LITTLE NANY
Menjadi babby sitter diusia 19 tahun adalah adalah tawaran terbaik bagi Tisha karena dia harus melunasi hutang keluarga yang jumlahnya besar.
Nizar Mukti Wibowo, duda beranak satu yang berusia 35 tahun ini harus merelakan anaknya dalam pengasuhan Tisha sebagai babby sitter.
Namun, takdir membawa Tisha tidak hanya sebatas menjadi pengasuh, melainkan juga mengambil peran sebagai ibu bagi anak yang haus akan kasih sayang seorang ibu tersebut.
Bagaimana Tisha akan menjalani kehidupannya? Dan bagaimana juga Tisha akan menghadapi Nizar yang otomatis memiliki gelar suami baginya?
Inilah kisah hidup Tisha...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ely LM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menerima Tawaran
Andre melempar kunci mobil dan handphone nya ke kasur kamar hotel miliknya.
Tak lama kemudian badannya terlentang memenuhi kasur yang ukurannya cukup besar. Matanya terpejam dan dalam beberapa detik ia sudah berada di alam mimpi.
Namun, belum sempat ia menyelesaikan mimpinya, suara dering handphone terdengar keras membuatnya terbangun.
Dengan kedua mata yang masih berat untuk terbuka, Andre meraba-raba kasurnya untuk mencari handphone yang ia lempar tadi.
"Baru aja merem, udah ditelpon lagi sama si Bos. Kenapa sih, tuh orang satu hobinya gangguin hidupku terus?" gerutu Andre yang sangat yakin jika orang yang menelponnya ini adalah Nizar.
Andre baru saja lembur untuk menyeleksi calon baby sitter baru untuk Cean. Pekerjaannya semakin berat akhir-akhir ini. Menjadi asisten pribadi seorang Nizar pengusaha ternama adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Apalagi sekarang ditambah dengan menyeleksi calon baby sitter yang menurut Andre bukanlah kapasitas dirinya untuk menyeleksi, membuat pekerjaannya semakin berat.
Sampai detik ini belum ada pelamar yang memenuhi standar yang diinginkan oleh Nizar dan Cean.
Jujur yang membuat hal sulit ini semakin sulit adalah Cean. Dia sangat pemilih dan judes kepada baby sitter nya.
Bayi besar kesayangan tuannya itu sulit ditebak seperti apa pengasuh yang ia inginkan.
Andre berusaha membuka matanya yang sudah lengket itu dengan susah payah. Namun, saat melihat di layar handphone bukanlah nama "Pak Bos" Andre langsung bergegas duduk.
Nomor tanpa nama, pasti klien baru. Biasanya seperti itu. Andre berusaha profesional walaupun dirinya sangat mengantuk karena ini sudah dini hari.
Andre mengangkat telepon itu tanpa berbicara apapun. Namun, selang beberapa detik, ia mendengar suara wanita melalui sambungan telepon ini.
"Bisa bicara dengan, Om Andre!" ucapnya.
"Maaf, maksud saya Pak Andre." Wanita itu terdengar mengoreksi panggilannya kepada Andre.
Suara yang tidak asing bagi Andre. Bahkan walaupun melalui sambungan telepon, suara itu tidak berubah sedikit pun.
"Saya Andre, mohon maaf ini dengan siapa?" Andre tetap berusaha profesional.
"Saya Tisha, ini beneran Pak Andre?" suara terdengar ragu.
"Iya, ada perlu apa?" tanya Andre.
Tidak terdengar jawaban apapun dari sana. Hanya hening yang Andre dengarkan.
"Halo, Tisha. Ada apa? Katakan saja jangan ragu!" Andre menghilangkan keprofesionalannya agar Tisha tidak canggung.
Sebagai asisten pribadi Nizar, sebenarnya Andre termasuk dalam jajaran orang penting. Andre tidak pernah sembarangan mengangkat telepon dan memberikan kartu namanya kepada orang lain.
Tapi, entah mengapa Tisha ini membuatnya tertarik dan tidak ragu sama sekali. Bahkan, rasa tertariknya sudah muncul sejak pertemuan pertama mereka di malam hari waktu itu.
"Jadi begini Pak Andre. Terkait tawaran pekerjaan yang Bapak tawarkan waktu itu, apakah masih berlaku, Pak?" tanya Tisha.
Andre terkesiap. Dia seperti mendapatkan angin segar. Sepertinya sebentar lagi pekerjaan yang tidak sesuai kapasitasnya ini akan usai.
Andre tersenyum penuh arti.
***
Keesokan harinya, tepat di jam makan siang. Andre yang sedang duduk seorang diri di cafe yang menyediakan menu khas makanan tradisional itu sedang menunggu seseorang sambil memainkan handphone nya.
Tak lama kemudian datanglah wanita cantik berperawakan tinggi kira-kira 165 cm dan postur tubuh yang cukup berisi. Wanita itu adalah Tisha.
Tisha tidak gendut, hanya saja badannya cukup tebal. Ditambah dengan postur badan yang lumayan tinggi itu membuatnya terlihat tinggi besar.
Rambut panjangnya yang sepunggung dikuncir kuda. Rok hitam panjang selutut berbahan chiffon yang ia padukan dengan kemeja tiga per empat warna krem itu membuatnya kulitnya yang putih terlihat lebih cerah.
Flatshoes hitam yang memiliki hak setinggi lima centimeter membuat badan Tisha terlihat semakin tinggi dari tinggi badan aslinya.
Tisha datang ke meja Andre diantar oleh pelayan. Andre sengaja memesan meja VIP untuk pertemuannya dengan Tisha karena dia butuh tempat yang privat dan nyaman untuk menjelaskan tentang pekerjaan yang ia tawarkan.
"Silahkan duduk, Tisha!" pinta Andre.
Tisha duduk berhadapan dengan Andre. Tisha meletakkan tas selempang hitamnya di atas meja.
"Selamat siang, Pak Andre!" sapa Tisha dengan ramah.
Setelah Andre mempersilakan Tisha memilih menu yang dia inginkan, Andre memulai pembicaraannya dengan Tisha.
"Jadi, kamu menelpon saya karena bersedia menerima tawaran pekerjaan dari saya?" tanya Andre dengan serius. Auranya langsung berubah dingin.
"Kok bisa Om Andre berubah dalam sekejap seperti ini!" batin Tisha.
Bagaimana tidak berubah dalam sekejap. Andre yang baru saja bersikap hangat, tiba-tiba mengeluarkan aura dingin saat memulai pembicaraannya tentang pekerjaan.
"Saya bersedia Pak Andre. Saya sangat butuh pekerjaan!" jawab Tisha dengan serius.
Andre percaya. Dia dapat melihat keseriusan dalam diri Tisha.
Andre mengangguk lalu mengeluarkan iPad dari dalam tas jinjing hitam yang ia letakkan di lantai.
Andre tampak sibuk dengan iPad nya. Hening sejenak yang terjadi di antara mereka.
"Semoga aku benar-benar mendapatkan pekerjaan!" batin Tisha penuh harap.
Andre tampak melihat Tisha sejenak sebelum akhirnya kembali fokus pada layar iPad miliknya.
"Tisha Yusrina, berusia sembilan belas tahun, anak pertama dari pasangan Yuni Arianti dan Kusmodinto. Memiliki adik laki-laki yang berusia enam belas tahun yang bernama Yudha Ariza."
Mata Tisha terbelalak mendengar Andre membacakan identitas tentang dirinya. Bagiamana mungkin Andre tahu sedangkan Tisha saja sendiri belum memberi tahu.
Apakah semudah itu mencari identitas orang lain dikalangan orang kaya seperti Andre ini.
"Ceritakan tentang dirimu!" pinta Andre.
Tisha mengangguk. Dia menceritakan masalah yang sedang menimpa dia dan keluarganya. Permasalahan pelik yang membuat Tisha memilih berhenti kuliah dan fokus bekerja saja.
"Jika dalam waktu seminggu saya tidak bisa memberikan uang sebesar lima puluh juta untuk menyicil hutang, maka saya harus menikah dengan rentenir tua itu!"
Andre sangat iba mendengar cerita Tisha.
"Tisha, saya bisa membantu kamu untuk memberikan uang sebesar lima puluh juta sekarang juga!" jelas Andre.
Tisha terkejut. Apa dia tidak salah dengar?
Tisha hanya menceritakan tentang permasalahan hidupnya seperti yang Andre minta. Dia tidak ada niatan untuk meminta bantuan Andre terkait hutang ini. Tisha cukup tahu diri jika lima puluh juga itu bukan uang yang kecil.
"Tapi lima puluh juta itu besar, Pak!" Tisha yang terlalu polos itu tidak tahu jika nominal lima puluh juta adalah nominal yang kecil bagi Andre.
"Saya akan membantu kamu asalkan kamu menerima pekerjaan ini dari saya!" ucap Andre.
Tisha mengangguk paham. "Saya memang butuh pekerjaan, Pak. Pasti saya menerimanya!"
Andre tersenyum tipis hingga senyumnya nyaris tidak terlihat.
Hawa dingin menyelimuti suasana yang Tisha rasakan. Tisha menilai bahwa Andre adalah manusia dengan lebih dari satu kepribadian. Bisa hangat, tapi bisa juga berubah dingin dalam waktu sekejap.
"Pekerjaan apapun itu?" tanya Andre.
Tisha mengangguk mantap.
"Walaupun bukan pekerjaan baik seperti yang ada di otakmu?" tanya Andre lagi.
Tisha terdiam. Tiba-tiba muncul rasa takut jika pekerjaan yang ditawarkan oleh Andre bukan lah pekerjaan yang baik.