21++
sebagian cerita ada adegan panasnya ya.
harap bijak dalam membaca.
bocil skip aja. jangan maksa 😂😂
caera Anaya. rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian karna penghiatan suami dan sahabatnya.
rasa sakit yang membuat hatinya membatu akan rasa cinta. tetapi ia bertemu dengan seorang lelaki dan selalu masuk dalam kehidupannya. membuat ia berfikir untuk memanfaatkan lelaki itu untuk membalas sakit hati pada mantan suaminya.
akankah caera dapat membalas sakit hatinya?
yuk ikuti karya pertama ku ya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 06
"brengsek!!!"
entah sudah berapa kali caera memaki. menangis, menjerit sekencang kencangnya di dalam mobil yang ia kemudikan
ia tidak peduli dengan jalanan yang licin karna hujan. gelap gulita di sepanjang jalan. walaupun detik ini ia akan mati, maka matilah. pasrah saja.
merasa di bodohi, sangat kecewa, nelangsa, marah, semua jadi satu bercampur aduk di hatinya. begitu kejam Arya berbuat curang dengan sahabatnya sendiri.
"ciiihh.. kau sungguh pendustaaaa..."
lagi lagi caera menjerit. memukul mukul setir mobil yang tidak bersalah. pandangannya buram karna air mata.
pikirannya kalut. tidak mempedulikan entah sampai di mana dia sekarang. ponselnya tak henti berdering. ia tidak mau melihatnya. membiarkan ponsel itu menjerit-jerit di dalam tas tangannya minta di angkat.
caera mengusap air matanya kasar. pandangannya sangat buram. hujan deras menambah kacau penglihatannya. lampu mobil menyorot lurus ke depan. ia melihat ada pohon besar di tikungan depan. dengan hati dan pikiran yang kacau, ia fokuskan pada pohon itu. menambah kecepatan mobilnya lagi.
untuk apa hidup kalau sudah begini. tidak ada gunanya. itulah yang ada di pikirannya sekarang. matanya tak berkedip melihat tujuannya di depan.
injakan gas makin di perdalam. biarlah ia mati. pasti Arya akan senang dan lebih bebas melakukan apa yang dia suka. setan berbisik bisik membujuknya untuk segera mengakhiri hidup.
makin dekat...
sedikit lagi..
ciiiiittttttt.......
caera menginjak rem mendadak dan membanting setir ke kanan.
ban mobil mendecit keras karena injakan rem yang mendadak. tergelincir di aspal yang licin karena hujan. membanting kasebelah kiri menghantam pohon besar.
BRAAAAKKKK.....
benturan keras tidak dapat di elakka lagi. menghancurkan mobil bagian kiri tanpa ampun. kaca pintu dan belakang mobil hancur berantakan.
caera terguncang hebat. kepalanya membentur kaca pintu mobil bagian depan beberapa kali. airbag mengembang dari kemudi.
caera terengah. ia merasakan ada yang mengalir di dahinya. ia menyentuhnya. darah. keningnya berdarah karna membentur kaca pintu mobil dengan keras.
hiks.. hiks.. hikksss
dengan jemari yang sudah di penuhi darah, caera menangis memandangi darah di jarinya. hampir saja. hampir saja nyawanya melayang karna kebodohan.
Gino menyelamatkan nyawanya kali ini. begitu mobil akan menabrak pohon, bayangan Gino Melintas di pikirannya.
masih ada Gino yang membutuhkannya. ia tidak bisa meninggalkan Gino sendiri.
"AAAAAAAAAA... bajingan kau aryaaaa....
aku membenci muuuuuuu"
dalam keadaan mobil yang gelap dan hancur di bagian belakang, caera menangis meraung raung. memukuli airbag di depannya sampai mengempis. dadanya sesak oleh rasa benci.
baru kemarin Arya memeluknya menyatakan cinta. Arya bilang, tidak suka melihatnya menangis. tapi apa kenyataan yang caera dapati sekarang?
cihh!! sungguh menjijikkan
mengebas-ebas kedua tangannya, leher dan wajahnya dengan kasar nergantian. seakan ingin melenyapkan bekas jamahan jari Arya di tubuhnya. ia merasa jijik membayangkan, setelah berpeluh ria bersama wanita lain, lalu ia menjamah tubuh caera juga.
"aku tidak akan memaafkan muuuuu!!!!!!"
teriaknya lagi. dan menangis meraung-raung lagi. meremas rambutnya keras. tidak mempedulikan darah mengalir sampai di pipinya. keadaan caera sangat kacau. ia tidak peduli dengan keadaannya sekarang. yang ia rasakan hanya derita hatinya.
ponselnya berdering berkali kali. dengan geram ia meraih tasnya dan mengambil ponselnya. menatap nanar layar ponsel.
SAYANG
iissshhh... menjijikkan sekali panggilan itu. nama sayang untuk Arya suaminya tertera di layar. dengan geram, caera menolak panggilan Arya. memencet tanda lingkaran warna merah itu dengan kasar. ia mencampakkan ponselnya di bangku sebelahnya.
berdering lagi. caera memandang ponselnya dengan marah. meraihnya lagi lalu menonaktifkan ponsel itu.
selesai. ponsel itu mati. sunyi kini. yang terdengar hanya isakan caera dan gemuruh hujan di luar mobil.
ia menyandarkan kepalanya ke belakang. memejamkan matanya dengan air mata yang masih berlinang. meremat baju di bagian depan dadanya. merasakan betapa sakit hatinya.
rumah tangga yang sudah berjalan sampai enam tahun lebih, harus hancur dengan pengkhianatan.
"kenapa.. harus Vivi?? tidak.. hiks...hikkss.. ada.. lagikah wanita lain... hikss hiks.. dalam hidup mu Arya?"
kata-katanya terputus putus karna tangisan.
"aaahhh"
caera menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya. menangis tersedu-sedu. air mata sudah bercampur dengan darah yang menetes dari kening ke pipinya.
apa yang harus aku lakukan??
hati ku sakit. benci!!!
menghentak hentakkan kepalanya pada sandaran kursi. di matanya melintas bayangan-bayangan Arya bergumul dengan Vivi. bagaimana banyaknya kebohongan yang sudah tercipta selama ini.
mulutnya tak henti hentinya memaki dan meracau kasar. ia meluapkan segala rasa benci dan marah di hatinya. menjerit sekuat tenaga sampai tenggorokannya sakit.
kelemahannya yang tidak mudah mendapatkan keturunan pastilah yang menjadi alasan Arya berbuat itu. caera meremas perutnya. memandangi langit langit mobil. air matanya tak berhenti mengalir. seakan ada kubangan rawa-rawa di dalam matanya yang tidak akan mengeringkan air matanya.
caera membiarkan dirinya meratapi nasib. tidak ada siapa-siapa. hanya dirinya dalam keadaan yang berantakan. entah di mana dia. keadaan gelap gulita. tidak ada mobil yang melintas. mungkin karna hujan yang masih turun dengan deras.
lelah.. caera menangis sampai kelelahan. isakannya mulai mereda. hanya tersisa isakan halus. tapi tubuhnya tidak bergerak. seperti sudah kehilangan nyawa dalam hidupnya.
semangat hidupnya hilang. hanya tersisa sedikit sekali. itu hanya untuk Gino. caera memasrahkan keadaannya kini yang sangat berantakan. tak ada niat untuk meminta pertolongan. biarlah, biarlah ia begini saja.
putus asa menjalari hatinya. memejamkan mata tapi pikirannya melayang dan berbenturan dengan semua memori bersama Arya.
sampai benar benar lelah itu datang menghampiri. isakannya tersisa sedikit. kepalanya berdenyut sakit. pening. matanya terpejam dan sangat berat untuk di buka.
caera pasrah. puas sudah ia memaki. puas sudah ia menjerit. puas sudah otaknya berfikir menyusun fazel-fazel memori yang berantakan di kepalanya.
napasnya mulai teratur. ia tertidur kelelahan. lelah untuk berpikir lagi. membiarkan alam bawah sadarnya melayang jauh. mengistirahatkan otak dan tubuhnya.
damai
\*\*\*\*\*
Dinda berkali-kali mencoba menghubungi caera. tetapi caera tidak mau mengangkat telponnya. Dinda sangat mencemaskan keadaan caera. ia mondar mandir di ruang depan rumah Rani ibunya caera.
"Din, duduk lah. sudah dua jam kamu mondar mandir begitu"
alfian suaminya risih melihat Dinda tidak bisa diam.
"kamu ini... aku khawatir keadaan caera. kalau terjadi apa apa gimana?"
Dinda kesal setengah mati. kenapa laki laki selalu tidak punya perasaan! tidak peka!
jerit hati Dinda.
tadi setelah ia meninggalkan Arya dan Vivi, ia menghubungi Alfian suaminya untuk menjemputnya. dan mereka menuju rumah ibunya caera.
kini mereka berempat berkumpul. sama sama mencoba menghubungi caera. tapi sekarang ponselnya malah tidak aktif.
"iya aku mengerti. tapi kamu itu malah membuat paman dan bibi makin gelisah"
Alfian menarik lengan Dinda. menyeretnya untuk duduk sambil melototkan matanya memberi kode untuk Dinda bersikap tenang. agar tidak semakin membuat ayah dan ibu caera makin panik.
Dinda menurut. duduk di sebelah Alfian. tapi tetap saja seperti menduduki seribu duri. ia tetap tidak tenang.
ayah dan ibu caera terlihat sangat panik. Rani sudah menangis sedari tadi. alwan menenangkan istrinya dengan mengelus pundak wanita paruh baya itu. Gino sudah tertidur dari satu jam yang lalu. ia tidak tahu apa apa. tertidur pulas setelah makan malam.
Dinda sudah menceritakan semuanya pada Rani dan alwan. ia juga meminta maaf karna sudah membongkar kebejatan Arya dan Vivi, yang membuat caera pergi entah kemana sekarang.
"ayah, bagaimana ini? sudah hampir tengah malam. tapi caera tidak ada kabarnya. apa kita lapor polisi saja yah?"
rengek Rani pada suaminya.
"belum bisa lapor Bu. belum satu kali dua puluh empat jam" alwan menyabarkan istrinya.
"sabar dulu Bu. ayah yakin caera tidak akan bertindak bodoh yang akan membahayakan dirinya"
alwan mencoba menenangkan istrinya. walaupun dia sendiri merasakan panik yang luar biasa mendengar putri kesayangannya dalam masalah.
"paman, apa tidak sebaiknya kita pergi mencari caera?"
Alfian memberi ide.
"di luar hujan deras nak. kita akan sulit mencarinya. nanti saja kalau hujan sudah mulai reda."
kembali mereka diam. Dinda masih mencoba menghubungi ponsel caera lagi. tapi ponselnya sudah nonaktif.
"ibu tidak menyangka, sungguh tega Arya pada putri ku.. hiks hiks"
Mira menangis tersedu. sudah tiga jam ini Rani tak henti hentinya menangis dan merengek pada suaminya untuk segera mencari putrinya. hatinya sakit membayangkan putrinya melihat suaminya sendiri dalam keadaan melakukan hal yang tidak senonoh.
"doakan saja caera tegar Bu" alwan memeluk istrinya. menepuk nepuk punggungnya.
jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. caera masih belum mengaktifkan ponselnya. mereka semua gelisah. entah dimana caera. mereka takut caera yang dalam keadaan kalut berbuat nekat. ya tapi mereka berempat memendam rasa itu masing masing. tidak ingin menambah kepanikan lagi.
"ini sudah malam. sebaiknya kalian berdua pulang. anak-anak kalian juga menunggu di rumah. biarlah besok saja kita mencari caera" ujar alwan pada Alfian dan Dinda.
"tapi caera bagaimana paman?" Dinda merasa keberatan.
"paman yakin, putri ku itu wanita yang tegar. dia akan baik baik saja"
alwan mencoba tersenyum walau itu terlihat tidak seperti senyuman. melainkan raut terluka.
Alfian dan Dinda menyerah. menghembuskan napas berat. enggan rasanya mereka meninggalkan ayah dan ibu caera dalam kecemasan. tapi mereka juga harus pulang. anak anak menunggu di rumah.
"baiklah paman. besok pagi saya akan menemani paman mencari caera" ujar Alfian.
alwan hanya mengangguk mengiyakan. Alfian, Dinda, dan alwan bangkit berdiri. dinda mendekati Rina dan memeluknya.
"bibi, Dinda pamit pulang dulu ya. bibi jangan khawatir. saya dan Alfian akan membantu mencari caera sampai ketemu. doakan caera baik baik saja bi"
Dinda memeluk Rani erat. Rani membalas pelukan itu seakan mewakili kesedihannya.
ia hanya mengangguk saja.
Dinda dan Alfian pulang. tinggal ayah dan ibu yang masih duduk dalam keheningan. hanya isakan ibu yang terdengar. mereka tenggelam dalam pikiran masing masing. hingga akhirnya alwan mengajak istrinya untuk beristirahat.
membawa kecemasan terhadap putrinya yang dalam keadaan sulit. walaupun tidak bisa memejamkan mata, tetapi mereka tetap mendoakan keselamatan putri mereka. besok pagi pasti ada kejelasan keadaan caera