"paman jelas-jelas kamu juga mencintai aku akan tetapi kenapa kamu tidak mau mengakuinya"
Alena jatuh cinta kepada paman angkatnya sejak dia masih kecil, akan tetapi paman selalu menganggap dia seorang gadis kecil yang sangat imut, apakah si dokter jenius itu akan tergerak hatinya untuk menerima Alena, ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AMIRA ARSHYLA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 02
Alena kemudian berjalan perlahan-lahan menuju ke apotik.
Tidak lama kemudian Alena sudah sampai di depan apotik, Alena langsung memberikan kertas tersebut kepada penjaga apotik tanpa melihat apa yang di tulis oleh dokter Narendra.
"Hahahaha...!"terdengar suara penjaga apotik tertawa keras.
"ada apa...?"ujar Alena heran mendengar penjaga apotik itu tertawa.
"hah...? kenapa hanya obat herbal..? Bukankah aku harus di infus...?"ujar Alena melihat ke arah obat herbal yang berada di atas meja.
"nama kamu Alena kan...?"ujar penjaga apotik sambil tersenyum.
"iya benar nama saya Alena."ujar Alena dengan tatapan mata yang bingung.
"berarti resep yang di tulis dokter Narendra ini benar, ini untuk infus dan ini untuk kamu minum di rumah ya."ujar penjaga apotik sambil memberikan infus dan juga obat herbal kepada Alena.
"perhatikan baik-baik resep obatnya dan turuti nasehat dokter ya...!"ujar penjaga apotik sambil mengedipkan sebelah matanya.
Alena kemudian meraih kertas yang di berikan oleh dokter Narendra tadi.
"tidak boleh tidur satu kamar selama tiga Minggu."isi kertas tersebut.
Alena mengeratkan rahangnya membaca tulisan tersebut.
"hah...? Apa-apaan ini...?"ujar Alena sambil menghentakkan kakinya sambil cemberut.
Penjaga apotik tertawa melihat tingkah Alena.
"aku kan tidak datang untuk mencari dokter kandungan....!"ujar Alena sambil berlari meninggalkan apotik tersebut.
Alena kemudian langsung masuk ke dalam ruangan Narendra.
"paman...! katakan padaku apa ini maksudnya...?"ujar Alena sambil menaruh kertas itu tepat di hadapan Narendra.
Narendra tidak menggubris Alena.
"aku kan cuman alergi biasa, tapi kenapa kamu malah menulis semua ini...?"ujar Alena meminta penjelasan kepada Narendra.
Akan tetapi Narendra masih fokus dengan pekerjaannya.
"hei...paman jawab aku...!"ujar Alena dengan intonasi suara yang agak keras.
"siapa dokternya aku atau kamu...?"ujar Narendra dengan santainya.
"paman kamu mengerjai aku ya...?"ujar Alena sambil cemberut.
"maaf aku sangat sibuk jadi tidak punya waktu untuk meladeni kamu."ujar Narendra.
"uhh...sebel....eh....tunggu, paman kamu cemburu ya....?"ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah Narendra.
"apa yang kamu inginkan dariku sebagai kado pernikahan."ujar Narendra sambil menyangga dagunya menggunakan tangannya.
Mendengar ucapan Narendra, seketika itu juga raut wajah Alena berubah muram.
"terserah paman saja, apa pun yang paman kasih, aku akan sangat menghargainya."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
Tidak lama kemudian Alena mengangkat dagunya.
"paman, aku pergi untuk infus dulu ya, jika tidak maka aku tidak akan bisa menemui geri dengan wajah yang bengkak."ujar Alena sambil berjalan keluar dari dalam ruangan Narendra.
Narendra menatap kepergian Alena dengan raut wajah yang sedih.
beberapa saat kemudian.
terlihat Alena berbaring di atas tempat duduk di ruang perawatan dengan mata terpejam akan tetapi dari sela-sela matanya keluar butiran kristal bening yang membasahi pipinya.
"ada apa...? apakah infus ini menyakitkan...?"ujar Narendra sambil berjalan mendekati infus alena.
Alena kemudian membuka matanya dan menatap wajah Narendra.
"apakah infusnya terlalu cepat sehingga kamu merasa tidak nyaman." ujar Narendra sambil memelankan infus alena.
Alena menatap wajah Narendra dengan tatapan yang penuh harap.
"Hua....!"tiba-tiba saja Alena menangis keras.
"Alena kamu kenapa...?"ujar Narendra sambil menatap wajah Alena dengan tatapan mata yang sangat cemas.
akan tetapi Alena masih saja menangis.
"alena kamu kenapa, ngomong dong...?"ujar Narendra panik.
"aku tidak apa-apa paman, aku hanya khawatir jika besok Geri melihat wajahku yang jelek ini."ujar Alena sambil mengusap matanya.
"huh..."Narendra menghembuskan nafas berat.
Narendra kemudian berjalan mendekati meja dan meraih makanan yang berada di atas meja itu.
"makan dulu." ujar Narendra sambil membuka penutup makanan itu.
"Baiklah paman." ujar Alena sambil tersenyum lebar.
"lelaki yang berada di hadapanku ini selalu bersikap seperti itu, dia bagaikan bongkahan es di samudra Atlantik, jelas-jelas aku sudah tahu jika aku tidak boleh menyentuhnya bahkan mencintai dia, akan tetapi aku selalu terpesona oleh ketampanan nya, aku menginginkan dia, akan tetapi aku tidak pernah bisa menjangkaunya, aku ingin melepaskannya akan tetapi aku tidak sanggup."ujar Alena dalam hatinya.
Tiba-tiba saja dia teringat waktu dia kecil dulu.
Alena kecil rela memanjat pohon yang berada di sebelah ruangan piano demi untuk melihat Narendra memainkan piano tersebut.
Akan tetapi tiba-tiba dia tergelincir dan terjatuh dari atas pohon tersebut.
"agh...aduh...sakit sekali...!"ujar Alena kecil sambil memegang tangannya.
Tiba-tiba saja Narendra muda Berjalan ke arahnya.
"ka...kakak...!"ujar Alena kecil sambil menatap wajah Narendra muda.
"si kecil berapa umurmu...?"ujar Narendra sambil menatap ke arah Alena kecil.
"se... sepuluh tahun."ujar Alena pelan.
"lebih baik kamu memanggil aku paman."ujar Narendra.
"hah....apa...? Pa...paman..."ujar Alena kecil sambil menundukkan kepalanya.
begitulah awal pertemuan mereka berdua.
"apa yang sedang kamu pikirkan...?"ujar Narendra sambil menjitak kening Alena.
"cepat makan, nanti makanannya keburu dingin."ujar Narendra sambil menuangkan segelas air minum.
"paman, tolong suapi aku ya...! Aku susah jika makan menggunakan tangan kiriku."ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
Narendra menghela nafas panjang, dia juga melirik ke arah tangan Alena yang di infus.
Narendra kemudian mengambil makanan itu dan langsung duduk di hadapan Alena.
"wah... kelihatannya sangat enak ya."ujar Alena sambil tersenyum lebar.
Narendra kemudian menatap wajah Alena.
"paman, apakah kamu akan selalu baik kepadaku...?"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
"buka mulutmu."ujar Narendra menyuapi Alena.
Alena membuka mulutnya dan memakan makanan yang di suap oleh Narendra.
"kapan kamu pulang ke kota ini...?"ujar Narendra.
"aku baru saja pulang hari ini, besok aku akan pergi untuk bertemu dengan bibi lin dan paman yan."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
"apakah mereka tahu jika kamu sudah pulang...?"ujar Narendra.
Alena Tidak menjawab pertanyaan tersebut, Narendra kemudian meraih tissu yang berada di dekat Alena dan langsung mengelap bibir Alena yang belepotan.
Akan tetapi Alena langsung menepis tangan Narendra dari bibirnya.
"paman aku sudah kenyang, kamu sudah bisa pergi menyelesaikan pekerjaanmu yang lain, setelah aku selesai di infus aku akan segera pulang kamu tidak perlu khawatir kepadaku."ujar Alena sambil memalingkan wajahnya.
Terlihat wajah Alena memerah karena tersipu malu.
"hari sudah sangat larut, nanti biar aku yang mengantarkan kamu pulang."ujar Narendra.
"tidak usah paman, bukankah kamu sedang mengantikan shift orang lain..? Nanti aku akan pulang dengan menggunakan taksi"ujar Alena sambil tersenyum.
"jika aku bilang akan aku antar maka aku yang akan mengantarmu pulang jangan bersikap keras kepala."ujar Narendra sambil berjalan meninggalkan Alena.
ternyata sejak tadi ada seorang wanita tua memperhatikan tingkah Mereka berdua.
"pacarmu itu ternyata sangat baik kepadamu ya...?"ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
Alena menoleh ke arah wanita tua tersebut.
"gadis cantik, kamu harus menjaga dia baik-baik ya."ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
"maaf nek, dia bukan pacarku."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
"apakah itu benar, berarti dia suka kepadamu...? tadi dia begitu baik kepadamu, dia menjagamu dengan lemah lembut dan penuh perhatian dan dia juga menatapmu dengan penuh perasaan ."ujar wanita tua tersebut sambil tersenyum.
"apakah benar jika dia menatapku seperti itu...?"ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah wanita tua tersebut.