Lingga Sari tercipta sebagai makluk dalam dua wujud, bisa menjelma menjadi perempuan yang cantik jelita namun juga dalam wujud kera putih yang besar.
Lingga Sari jatuh hati pada Wanandi, pemuda desa manusia biasa, cinta terbalas, kebahagiaan mereka lengkap dengan hadirnya sang buah hati..
Akan tetapi kebahagiaan itu sirna saat Wanandi mulai tidak kerasan tinggal di kerajaan alam astral.
Kehancuran Lingga Sari semakin parah di saat dia dijadikan abdi oleh dukun sakti..
Suatu ketika Lingga Sari berhasil lepas dari dukun sakti dia lari sembunyi di hutan yang lebat dan bertemu dengan seseorang di hutan lebat itu, siapa dia akan mencelakakan atau membantu Lingga Sari?
Bagaimana perjuangan Lingga Sari untuk meraih lagi kebahagiaan nya, apakah dia bisa bersatu lagi dengan suami dan buah hatinya di alam astral atau di alam nyata????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 5.
Lingga Sari terus melangkah menuju ke rumah sang mertua.. sesaat langkah nya sudah di depan orang orang yang duduk di kursi di pinggir jalan
“Istri dan anak Wanandi datang...” bisik bisik orang orang yang ada di depan rumah orang tua Wanandi.
Sesaat ada salah satu orang laki laki yang tadi berdiri di depan pintu pagar berjalan menuju ke rumah sambil bersuara agak keras..
“Istri Wanandi datang!” suara seorang itu..
Tidak lama kemudian dari dalam rumah muncul sosok yang Lingga Sari dan Windy kenal sosok seorang laki laki muda kerabat Wanandi, tampak berjalan tergopoh gopoh mendatangi Lingga Sari.. Ekspresi wajah nya terlihat sangat sedih, membuat Lingga Sari dan Windy paham jika ada sesuatu yang tidak beres..
“Ada apa ini?” tanya Lingga Sari dengan tidak sabar.
“Kakak untung kakak datang, kami tidak tahu bagaimana harus mengabari Kakak.” Ucap pemuda itu saat di dekat Lingga Sari.
“Apa yang sudah terjadi?” tanya Lingga Sari mempercepat langkahnya menuju ke pintu rumah..
Air mata Lingga Sari dan Windy langsung berderai berlinangan saat di dalam rumah terlihat ada jenazah yang telah terkafani dan tertutup oleh kain, membujur kaku di atas meja..
“Kakak, Ina Wanady belum lama meninggal dan sebentar lagi akan dilakukan sembahyang jenazah lalu akan dikuburkan hari ini juga.” Ucap pemuda kerabat Wanandi..
“Nenek...... hu.... hu.... hu....hu...” teriak Lingga Sari dan Windy secara bersamaan kedua nya menangis tersedu sedu . Lingga Sari pun cepat cepat mendekati jenazah itu.. Lingga Sari menurunkan tubuh mungil Windy, kedua nya memeluk jenazah Nenek sambil terus menangis tersedu sedu. Orang orang yang duduk di di atas tikar di dalam ruang itu pun ikut terisak isak menangis.
“Nenek kenapa pergi secepat ini hu... hu... hu... Kakak Wanandi kenapa tidak cerita apa apa.. Nenek sakit apa hu. Hu... hu... hu..” ucap Lingga sari sambil terus menangis tersedu sedu, meskipun mertua nya tidak merestui perkawinan nya dengan Wanandi tetapi Lingga Sari tetap menaruh hormat dan sayang.
“Hu... hu... hu... iya kenapa Ayah tidak bilang kalau Nenek sakit padahal Ibu bisa mengobati orang hu... hu... hu... Ibu obati Nenek agar bisa bangun lagi Bu... hu.. hu.. hu... Nenek bangun ini Windy datang Nek hu... hu... hu...” suara imut Windy yang juga terus menangis tersedu sedu air mata sudah membasahi pipi mulus nya. Tangan mungilnya masih memeluk jenazah sang Nenek..
Dan tidak lama kemudian Lingga Sari melepas pelukan nya pada jenazah Nenek lalu dia menoleh ke arah pemuda kerabat Wanandi yang sejak tadi duduk di dekat Lingga Sari dan Windy.
“Di mana Kakak Wanandi kenapa Kakak Wanandi tidak terlihat?” tanya Lingga Sari sambil menghapus air mata nya..
Pemuda kerabat Wanandi itu tidak menjawab kedua matanya tampak memerah dan berkaca kaca, ekspresi wajahnya tampak sedih.. orang orang yang duduk di atas tikar di ruang itu semakin terdengar keras suara isakan tangis nya..
“Di mana Kakak Wanandi?” tanya Lingga Sari lagi..
Pemuda kerabat Wanandi itu malah mulai menetes air matanya..
“Kakak Wanandi di makam.” Ucap lirih pemuda kerabat Wanandi itu sambil menghapus air matanya..
“Kakak Wanandi mengurus sendiri liang kubur untuk Nenek? Kenapa bukan yang lain?” tanya Lingga Sari sambil menatap tajam pemuda kerabat Wanandi itu.
“Maaf.. Kakak Wanandi sudah lebih dulu dimakamkan, dikuburkan maaf Kakak Lingga kami tidak tahu bagaimana cara mengabari kamu maaf...” ucap lirih pemuda kerabat Wanandi itu air mata nya kembali meleleh..
Lingga Sari yang mendengar bagai tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar..
“Maksud kamu apa?” tanya Lingga Sari lagi dan tubuhnya sudah mulai lemas.. Windy yang mendengar juga tampak kaget dan langsung memeluk Ibu nya..
“Kakak Wanandi kemarin pagi meninggal secara mendadak, padahal dia sudah siap siap akan mengunjungi kalian.. lihat di belakang dua keranjang buah sudah siap dipikul untuk oleh oleh kalian. Dan hari ini Ina Wanandi menyusul.. kemarin seharian dia menangis sedih tidak mau makan dan tidak mau minum .. dan hari ini dia menyusul Kakak Wanandi. ” ucap pemuda kerabat Wanandi yang air mata kembali meleleh..
Lingga Sari tidak bisa berkata kata lagi leher dan dada nya terasa sangat sakit sedang kan Windy mulai menangis histeris sebab paham dengan apa yang dibicarakan oleh paman nya..
“Huuuuaaaaa huuuuaaaa huuuuaaaaa Ayah... Ayahku di mana ... huuuuaaaa huuuuaaaa... Ibu ayo lihat Ayah huuuaaa... huuuaaa..”
“Iya Sayang nanti kita lihat Ayah..” ucap Lingga Sari lirih yang lehernya terasa sakit air mata terus saja meleleh.. tangan Lingga Sari memeluk tubuh mungil Windy untuk berbagi ketenangan hati.
Sesaat ada seorang perempuan setengah baya tetangga Ina Wanandi memberi kan dua gelas air putih pada Lingga Sari dan Windy..
“Di minum dulu, sebentar lagi doa dimulai.. nanti Kakak dan Windy bisa ikut ke makam dan melihat makam Kakak Wanandi..” ucap pemuda kerabat Wanandi itu. Lingga Sari dan Windy pun nurut minum air putih itu.. dan mereka berdua pun ikut duduk di dalam ruang itu saat acara doa jenazah dimulai . Windy duduk bersila dan tampak khusyuk ikut mendoakan jenazah Sang Nenek sedang Lingga Sari duduk bersimpuh diam dan menunduk, selendang sutera putih nya dia gunakan untuk kerudung kepala..
Beberapa menit kemudian acara doa jenazah selesai..
Di saat jenazah diangkat oleh beberapa laki laki tampak dari arah depan seorang perempuan cantik nan bahenol datang sambil menangis tersedu sedu.. perempuan itu berdiri di depan pintu dan menghalangi orang orang yang membawa jenazah.
“Ina... Ina... Ina... kenapa engkau juga pergi setelah Kakak Wanandi pergi hu... hu... hu... hu... hu... sia sia saja aku pulang hu... hu... hu....”
“Sudah Mona jangan menangis minggir kasih jalan Ina Wanandi mau lewat..” ucap salah satu laki laki yang mengangkat jenazah Ina Wanandi..
Mona hanya mundur memberi jalan, Akan tetapi Mona masih terus menangis bahkan semakin histeris tangis nya..
“Ina... Ina... Ina... jangan pergi huuuuaaaa..... hhhhuuuuuuaaaa...huuuuuaaaa...” suara tangis Mona semakin histeris
Lingga Sari yang menggendong Windy melangkah di belakang orang orang yang menggotong jenazah Ina Wanandi. Se saat Lingga Sari menatap perempuan itu,
“Siapa dia kenapa menangis begitu histeris, aku pernah melihat nya dulu..” gumam Lingga Sari di dalam hati karena dia pernah melihat mona dulu waktu dirinya pertama kali diajak Wanandi untuk berkenalan dengan orang tua Wanandi dan setelah nya tidak lagi pernah melihat..
Mona yang dilihat Lingga Sari pun menatap dengan tajam wajah Lingga Sari.
“Pasti gara gara dia perempuan pembawa sial, Kakak Wanandi dan Ina meninggal huuu... hu....hu....hu...” suara Mona sangat keras dan dengan nada penuh kebencian.. Dan satu tangannya terulur akan menarik selendang putih Lingga Sari yang kini digunakan untuk menutup rambut kepala hingga punggung dan dadanya..
Akan tetapi tiba tiba..
PLAAKKK