hanya perkara waktu. Hanya saja, sudah berbulan-bulan dia sendirian, menahan segala yang pedih. la masih saja sedih melihat kenyataan bahwa cinta lelaki itu tidak lagi miliknya.
Bermalam-malam yang sepi ia habiskan untuk menulis buku catatan hariannya. Menumpahkan segala perasaan. Bagi Intan, selain bercerita pada Alisa .hanya itu yang bisa ia lakukan. Patah hati membuatnya menjadi orang yang suka dengan catatan harian. Setiap hari kesedihan itu ia tumpahkan dalam buku catatan itu. Menumpuk dan semakin banyak.
Perasaan itu tetap saja ada. Meski berkali-kali aku melupakannya. Berkali-kali lipat pula ia tumbuh. Apakah kau tidak pernah merasakan hal yang sama? Sementara dulu, sering kali kita tanpa disengaja sama-sama ingin menelepon sama-sama ingin mengucapkan rindu yang sama. Apakah semudah itu bagi lelaki untuk melupakan? Apa kau tidak pernah tahu bahwa perempuan seringkali begitu sulit lepas dari kenangan. Lalu, sudah matikah hatimu pada janji- janji yang kau katakan padaku?
Dan, ia kembali menutup catatan harian itu. Begitulah ia menumpahkan segala perasaan. Selain dengan Alisa, hanya catatan itulah yang menjadi teman Intan berbagi.
"Sudahlah, Intan. Kau harus tahu, lelaki sering kali mengutarakan perasaannya terang-terang. Kalau mereka suka, mereka akan langsung bilang suka Begitu pun sebaliknya, kalau mereka bosan, mereka akan katakan itu secara langsung. Ada yang dilupakan oleh lelaki, bahwa perempuan lebih suka diam-diam memendam. Seolah semuanya sudah baik-baik saja setelah mereka buat luka. Namun pada kenyataannya, perempuan memendam begitu dalam lukanya. Dan saat sendiri, sering kali menjelma menjadi air mata yang jatuh tanpa disadari.
end