NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:305.5k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lintang Vs. Ketua OSIS

Penilaian Akhir Semester Ganjil (PAS) sudah berakhir lima hari lalu. Tibalah saat yang paling ditunggu siswa siswi Smandong. Yaitu saat di mana para siswa unjuk keberanian dan bertarung di lapangan basket. Salah satu cabang olahraga bergengsi di sekolah tersebut. Dari sekian banyak cabang lomba yang lain seperti tenis meja, tenis lapangan, sepak bola, volly, hingga cipta dan baca puisi, basket merupakan lomba paling exclusive dalam kompetisi itu.

Dari tim basket sekolah, biasanya akan keluar bibit-bibit pemain hebat yang sudah beberapa tahun terakhir selalu menjuarai kompetisi basket antar sekolah di Kabupaten Magelang.

Para siswa seolah tak sabar lagi menunggu saat yang paling menegangkan, yaitu final kejuaraan basket smester ini. Sambil duduk dan sebagagian lainnya berdiri, mereka menunggu pemain favorit mereka di lapangan basket sekolah. Ya, hari ini adalah babak final antara kelas XI IPA 1, timnya Sang Ketua OSIS Smandong, dengan siapa lagi kalau bukan tim favorit sekolah, kelas XII IPA 2, timnya Lintang dan kawan-kawan. Kedua tim itu adalah tim yang selalu di gadang-gadang para gadis. Selain karena kehebatan, tubuh atletis, ketampanan, juga pesonanya mereka sanggup menghipnotis para siswi di Smandong.

Tepuk tangan dan teriakan para siswa siswi pun menjadi histeris saat kedua tim memasuki lapangan basket.

Para gadis mulai berteriak,

"Lintang... Lintang... Lintang..." seolah tak peduli bahwa tunangannya sedang berdiri tak jauh dari mereka.

Ada pula yang berteriak,

"Riko... Riko... Riko..." Suara mereka memberi support pada Sang Ketua OSIS.

Tak sedikit pula yang memanggil nama-nama anggota tim yang lainnya, membuat suasana di lapangan semakin riuh.

Pertandingan basket ahirnya dimulai.

Terlihat beberapa guru ikut mengamati jalannya pertandingan. Sangat seru dan menegangkan. Karena seperti yang diketahui siswa Smandong, hubungan Lintang dengan Sang Ketua OSIS itu tidak harmonis. Berawal dari tim mereka yang sering bersaing merebutkan kejuaraan di sekolah untuk mewakili pertandingan ke tingkat kabupaten, hingga beredar rumor bahwa Lintang tidak menyukai Riko karena dirinya melibatkan Gendhis untuk ikut pelantikan anggota OSIS yang baru. Padahal jelas-jelas Lintang tidak menyukai hal itu. Meski Lintang tahu bahwa kekasihnya bukan hanya gadis yang pandai, dia juga seorang aktivis yang tidak mau hanya berdiam diri ketika ada kesempatan untuk berorganisasi. Mau tak mau Lintang pun terpaksa menyetujuinya.

Tiga babak berlalu dengan menegangkan dengan skor seri. Selanjutnya, kedua tim pun diberikan waktu istirahat. Di ruang ganti, nampak Lintang tengah duduk dengan tubuh yang basah oleh keringat, sembari meneguk air mineral dari dalam botol minuman.

Dengan wajah penuh tantangan, Riko mendekati Lintang dan berkata.

"Gimana, Bro... Masih yakin menang?" Tanya Riko berdiri tepat di hadapan Lintang.

"Kenapa enggak? Sudah pasti tim ku yang akan menang." Jawab Lintang optimis.

Riko tersenyum seolah menganggap remeh lawannya itu dan berkata,

"Silakan saja, kamu buktikan ucapan mu!"

"Okey, Bro. Itu sudah pasti." Lintang tak menganggap serius perkataan Riko dan masih tetap duduk di kursi ruang ganti.

Sambil membungkukkan badan hingga wajahnya tepat berada di hadapan Lintang, Riko berkata,

"Buktikan ucapanmu, tapi... kalau sampai kamu kalah dan tim ku yang menang..." Riko diam sejenak.

"Gendhis... jadi milik ku!" Riko melanjutkan ucapannya.

Seolah membangunkan macan yang sedang tidur, ucapan Riko membuat Lintang naik darah. Lintang bangun dari tempat duduknya dan diremasnya kerah kaos basket Riko seraya mengancam.

"Eh... Kamu berani macem-macem? Jangankan Gendhis, tim basket mu pun nggak akan ku biarin menang. Kalau kamu berani berfikir untuk bisa merebut Gendhis, kamu akan berhadapan langsung dengan ku. Inget itu!" Lintang mengancam.

Suara Lintang yang menjadi lebih keras itu mengundang teman-teman mereka untuk mendekat seraya melerai dua kapten tim basket itu. Suasana dalam ruang ganti pun berubah menegangkan. Lintang melepas tangan kanannya yang meremas baju Riko setelah anggota tim keduanya melerai mereka.

Tak nampak rasa gentar sedikit pun dalam wajah Riko mendengar ancaman Lintang. Juatru dia semakin bersemangat dan merasa tertantang untuk mendapatkan Gendhis. Baginya, pertarungan sebenarnya bukanlah pertandingan basket itu, melainkan merebutkan satu orang gadis.

Teman-teman membawa Lintang pergi meninggalkan Riko bersama timnya. Sambil melangkah pergi, Lintang masih saja menatap Riko dengan tajam. Diacungkan jari telunjuknya kepada Riko sambil berkata.

"Awas... kamu, ya. Kalau macem-macem sama Gendhis."

"Sudah... Lin, sudah." Bujuk teman-teman Lintang.

"Iya, Lin. Nggak bagus kalau sampai ada guru yang lihat, kalian bisa terkena masalah." Kata Anton, teman satu tim Lintang.

"Lihat, Ton... bocah tengil itu berani mau merebut Gendhis." Lintang masih tersulut emosi.

"Iya, Lin. Tenang... kita urus ini nanti. Inget, pertandingan belum selesai dan kita masih harus menyelesaikan satu babak lagi." Anton menenangkan sahabatnya.

Lintang hanya terdiam.

"Inget, Lin. Riko cuma pengen memancing emosi kamu, agar kamu nggak fokus saat bermain, dan kamu tahu sendiri apa akibatnya? Tim kita bisa kalah..." Anton masih menasehati.

Perlahan Lintang mulai tenang, dia yakin ucapan Riko bukanlah semata-mata untuk menurunkan moodnya, tapi benar adanya.

Terdengar suara pemandu pertandingan basket memanggil kedua tim. Semua yang ada di ruang ganti pun keluar untuk kembali ke arena.

Gendhis yang berdiri dengan teman-temannya di bawah pohon kresen yang tidak jauh dari pintu masuk ruang ganti itu pun mengamati wajah kekasihnya yang sedang berjalan menuju lapangan basket. Gendhis mengamati ada yang aneh dari Lintang. Nampak muram tak seperti yang ia lihat saat pertandingan tadi.

"Bentar ya, Tin..." Pamit Gendhis pada sahabatnya.

"Kamu mau kemana, Dis?" Tanya Tina penasaran.

"Tunggu sebentar, nggak lama kok!" Pinta Gendhis.

"Iya, deh. Jangan lama-lama ya, udah mau mulai nih..." Kata Tina sembari melihat Gendhis yang berjalan menjauh, untuk menemui Lintang.

"Mas Lintang... tunggu." Panggil Gendhis.

Lintang berhenti melihat kekasihnya datang mendekatinya. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sepertinya dia masih sedikit emosi.

"Mas Lintang sakit?" Gendhis memperhatikan wajah kekasihnya.

"Nggak, Dis..." Jawab Lintang.

"Lalu kenapa? Apa ada masalah?" Rasa ingin tahu Gendhis semakin dalam.

Anton dan teman-temannya sudah berjalan mendahului Lintang yang sedang berdiri di hadapan Gendhis. Anton paham betul apa yang tengah terjadi pada sahabat dekatnya itu.

"Aku duluan, Lin..." Anton berjalan menepuk bahu Lintang.

Lintang hanya menganggukkan kepala.

Saat Lintang berdiri di hadapan Get, diliriknya Riko yang berjalan melewati mereka sambil menatap Gendhis dengan penuh pesona. Ingin rasanya Lintang mengangkat tangannya yang mengepal bersiap untuk memukul wajah Sang Ketua OSIS.

Gendhis mulai mengerti akan kecemasan yang terpancar dari wajah kekasihnya. Semua itu tentang rasa takut yang berlebihan. Segera Gendhis menenangkan Lintang yang terbakar api cemburu.

"Mas Lintang..." Panggilnya, tapi Lintang masih tak menghiraukan.

"Mas Lintang..." Gendhis mengulangi dengan suara lebih keras.

"Mas Lintang itu kenapa? Gendhis cuma mau bilang, jangan sampai gejolak dalam hati Mas Lintang itu mempengaruhi perfomance Mas Lintang di lapangan." Gendhis mencoba menenangkan.

"Tapi ini masalah harga diri, Dis. Tak ada yang lebih penting dari itu. Aku pergi dulu..." Jawab Lintang dengan tegas, seraya berjalan menuju lapangan dan meninggalkan Gendhis berdiri seorang diri.

"Memang susah ngomong sama Mas Lintang kalau lagi emosi kayak gini." Gumam Gendhis dalam hati.

Riko yang berada di sudut lapangan pun menatap tajam Gendhis yang ditinggalkan begitu saja oleh Lintang. Ada rasa tak rela jika sampai Gendhis bersedih cuma gara-gara Lintang. Seandainya bisa, saat itu juga dia akan mendekati Gendhis, tapi ia sadar, gadis itu pasti akan pergi menjauhinya.

"Gendhis... Gendhis... semakin kamu menjauh, membuatku semakin ingin mengejarmu. Seandainya kamu tahu, aku jauh lebih baik dari tunanganmu." Riko berbicara sendiri dalam hatinya.

Teriakan penonton semakin riuh. Membuat ketegangan semakin bertambah. Kedua tim sudah siap bertanding. Menit demi menit berlalu dan skor di antara keduanya hanya terpaut sangat tipis. Rupanya tim Riko masih memimpin jalannya pertandingan. Nampaknya rencana Riko berjalan dengan mulus. Memancing emosi Lintang dengan alasan Gendhis adalah trik paling jitu untuk bisa mengalahkan tim Lintang. Dan sebentar lagi rencananya akan terbukti.

Pendukung tim Lintang mulai cemas. Skor semakin tertinggal. Pertandingan dengan emosi memang sering menjebak pemainnya pada posisi yang menyulitkan. Itulah yang sedang Lintang alami saat ini.

Pertandingan akhirnya usai, dengan tim Riko yang menjadi pemenang lomba basket di ajang class meeting Smandong semester ini. Akhirnya tim kebanggaan sekolah itu harus menelan pil pahit dengan datangnya juara baru di sekolah mereka.

Penonton nampak gembira, namun tak sedikit pula yang bersedih dengan pertandingan ini. Lintang lah orang pertama yang merasa sedih sekaligus marah. Dia mulai khawatir apa yang Riko katakan di ruang ganti beberapa waktu lalu benar adanya.

Semua berbondong-bondong meninggalkan lapangan. Sementara kedua tim masih berada di lapangan dengan posisi Lintang berdiri tepat di tengah lapangan. Matanya memerah, melihat Riko yang berjalan ke arahnya lalu berkata,

"Gimana, Bro... sudah siap melepas Gendhis untuk ku?" Ledek Riko.

Seketika bak di siram api hati Riko memanas dengar ucapan Riko, tubuhnya bergerak ingin memukul Riko. Untung saja kedua sahabatnya segera datang mendekat, sehingga perkelahian pun bisa dicegah.

"Coba saja! Kalau kamu berani deketin Gendhis. Kamu akan berhadapan dengan ku. Lagi pula, aku yakin Gendhis nggak akan mau sama kamu." Ucap Lintang optimis seolah menghibur diri sendiri.

Lintang dan Riko berdiri di tengah lapangan dengan posisi kedua anggota tim berada dibelakang, seolah mereka bersiap melerai jika benar terjadi perkelahian.

"Oh, ya? Aku terima tantangan mu. Kita akan bertanding lagi. Bukan di sini. Tapi untuk bisa mendapatkan Gendhis." Riko tak gentar mendengar ucapan Lintang.

"Okey... coba saja kalau bisa! Karena sebelum bertanding kamu sudah kalah, dan harusnya kamu sadar kalau Gendhis... adalah tunangan ku!" Lintang memperingatkan.

Riko hanya tersenyum sinis mendengar ucapan itu.

"Lintang... Lintang... kamu fikir aku nggak tahu? Kalian kan cuma dijodohkan. Apalagi perjodohan kalian dilakukan saat Gendhis masih sangat kecil. Aku yakin, kalau waktu itu Gendhis bisa jawab, dia akan memilih jodohnya sendiri. Aku nggak habis fikir, di jaman maju seperti sekarangi ini masih ada perjodohan dini." Ucapan Riko membuat Lintang benar-benar marah dan ingin memukulnya.

"Riko... Lintang..." Dari kejauhan suara Pak Agung guru olahraga memanggil dan mengejutkan mereka. Untung lah Pak Agung datang tepat waktu. Kalau tidak, pertandingan basket itu pasti akan berlanjut dengan sesi berbeda.

"Riko... Lintang... kalian ngapain di situ? Pertandingan sudah selesai. Cepat ganti pakaian kalian dan segera ke lapangan. Upacara penutupan akan segera dimulai." Pak Agung seolah sudah dapat membaca situasi siang itu. Ia faham betul kondisi emosional siswa-siswi nya, apalagi Lintang dan Riko. Hampir setiap hari Pak Agung berlatih basket bersama mereka saat ekskul di sekolah.

Baik Riko, Lintang juga teman-teman mereka akhirnya bubar dari lapangan basket, menuju lapangan upacara untuk melakukan upacara penutupan class meeting.

*****

Gendhis berjalan keluar kelas menuju tempat parkir sekolah bersama Tina dan teman-teman yang lain. Sesampainya di tempat parkir, Lintang sudah duduk di atas motor menunggu Gendhis.

"Aku duluan ya, Dis." Kata Tina menyalahkan mesin motornya.

"Ya, Tin. Hati-hati..." Pesan Gendhis.

Tina meninggalkan Gendhis bersama dengan Lintang yang sudah bersiap untuk pulang. Gendhis segera membonceng motor Lintang seperti biasa.

Sepanjang perjalanan tak sepatah kata pun keluar dari mulut Lintang. Ia tak menyadari bahwa emosinya karena Riko bisa menjadi bomerang dalam dirinya. Ia baru tersadar kalau dirinya sudah membisu cukup lama pada kekasihnya. Ditengah perjalanan, Lintang menyadari dan segera meminta maaf.

"Dis..." Panggil Lintang.

"Iya, Mas. Kenapa?" Gendhis lega akhirnya Lintang mau bicara.

Sejak kecil Gendhis sudah faham betul dengan sifat Lintang yang paling tidak suka diganggu saat moodnya kurang bagus. Karenanya, Gendhis memilih untuk diam sampai Lintang sendiri yang akan mencarinya ketika hatinya merasa lebih baik.

"Dis... aku minta maaf, karena sejak tadi aku sudah nyuekin kamu." Lintang menyesal.

"Iya, Mas. Aku tahu. Pertandingan tadi di sekolah sudah bikin Mas Lintang kecewa." Jawab Gendhis.

"Tapi bukan itu masalahnya, Dis." Lanjut Lintang.

"Kalau bukan itu lalu apa, Mas?" Gendhis tak mau menebak karena takut ia salah.

"Aku cuma nggak suka aja sama Riko." Kata Lintang.

"Tapi kenapa Mas? Apa ada masalah dengan Mas Riko?" Gendhis pura-pura tidak tahu sumber permasalahan Lintang dengan Riko adalah dirinya.

"Sudah... sudah! Aku nggak mau denger lagi kamu nyebut namanya semanis di hadapanku." Lintang seolah tak rela Gendhis membicarakan Riko apa lagi di hadapannya.

"Cie... cie... Mas Lintang cemburu ya?" Gendhis menggoda.

"Gendhis... aku serius. Apa... kamu keluar aja dari anggota OSIS?" Lintang meminta.

"Eh... eh... ya nggak bisa gitu to Mas. Masa keluar gitu aja. Aku bisa kena marah Pak Agung nanti." Kata Gendhis. Selain guru olahraga, Pak Agung juga lah pembina OSIS di Smandong.

"Tapi aku nggak mau, Dis, kalau Riko cari-cari alasan buat bisa deket-deket sama kamu." Lintang mulai mengatakan kekhawatirannya.

"Mas Lintang, sayang..." Gendhis merayu.

"Apa, Dis? Coba ulangi lagi..." Lintang balik menggoda.

"Oh... Mas Lintang nggak denger ya? Ya sudah nggak ada siaran ulang." Gendhis tersenyum manis.

"Kamu tahu nggak, kalau aku lagi marah, senyum mu itu satu-satunya yang bisa nenangin hati aku." Suasana hati Lintang pun kembali stabil.

"Yah... mulai gombal lagi..." Kata Gendhis.

"Eh... aku serius..." Lintang tersenyum.

Gendhis mengangkat lengan kanannya dan memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya seraya berkata,

"Mas Lintang... jangan lupa. Cincin yang melingkar di jari ini adalah simbol kesetiaan cinta kita. Jadi, selama cincin ini masih melingkar di jariku, selama itulah aku akan setia menjaga cinta kita." Ucap Gendhis.

Lintang lega, setelah mendengar ucapan Gendhis. Ia lupa, seolah tak pernah terjadi apapun di lapangan basket siang tadi.

Lintang terus menjalankan motornya dengan kecepatan rendah, menaiki jalan menuju puncak gunung Sumbing, kampung tempat tinggal mereka.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!