Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Ginran keluar dari supermarket tersebut sambil menjinjing satu kantong plastik besar berisi belanjaan milik Kaiya tadi. Entah kenapa ia membelinya. Ia juga tidak tahu. Padahal ia sudah memutuskan tidak mau terlibat lagi dengan gadis itu. Lo memang bodoh, Ginran. gumamnya pada dirinya sendiri.
Sampai di luar ternyata hujan deras. Ginran menatap kanan kiri dan pandangannya tanpa sengaja jatuh ke gadis yang tengah berdiri di ujung sana sambil fokus menatap jalan. Ginran mengamatinya lama dan tertegun. Pandangan gadis itu tampak kosong. Terlihat seperti seseorang yang tidak punya tujuan hidup. Sesaat Ginran merasakan hatinya ikut sakit.
Kenapa dengan Kaiya? Apa yang terjadi pada gadis itu selama tiga tahun ini? Kenapa setelah bertemu lagi, perubahan gadis itu begitu drastis? Ginran tiba-tiba merasa ada begitu banyak hal yang disembunyikan oleh Kaiya
Ketika gadis itu menoleh ke samping, pandangan mereka kembali bertemu. Ginran kembali memasang tampang dinginnya. Ia berjalan mendekat ke gadis itu lalu menyodorkan kantong plastik berisi barang-barang milik Kaiya yang dibayar olehnya tadi.
Kaiya hanya menatap kantong plastik itu tanpa berniat mengambilnya. Sejujurnya gadis itu hanya merasa terkejut dengan kedatangan Ginran yang tiba-tiba. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Namun, karena sikapnya yang seolah tidak menyambut kehadiran pria itu, Ginran langsung membuang kantong plastik tersebut ke tong sampah di dekat situ. Tentu saja Kaiya tidak menyangka pria itu akan membuang barang-barang tersebut. Ia menatap pria yang jauh lebih tinggi darinya itu. Dan Ginran balas menatapnya datar.
"Kenapa, kamu kaget? Aku hanya membantu membuang sampah yang kau tinggalkan di meja kasir tadi. Lagipula, kamu sendiri tidak menginginkannya bukan?" ucap pria itu dengan suara rendahnya yang khas. Keterlaluan memang, tapi dia melakukannya karena masih marah.
Kaiya memilih diam, tidak tahu mau bicara apa. Kaiya ingin menerobos hujan dan segera menghilang secepatnya dari tempat itu tapi tangannya tiba-tiba dicekal oleh Ginran.
"Mau kemana?" tanya pria itu refleks.
"Pulang." jawab Kaiya
"Kau bodoh? Nggak lihat hujan deras begini? Daya tahan tubuhmu lemah, tapi masih saja bersikeras mau menerobos hujan." celetuk Ginran. Dia masih ingat dulu habis mereka main hujan-hujanan, gadis itu jatuh sakit karena daya tahan tubuhnya yang lemah. Kaiya terdiam. Ternyata Ginran masih ingat. Dia pikir Ginran tidak mau tahu tentangnya lagi.
"Bicaralah, memangnya kamu nggak punya mulut hm?" ujar pria itu lagi karena merasa dirinya sedang bicara dengan tembok.
Ginran adalah tipe cowok yang sangat jarang bicara. Ia akan bicara seperlunya saja. Tapi pada gadis didepannya ini, mereka seperti tertukar. Malah dia yang lebih banyak bicara saking minimnya gadis ini berbicara. Dan pria itu mengakui sendiri jika dirinya tidak bisa diam saja berhadapan dengan gadis yang satu ini.
Berkali-kali mereka bertengkar saat bertemu, dan berkali-kali pula Ginran berpikir untuk melupakan gadis ini, tapi ketika melihatnya sedekat ini, ia jadi lupa semua niatnya untuk menjauhi Kaiya. Entah apa yang ada dalam diri gadis ini yang selalu mampu menarik dirinya untuk mendekat. Membuatnya tidak bisa benar-benar membencinya. Saat mereka bertemu, semua perasaan marah, kecewa dan rasa rindu yang begitu dalam menyatu dalam hati Ginran.
"Aku akan membeli payung." gumam Kaiya hendak berbalik masuk lagi ke supermarket.
"Memangnya kau punya uang?" langkah gadis itu terhenti. Ia merutuk dalam hati. Benar. Ia tidak punya uang. Dompetnya tidak ada. Dan ponselnya sudah mati, tidak bisa melakukan transaksi pembayaran apapun.
"Ikut aku." Ginran meraih pergelangan tangan Kaiya tanpa ijin. Gadis itu ingin menolak tapi Ginran tidak memberinya kesempatan sedikitpun. Mereka berdua berdempetan melewati pinggiran jalan agar tidak kena hujan. Mobil Ginran diparkir hanya di depan supermarket. Jadi harusnya mereka tidak kesulitan mencapai mobil pria itu.
Ginran berhenti sebentar, membuka jaketnya dan menutupi kepala Kaiya dengan jaket mahal miliknya, lalu kembali menarik gadis itu berlari kecil dan masuk ke dalam mobilnya. Mau tak mau Kaiya setuju-setuju saja. Tidak bisa menolak.
"Dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu." tanya Ginran. Ia tahu Kaiya sudah pindah dari rumah lamanya. Dan dia tiba-tiba ingin tahu dimana gadis itu tinggal sekarang. Ingin tahu juga apakah Kaiya dan keluarganya baik-baik saja. Sudah lama dia tidak melihat papa, mama dan kakak gadis itu.
"Aku jalan kaki aja. Tempat tinggalku udah nggak jauh dari sini. Setelah hujan reda, aku akan pergi." ucap Kaiya. Ginran tidak boleh tahu ia tinggal sendirian di apartemennya. Ia harus bisa menyembunyikannya.
Untuk kesekian kalinya Ginran menghembuskan nafas kesal.
"Baiklah, kalau kamu nggak pengen bilang di mana rumah kamu, aku akan membawamu ke rumahku." katanya penuh penekanan. Kaiya yang mendengar sontak kaget. Terpaksa ia langsung menyebut lingkungan tempat tinggalnya.
Ginran menyeringai. Ia merasa lucu dengan sikap panik Kaiya. Kalau gadis itu berekpresi begini, tingkahnya persis sama dengan waktu dulu. Saat hubungan mereka belum canggung seperti sekarang ini. Ketika Kaiya masih ceria dan selalu bisa mencairkan suasana.
Tak sampai lima menit, mobil Ginran berhenti di sebuah gedung besar yang entah berapa lantai itu. Yang pasti itu adalah salah satu gedung terelit di antara gedung-gedung disampingnya. Ginran menatap gedung itu cukup lama kemudian melirik Kaiya.
"Kau tinggal di sini?" tanyanya. Dalam hati ia penasaran kenapa gadis itu sekarang tinggal di apartemen. Apa keluarganya juga tinggal bersamanya? Atau dia tinggal sendiri? Tapi sepertinya tidak mungkin gadis itu tinggal sendiri. Karena Ginran tahu sekali Kaiya tidak pernah bisa terpisah jauh dari keluarganya. Gadis itu benci tinggal sendirian. Bahkan Ginran dan yang lain pernah menemani gadis itu tidur di rumahnya waktu seluruh keluarganya harus keluar kota tanpa dia.
"Rumah lama kamu dijual dan pindah ke apartemen ini?" tanya pria itu lagi. Ia merasa heran. Walaupun apartemen didepannya ini terlihat mewah dan harganya pasti mahal, tapi dibandingkan dengan rumah Kaiya yang dulu, rumah yang dulu jauh lebih besar dan nyaman. Kenapa mereka malah memilih pindah?
"Mm." jawab Kaiya seadanya. Ia tidak perlu beri penjelasan panjang. Dalam benaknya sekarang adalah, ia ingin cepat-cepat naik dan meninggalkan Ginran.
"Keluarga kamu gimana, mereka tinggal di sini juga?" kali ini Ginran menatap Kaiya lama. Ia melihat gadis itu terdiam sebentar, tapi tak lama kemudian mulai berbicara.
"Aku tinggal dengan tanteku." jawab Kaiya setelah beberapa detik terdiam. Ginran masih ingin bertanya dengan detail lagi tapi Kaiya cepat-cepat keluar dari mobil tersebut dan berlari masuk ke dalam. Membuat Ginran tertegun sebentar kemudian mendengus pelan.
Jelas sekali Kaiya menghindarinya. Lelaki itu mengusap seluruh wajahnya dan bersandar di sandaran kursi sopir itu sambil memijit pelipisnya. Ia mengutuk dirinya sendiri yang sangat bodoh. Padahal jelas-jelas Kaiya sudah menolaknya, menyakitinya dan tidak mau berhubungan dengannya lagi, tapi dia masih saja berharap. Cukup lama pria itu merenung sampai akhirnya mobil yang dikendarainya pergi meninggalkan tempat itu.
kisah Nauroz sama Amber seru ga terlalu Tegang dan ketawa terus
Untuk kisah Yara juga bagus
Agus sedih Banget Wkwkkwkwk
Agus Dipabel ( Iwak ?? )
A Gus Miftah??
Belom tau pawang nya kaiya 😂😂
Peter diikuti, Ginran diikuti..
hidup cm buat sakit hati
MURI (Museum Rekor Indonesia), ya adanya di Indo aja😭gak sampe luar negeri