Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 21
"Saya tanya sekali lagi, kapan kamu terakhir bertemu Mia?" Jaka bertanya dengan intonasi tinggi, menatap Ranti tajam. Pria itu kesal dengan wanita yang sudah melukai hati sesama wanita.
"Kemarin saya bertemu di Sandranu grup," Ranti tidak berani memandangi Jaka, pura-pura sibuk memasukkan kue ke dalam plastik.
Jaka bertanya Slamet bekerja di mana dan sebagai apa, untuk penyelidikan selanjutnya.
Demi kuenya agar ada yang membeli, Ranti rela menukar cerita tanpa ragu mengenai pekerjaan Slamet dan tugasnya.
"Jika kamu bertemu dengan Mia, segera hubungi saya" Jaka memberi nomor handphone. Dia menarik tuduhannya sendiri kepada Ranti, tidak mungkin juga Ranti mampu membayar bodyguard untuk menculik Mia. Bukan bermaksud meremehkan orang lain, tetapi kembali lagi tentang membayar bodyguard bukan suatu yang murah.
Tidak mau membuang waktu Jaka membayar kue Ranti lalu pergi.
"Bang... kok kuenya tidak dibawa," Ranti memanggil dari kejauhan. Namun, Jaka segera menjalankan motornya.
"Kok aneh banget sih?" Gumam Ranti, tetapi dia senang. Uang dapat kue pun masih ada, bahkan setelah menghitung uang dari Jaka ternyata lebih dari harga kue, bibirnya tersenyum lebar.
Ranti kembali menjalankan sepeda melanjutkan berjualan. Tetapi sepanjang jalan, orang yang dia tawari kue tidak ada yang tertarik. Ranti memutuskan untuk pulang yang penting modal yang dia dapat dari pinjaman online sudah kembali. "Rupanya aku tidak cocok berjualan kue, kalau gitu besok jualan jamu saja. Siapa takut" Sambil menggoes sepeda, Ranti bergumam. Dia senyum-senyum dengan berjualan jamu dalam hatinya berpikir jahat, akan mengalahkan Mia.
Ranti tiba di depan rumah, setelah parkir sepeda dia berjalan bernyanyi-nyanyi kecil sambil mengayun tempat kue. Langkahnya berhenti dengan wajah terkejut karena di bale teras rumah ada dua orang pria dan satu wanita tengah duduk di sana.
"Siapa ya?" Dahi Ranti berkerut, menatap curiga kepada tamu yang serentak berdiri ketika dia datang.
"Kenalkan Mbak, kami tetangga Mia. Mbak ini istri Slamet bukan?" Tanya suami Yuli sopan.
"Iya, ada apa?" Ketus Ranti kesal lagi-lagi tentang Mia, tanpa menyuruh tamunya masuk. Pandanganya menyapu tiga orang tersebut bergantian.
"Mas Slamet ada Mbak?" Pak RT menyambung pertanyaan suami Yuli.
Yuli rupanya menyusul suaminya dengan motor, karena penasaran ingin melihat seperti apa wajah wanita yang sudah menyingkirkan Mia dari hidup Slamet.
Yuli menanyakan Mia dengan ketus, melempar tatapan tidak suka kepada Ranti. Jika bukan karena tamu, Yuli rasanya ingin mencakar pelakor seperti Ranti.
"Mas Slamet kerja Pak, nanti sore baru tiba. Masalah Mia cari saja di rumahnya" ketus Ranti kesal dan bingung, mengapa hari ini semua orang pada aneh menanyakan tentang Mia.
Tidak terindikasi keberadaan Mia di tempat itu, RT, Yuli dan suaminya pun akhirnya pulang.
***************
Sementara Jaka saat ini sudah tiba di Sandranu grup. Tujuan Jaka ke sana hanya ingin menyelidiki siapa tahu ada titik terang dengan keberadaan Mia.
Dia parkir di antara motor yang lain, lalu mendongak memandangi tingginya gedung Sandranu grup. Walaupun seringkali melewati jalan di depan perusahaan itu, tetapi Jaka belum pernah masuk.
Jaka berjalan melewati sela-sela deretan mobil yang diparkir. Tatapan matanya tertuju pada mobil yang pernah mengikuti ketika mengantar Mia pulang dari restoran. Untuk memastikan, Jaka menelisik nomor mobil lebih dekat.
"Benar ini mobil milik pria itu" Gumamnya memandangi nomor sudah tidak salah lagi. Alas kaki terdengar berisik dari kejauhan Jaka mengangkat kepala.
"Hee... mau apa kamu?" Bentak satpam berlari ke arah Jaka dengan tatapan mengintimidasi. Satpam mengira Jaka adalah seorang pencuri.
"Maaf Pak, cuma mau memastikan mobil ini milik sahabat saya" Dalih Jaka santun.
Wajah garang satpam pun berangsur-angsur menghilang, kala tatapan mata Jaka yang sayu itu tidak ada tampang penjahat.
"Oh... Bos Vano maksudnya?" Satpam bertanya tegas tetapi tidak galak seperti sebelumnya.
Jaka spontan kaget mendengar nama Vano. Seketika dia ingat ketika di restoran peserta rapat pun menyebut nama tersebut. Jaka semakin tertarik untuk menyelidiki siapa Vano, bukan tidak mungkin dia yang mengikuti dirinya dengan Mia.
"Siapa nama sahabat yang Anda cari?" Tanya satpam menyadarkan Jaka.
"Benar-benar dia Vano" Jaka mengangguk. Dengan keahlianya agar satpam tidak merasa curiga, dia ingin bertemu Vano. Uang satu lembar berwarna merah dia berikan kepada satpam. Bukan berarti menyogok, tetapi demi rencananya berjalan lancar.
"Terimakasih... mari saya antar" satpam memasukkan uang ke saku seragam sebelum akhirnya mengantar Jaka.
Jaka mengajak ngobrol satpam sambil berjalan menuju lantai tujuh. Sedikit ingin tahu tentang Vano, bukan ada maksud lain, selain ingin tahu apakah benar Vano orang yang menculik Mia.
Di depan ruangan Vano, satpam mengetuk pintu karena tidak ada sahutan, kemudian masuk mengangar Jaka sampai dalam. Entah karena uang 100 ribu atau karena satpam terlalu percaya, nyatanya mengizinkan orang yang belum dia kenal masuk ke ruang kerja bos.
"Sepi Tuan, mungkin beliau sedang ada rapat diluar,"
"Begitu ya" jawab Jaka tetapi matanya mengerling.
Desain ruang kerja yang menonjolkan warna coklat dan hitam suasana ruangan nampak berkelas. Dari desain ruangan Jaka sudah bisa menebak siapa Vano, tentu saja orang yang punya kedudukan di kantor ini.
Tatapan mata Jaka tertuju ke arah meja dua kursi terdapat komputer, lap top, dan handphone. Namun, tidak ada orang di sana. Karena sepi Jaka memutuskan menunggu di luar. Sementara Satpam melanjutkan tugasnya di parkiran.
"Mas Slamet" Jaka terkejut, ketika melihat Slamet tengah membersihkan meja dan sofa di luar ruangan.
"Jaka" Slamet mendekati Jaka tanpa meletakkan kemoceng bulu ayam yang dia pegang.
"Jaka, kenapa kamu bisa di kantor ini?" Tanya Slamet berusaha untuk bersikap wajar, padahal merasa takut dengan Jaka. Slamet tahu Jaka merelakan Mia hidup berumah tangga dengannya dengan harapan bisa membahagiakan Mia, tetapi nyatanya Slamet hanya bisa menyakiti Mia.
"Mas Slamet bisa meluangkan waktu sebentar tidak" Jaka sebenarnya tidak sepatutnya mengganggu Slamet bekerja, tetapi ini demi Mia.
"Bisa Jak, mari" Slamet mengajak Jaka duduk di tangga, lalu menanyakan ada perlu apa.
Jaka pun menceritakan bahwa ada orang yang menculik Mia. Sambil memperlihatkan reaksi Slamet apakah ada kemungkinan Slamet lah pelakunya. Walaupun sebenarnya Jaka sudah tidak yakin sejak awal apa salahnya waspada.
"Apa... Mia di culik?" Tertangkap kepanikan di wajah Slamet. Jaka akhirnya tahu bahwa masih ada cinta di hati Slamet kepada Mia, tidak mungkin Slamet akan berbuat setega itu.
"Benar Mas" Jaka mengatakan bahwa saat ini mencurigai pria bernama Vano yang diceritakan Satpam. Jaka juga mengatakan bahwa kemarin malam, Vano mengikutinya ketika sedang makan di restoran.
"Saya tidak yakin jika Vano yang menculik Mia Jak"
"Kenapa sampean yakin begitu Mas?" Jaka tidak sependapat dengan Slamet karena hanya Vano yang pantas dia curigai.
"Tidak mungkin Jak, kamu pasti tidak tahu bukan? Kalau Vano dengan Mia itu ada hubungan" Slamet bercerita dengan penuh penyesalan. Jika boleh memutar waktu, dia tidak akan pernah menyakiti hati Mia walaupun hanya mencubit. Tentu saat ini masih hidup bersama dan tidak menyaksikan kedekatan mantan istri dengan Vano setiap hari yang membuatnya cemburu.
Sementara Jaka merasa sesak mendengar cerita Slamet. Kemungkinan bisa mendekati Mia sangatlah kecil. Cinta segita di masa lalu terulang kembali. Bahkan bukan hanya cinta segita tiga, tetapi segi empat. Otak cerdasnya seketika menangkap, jika Vano mengikuti dirinya itu karena dia cemburu. "Sial" kata itupun akhirnya meluncur begitu saja dari bibir Jaka.
Slamet yang berada di sebelahnya pun kaget, tetapi tidak berani berucap.
Terdengar samar-samar pria dan wanita sedang ngobrol di iringi suara langkah sepatu. Jaka dan Slamet berpaling ke asal suara.
"Itu Dia yang aku tunggu" Jaka segera berdiri menghadang langkah Vano.
...~Bersambung~...