Kehidupan rumah tangga Chatlea dan Hendra sangatlah harmonis apalagi setelah mereka di karuniai dua anak kembar. Namun saat memasuki tahun ke lima, bencana rumah tangganya mulai menerjang.
Suami yang selama ini dia sayangi dan cintai ternyata menyimpan wanita lain di belakangnya.
"Aku ingin menikah lagi. Kamu setuju atau tidak, aku tetap akan menikah dengannya." Ucap Hendra.
Dunianya seakan runtuh saat itu juga mendengar kata-kata yang keluar dari mulut suaminya.
Hatinya menjerit ingin berteriak sekencang-kencangnya namun lidahnya keluh.
Air matanya terus mengalir tanpa henti menunjukkan betapa sakit, perih, dan kecewa yang teramat dalam yang ia rasakan.
Setelah suaminya menikah, dia malah dijadikan pembantu dan baby sitter di rumahnya sendiri.
Mampukah Chatlea bertahan tinggal seatap dengan madunya?
Ataukah Cathlea memilih mundur dari pernikahan yang sudah dia jalani selama bertahun-tahun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hancur Tak Bersisa
Cathlea menangis sejadi-jadinya mengeluarkan rasa sakit yang ia rasakan. Ia mengambil bantal lalu memeluknya. Kepalanya begitu berat dan rasanya ingin pecah saat itu juga.
Chatlea menekan dadanya merasakan hatinya yang hancur tak bersisa.
"Hatiku sakit mas, hari ini kamu menikahi wanita lain, hikss.. hikss.. kamu bahkan tidak memberiku kesempatan untuk berubah seperti yang kau mau. Dan sekarang kau memilih bersama wanita lain. Hikss.. hikss.. hikss.. Ya Tuhan, apa lagi yang akan terjadi padaku, keluargaku sekarang hancur, keluarga yang selama ini kami bangun dengan cinta dan kasih kini hancur tak bersisa." Monolog Chatlea.
Zidan dan Zarah datang menghampiri Chatlea lalu memeluknya.
"Jangan menangis Mom." Bujuk Zidan.
Sedangkan Zarah ikut menangis di pelukan Chatlea.
"Apa Daddy tidak akan pulang ke sini lagi Mom?" Tanya Zidan.
"Daddy pasti pulang sayang, untuk Zidan dan Zarah." Ucap Chatlea lalu melepas pelukannya.
"Apa Bella juga akan tinggal di sini?" Tanya Zidan.
Chatlea mengangguk dan menahan sesak di dadanya mendengar anaknya menyebut nama wanita lain yang sebentar lagi menjadi madunya.
"Lalu kita di sini juga?" Tanya Zidan.
Chatlea hanya mengangguk menatap anaknya.
"No Mom, Zidan nggak mau punya Mama tiri seperti teman Zidan, Mama tirinya nya sangat jahat." Jelas Zidan.
"Jadi kita juga punya Mama tiri? Siapa?" Tanya Zarah pada Zidan.
"Bella yang Daddy nikahin." Kesal Zidan.
"Huwaaaaa...haaaa.." Zarah menangis dengan kencang, "Zarah nggak mau punya Mama tiri." Teriak Zarah.
"Usss.. usss.. jangan menangis sayang, masih ada Mommy di sini yang akan menjaga kalian, Mommy nggak akan tinggalin kalian. Belum tentu juga Bella jahat seperti Mama tiri teman kalian kan?" Ucap Chatlea sambil memeluk anak-anaknya.
"Sekarang kerjakan PR kalian." Ucap Chatlea lalu keluar dari kamar menuju ruang tamu untuk menenangkan diri.
Zidan dan Zarah menuruti kata-kata Chatlea.
Mereka mengambil buku lalu mengerjakan PR nya.
Setelah selesai, mereka mengambil laptopnya, Zidan membuka email yang masuk kemudian melakukan transaksi, saat ini salah satu perusahaan sedang meminta Zidan untuk meningkatkan sistem keamanan dan melindungi data perusahaan nya.
Zidan meminta 30 juta sebagai imbalan dan pemilik perusahaan menyetujui nya.
Setelah deal, Zidan mulai mengerjakan tugasnya. Setelah beberapa menit Zidan selesai lalu memasang antivirus dan mengganti password nya.
"Oke selesai." Ucap Zidan.
"Sudah kak?" Tanya Zarah.
Zidan mengangguk, lalu mengecek rekening milik Chatlea yang pernah ia buat, ternyata transferannya sudah masuk.
"Sudah." Kata Zidan.
"Horeeeee.. kita banyak uang." Teriak Zarah kegirangan.
"Sssttt, jangan brisik nanti Mommy denger." Zidan menaikkan jari telunjuknya di bibir.
"Maaf kak, Zarah terlalu seneng." Ucap Zarah.
"Jangan bilang-bilang Mommy dulu ya? kita kumpulin dulu uangnya, nanti kalo uangnya sudah banyak, baru kita beli rumah yang lebih gede dari rumah Daddy." Ucap Zidan.
"Beneran kak?" Tanya Zarah.
"Iya." Zidan mengangguk, "ayo kita tidur." Zidan berbaring lalu menutup matanya.
"Iya kak." Zarah juga berbaring lalu ikut tertidur bersama Zidan.
Sedangkan diluar Cathlea terus saja menangis di sofa.
"Ting.. tong.. Ting.. tong.."
Suara bel pintu rumah.
Chatlea beranjak lalu membuka pintu.
"Ririn." Lirih Chatlea.
"Surprise!" Seru Ririn merentangkan tangannya, tapi tidak bertahan lama karena melihat mata Chatlea yang sembab.
"Tunggu, kayaknya ada salah deh dari Lo." Selidik Ririn menatap mata sembab Chatlea.
"Lo habis nangis? Selidik Ririn memegang kedua lengan Chatlea.
Chatlea mengangguk lalu memeluk Ririn.
"Ayo kita duduk, Lo harus cerita ke gw masalah Lo." Ucap Ririn dengan lembut.
Mereka melepas pelukannya lalu masuk kedalam rumah dan duduk di sofa.
"Mana ponakan gw?" Tanya Ririn.
"Mereka sedang tidur." Jawab Chatlea.
Ririn menatap Chatlea.
"Sekarang ceritakan kenapa Lo nangis."
"Hikss.. hikss.. hikss.. Mas Hendra, hikss.." Chatlea tak sanggup lagi berbicara.
"Hendra kenapa?" Tanya Ririn.
"Mas Hendra.. hikss.. hikss.." Chatlea menghela napas.
"Aduhh.. Lea, Hendra kenapa? ayo ngomong. Jangan membuat gw khawatir." ucap Ririn.
"Hikss.. hikss.. Mas Hendra menikah lagi."
Ririn langsung tertegun lalu menggelengkan kepalanya.
"Beneran Lea? Lo jangan becanda, nggak mungkin kan?" Ririn nggak percaya.
"Beneran Rin, gw nggak bohong, hari ini mereka nikah dan gw nggak tahu di mana tempatnya, mungkin juga acara akadnya sudah selesai, hikss.. hikss.. gw sudah melarangnya tapi mas Hendra nggak mau dengerin gw, gw harus bagaimana sekarang? bagaimana dengan anak-anak gw?" Chatlea menunduk memegang kepalanya.
"Gw nggak percaya Lea, Hendra itukan cinta dan sayang bangettt sama Lo, apalagi dengan kehadiran anak-anak yang lucu diantara kalian. Kalian sangat bahagia, aku saja kagum dengan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga kalian. Kenapa Hendra tiba-tiba menikahi wanita lain?" Tanya Ririn.
"Mungkin mereka sudah lama selingkuh Rin, hikss.. hikss.. Tiga bulan terakhir ini, mas Hendra berubah, dia tidak lagi memperhatikan kami, Dia jarang menyapa anak-anak, mengajak bermain pun sudah nggak lagi. Sering pulang tengah malam, kadang mabuk, sering marah-marah nggak jelas, semua yang gw lakuin semuanya salah di matanya. Bahkan kemarin dia menampar dan memukul gw di depan anak-anak." Jelas Chatlea.
"Ya ampun Lea!" Kesal Ririn, "sampai segitunya dia memperlakukan Lo, dan Lo sabar-sabar aja? Lo nggak ngelawan gitu?" Tanya Ririn.
Chatlea mengangguk.
"Gw harus bagaimana Rin? gw syok, seluruh tubuh gw rasanya kosong tak bertenaga, mungkin jika dia membunuh gw pun gw tidak lagi merasakannya." Chatlea memijit pelipisnya.
"Lalu apa yang akan Lo lakuin sekarang? Lo mau cerai?" Tanya Ririn.
Chatlea menggeleng.
"Kenapa Lo nggak mau cerai, dari pada Lo menderita." Kesal Ririn.
"Kalo gw cerai sekarang, dia akan mengambil hak asuh anak gw karena gw nggak bisa menafkahi mereka. Gw nggak mau berpisah dengan anak-anak gw." Ucap Chatlea.
"Lo bener, tapi apa Lo siap di madu?" Tanya Ririn.
"Nggak! gw nggak mau, tapi harus bagaiman lagi, sekarang mereka sudah menikah dan akan tinggal di sini." Ucap Chatlea.
"Apa? perempuan itu akan tinggal di sini? di rumah Lo?" Ririn memperjelas ucapan Chatlea.
Chatlea mengangguk.
"Gila si Hendra, mau ajak perempuan itu tinggal di rumah Lo. Apa dia pikir Lo batu, nggak punya hati dan perasaan." Kesal Ririn geleng-geleng kepala.
"Dan Lo pasrah aja menerimanya?" Tanya Ririn.
Chatlea kembali mengangguk.
"Lo bodoh atau kelewat sabar? Lo mau berbagi ranjang dengan perempuan itu?" Kesal Ririn.
"Nggak, mulai hari ini itu ranjangnya, mulai hari ini aku dan mas Hendra bukan suami istri lagi. Aku bertahan di sini demi anak-anak gw, setelah gw mampu menafkahi mereka, saat itu juga gw angkat kaki dari rumah ini." Jelas Chatlea.
"Bagaimana Lo ngejalanin rumah tangga seperti ini Lea? Jika perempuan itu sebagai istrinya di rumah ini Lo sebagai apanya? babunya?" Tebak Ririn.
"Mungkin Rin, Mas Hendra bilang gw nggak perlu lagi mengurusnya, di rumah ini gw cuma membersihkan rumah dan mengasuh anak-anaknya. Gw sudah pasrah dengan cobaan hidup gw." Ucap Chatlea.
"Bener-bener gila si Hendra, pengen banget gw jitak kepalanya. Rasa kagum gw ke dia sekarang menjadi rasa jijik. Bisa-bisanya Lo dianggap babu dan baby sitter di rumah Lo sendiri, dasar nggak punya otak!" Kesal Ririn.
Mau bagaimana lagi Rin, sekarang gw pasrah, mau nggak mau gw harus terima. Mungkin ini cobaan yang harus gw jalani." Lirih Chatlea.
"Gw nggak tau harus berkata apa lagi. Ini sungguh berat Lea, Lo harus sabar. Ingat Lo nggak sendirian, ada gw sahabat Lo. Sekarang katakan apa yang bisa gw bantu untuk meringankan beban Lo." Tanya Ririn.
"Sekarang gw lagi cari kerjaan, soalnya gw harus punya penghasilan untuk membiayai anak-anak gw. Gw nggak mungkin lagi menggantungkan hidup gw dan anak-anak gw pada mas Hendra." Ucap Chatlea.
"Kenapa harus Lo yang ngebiayain anak-anak? Itu tanggung jawab Hendra." Tegas Ririn.
"Nggak Rin, gw nggak mau lagi bicara dengannya apalagi meminta meskipun itu untuk anak-anak ku, hatiku terlalu sakit, histt..hisst.. sakit Rin." Chatlea menangis sambil memegang dadanya.
.
.
.
Bersambung...
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
.