Mengandung konflik 21+ harap bijaklah dalam memilih bacaan!
Ketika kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan, saat itu pula wanita akan berubah menjadi mengerikan. Karena sejatinya perempuan bukanlah makhluk lemah.
Begitu pula dengan Jesslyn Light, kehilangan janin dalam kandungan akibat orang ketiga membangunkan sisi lain dalam dirinya. Hingga dia memilih untuk membalas perbuatan suaminya dan meninggalkannya, tanpa menoleh sedikit pun.
Dia lantas pindah ke negara lain, hingga bertemu dengan Nicholas Bannerick dan menemukan fakta pembantaian keluarganya demi kepentingan seseorang.
Bagaimanakah Jesslyn menjalani hidupnya yang penuh dengan misteri?
Mampukah dia membalaskan dendam?
WARNING!!! 21+++
INI BUKAN CERITA ROMANSA WANITA
TAPI KEHIDUPAN SEORANG WANITA YANG MENGUASAI DUNIA MAFIA.
MENGANDUNG BANYAK PSYCOPATH YANG MEMERLUKAN KESEHATAN MENTAL KUAT SEBELUM MEMBACANYA.
JADI JANGAN CARI BAWANG DI SINI!!!
KARENA BANYAK MENGANDUNG ADEGAN ACTION.
Bab awal akan Author revisi secara bertahap agar penulisannya lebih rapi. Namun, tidak mengubah makna dan alur di cerita.
Karya ini hanya fiktif belaka yang dibuat atas imajinasi Author, segala kesamaan latar, tempat, dan tokoh murni karena ketidaksengajaan. Harap dimaklumi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rissa audy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jessi
Mendengar apa yang dikatakan Jessi membuat Brian merasa sedih dan bersalah. Dikecup pucuk kepala istrinya berulang kali. "Bagaimana bisa aku meninggalkamu, sedangkan separuh napasku berasal darimu, Sayang?"
"Masa depan tidak ada yang tahu, Bri! Mungkin sekarang aku kamu sayang, tetapi besok sudah kamu buang!"
"Itu tidak akan terjadi! Aku menerimamu apa adanya, aku tetap mencintaimu apa pun yang terjadi. Aku lebih takut kalau tadi kamu marah lalu meninggalkanku, Sayang. Entah apa yang akan aku lakukan. Jika sampai hal itu terjadi." Brian membawa tubuh sang istri ke dalam dekapannya, rasa menyesal karena mengecewakan perempuan yang ia cintai membuatnya takut Jessi akan pergi.
"Aku akan meninggalkanmu tanpa menoleh. Jika kamu menyakitiku sekali lagi!" Jessi memperingatkan Brian dengan tegas, terlihat keteguhan di setiap ucapannya. Dia tidak main-main kali ini.
"Tidak, Sayang! Aku akan menuruti semua keinginanmu dan tidak akan menikahi Rossi! Aku hanya akan bertanggung jawab pada anak yang dikandungnya saja, kamu terlalu berharga untukku, Sayang." Brian memeluk Jessi semakin erat, perasaan Jessi menjauh dari hidupnya membuat hatinya terasa nyeri.
"Semua karena harta sialan ini, kalau saja kamu tidak sukses, pasti tidak akan ada perayaan itu. Seandainya, kamu tidak kaya seperti sekarang dan tetap hidup sederhana, mungkin wanita lain tidak ada yang mendekatimu seperti lalat!" Raut kekesalan terlihat jelas di wajah Jessi, tetapi ekspresi tersebut membuatnya terlihat lucu di mata Brian.
"Apa kau mendoakan suamimu ini bangkrut, Sayang?" Brian mengusap hidung sang istri dengan jari telunjuknya, sambil tersenyum bahagia.
"Iya. Kekayaan merubahmu dan aku tidak suka itu. Waktumu untukku berkurang, semua perhatian hanya untuk pekerjaan, dan lihat sekarang kau membawa seorang wanita pulang! Tinggal menunggu kapan aku akan kamu tendang?" Jessi mengerucutkan bibirnya mengatakan hal itu, dia mencoba untuk berekspresi senatural mungkin agar Brian tak curiga.
"Sayang, aku tidak seperti itu percayalah! Besok aku akan mengalihkan semua usaha atas namamu, sebagai bukti bahwa aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Jika sampai hal itu terjadi, biarlah aku yang jadi gelandangan!" Brian tulus berniat memberikan segalanya pada Jessi, lagi pula mereka adalah suami istri. Dia akan melakukan apa pun agar istrinya tetap bersamanya.
'Kena kau!' batin Jessi.
"Apa kau yakin? Bagaimana kalau aku meninggalkanmu?"
"Aku rela melakukan apa pun untukmu agar kamu tetap di sampingku, Sayang! Aku tidak akan menyakitimu lagi! Sudah cukup kesalahan yang ku perbuat padamu, aku tidak ingin membuatmu terluka lebih dalam lagi." Brian sangat menyesali apa yang sudah dia perbuat selama ini. Dia semakin erat memeluk istrinya, menyalurkan setiap rasa cinta yang ada. "Aku mencintaimu, Sayang! Sangat!"
"Aku tahu, tidurlah hari sudah semakin larut!"
Brian mengangguk, dengan memeluk sang istri dalam dekapan pria itu mulai terlelap dalam tidurnya. Dalam hatinya berjanji tak akan lagi membiarkan Jessi terluka.
****
Hari-hari berlalu seperti biasa, Jessi yang menunjukkan sikap tidak sukanya, secara langsung berperan sebagai Maleficent.
Rossi yang masih mencari perhatian Brian dengan segala cara dan tipu dayanya.
Ditambah pria naif yang terjebak di antara sandiwara kedua wanita, istri dan juga perempuan yang mengandung anaknya.
Rossi yang sedang mengandung menggunakan alasan mengidam, keinginan sang calon bayi haruslah dituruti oleh ayahnya, dengan cara itu Brian memberikan sedikit perhatian padanya.
Jessi yang melihat hal itu, dalam hatinya muak. Dia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Namun, hal yang tidak disangka Rossi adalah semua aset harta ini telah menjadi atas nama Jessi sejak dulu, dan juga restoran yang baru saja berpindah tangan kepadanya.
Wanita itu bergerak cepat dia tidak ingin membiarkan seorang pelakor menang. Biarlah dia mendapatkan Brian, tetapi tidak dengan embel-embelnya. Jessi tidak akan lagi termakan dengan janji-janji suaminya yang hanya di bibir saja.
Jika kesuksesan seorang lelaki karena dorongan istri di belakangnya, maka kebangkrutannya juga bisa berasal dari seorang wanita yang dikhianatinya.
Hari ini weekend Brian berada di rumah dengan istrinya sedang bersantai di ruang keluarga. Tak lama kemudian, Rossi datang mendekati mereka. "Bri, bisakah kamu menemaniku ke kelas ibu hamil nanti? Hari ini pelatih meminta agar membawa pasangan!"
Brian berasa di posisi serba salah, dia melihat istrinya yang terlihat santai dan tetap memakan camilannya. "Pergilah! Nanti aku akan ke rumah nenek sendiri!"
"Baiklah, berhati-hatilah jika berkendara! Maaf aku tak bisa menemanimu!" Brian lantas berdiri dari posisinya, pergi keluar bersama Rossi meninggalkan Jessi sendiri.
Melihat Brian dan Rossi sudah pergi, Jessi melangkah ke kamarnya mengambil berkas-berkas penting dan segera pergi ke rumah neneknya mengendarai mobilnya sendiri.
Dia berkendara dengan kecepatan tinggi. Dalam hatinya murka, tetapi di tepis semua amarah itu. Cintanya terlalu berharga jika hanya untuk dibagi dengan wanita medusa. Lebih baik Jessi mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk dalam hidupnya.
"Maafkan Mommy, Sayang!" Dia mengelus perutnya yang masih rata, mungkin saja anaknya akan lahir tanpa ada sang ayah di sampingnya.
Setibanya di rumah tersebut Jessi langsung masuk, memanggil Jane dan memeluk neneknya. "Apa keadaanmu baik-baik saja, Nek? Kenapa nenek kurus sekali ? Apa Jane tidak memberimu makan?"
"Apa kau sudah baikan? Kenapa mulut kecilmu itu beracun sekali?" Jane melirik tajam ke arah adiknya yang berbisa itu.
"Sudah-sudah mari duduk dulu! Jane bilang kamu sedang hamil, Nak. Kenapa ke sini sendirian?" Nenek Amber mengantarkan Jessi duduk di kursi.
"Nenek aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi kalian jangan terkejut ya!"
Nenek dan Jane saling berpandangan, tidak biasanya Jessi bertingkah seperti ini. "Kenapa? Apa suamimu tidak senang mendengar kamu hamil? Atau kehamilanmu bermasalah?"
Jessi hanya menggelengkan kepalanya. "Brian bahkan belum tahu aku hamil, Jane!"
"Ya." Jane menatap wajah adiknya dengan saksama.
"Bisakah kau uruskan perceraianku!"
"Apa? Kenapa?" Jane sontak terkejut dengan permintaan Jessi, mereka berdua terlihat begitu bahagia selama ini. Kenapa adiknya tiba-tiba saja mengatakan hal itu.
"Dia menghamili perempuan lain." Jessi mengatakan hal tersebut dengan tenang. Seakan dia tidak merasakan sakit, sedangkan kedua orang yang mendengar begitu terkejut dengan apa yang dialaminya.
"Apa? Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu padamu, akan ku bunuh dia! Di mana dia sekarang?" Jane berdiri dengan penuh emosi, dia tidak terima adik tersayangnya di perlakukan seperti ini.
Nenek Amber juga terkejut mendengar pernyataan Jessi, tetapi dia melihat cucunya yang tenang ketika memberitahu membuat wanita tua itu yakin, bahwa Jessi bukanlah orang lemah.
"Ckckck ... kau itu berisik sekali, membuat telingaku sakit saja!" Jessi menggelengkan kepalanya sambil berdecak mengejek Jane.
"Apa kamu baik-baik saja, Nak?" Nenek Amber menggenggam tangan cucunya, terlihat kekhawatiran di wajah wanita tua itu.
"Aku baik-baik saja, Nek. Air mataku terlalu berharga kalau harus ku buang hanya untuk menangisinya."
Mendengar jawaban Jessi,embuat Jane sedikit lega setidaknya adiknya ini bukanlah wanita lemah.
"Jadi, karena itu kau ingin bercerai dengannya?" Jane memastikan apa diinginkan oleh adiknya.
Jessi hanya menganggukkan kepalanya.
"Entahlah aku hanya merasa sesuatu yang buruk akan terjadi!"
"Apa kau gila. Jelas sudah terjadi dan kau baru bilang akan!" Jane membentak Jessi, dia tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya ini.
"Itu baru permulaan, wanita medusa itu baru akan menjalankan perannya."
"Siapa dia? Di mana dia biar kuberi dia pelajaran?"
"Rossi si Manager Restoran, dia tinggal di mansion sekarang."
"Kau ini benar-benar. Apa kau sudah kehilangan kewarasan? Aku tak habis pikirlah, bagaimana kau bisa tenang di saat ada wanita lain di rumahmu?" Jane heran dengan sikap adiknya yang terlihat begitu santai, padahal jika hal ini dialami oleh perempuan lain. Mereka sudah pasti akan menangis dan mengadukan rasa sakitnya.
"Hanya karena aku kuat menahan rasa sakit, bukan berarti aku pantas mendapatkannya!' Sorot mata Jessi dingin dan menggelap membuat dia terlihat begitu berbeda. Hanya butuh beberapa detik setelahnya, dia kembali tersenyum dengan indah. "Hidup ini adalah pilihan, apa yang membuatku terluka, maka aku akan meninggalkannya!
Dibutuhkan hati yang kuat untuk mencintai. Namun, juga dibutuhkan hati yang lebih kuat untuk terus mencintai setelah dia melukai, dan hatiku tak sekuat itu. Aku hanya akan menggenggam apa yang membuatku tersenyum."
"Jadi kau akan memilih menceraikannya?"
Jessi hanya mengangguk. "Dan tolong kau urus ini." Jessi menyerahkan semua berkas-berkas yang dia bawa dari rumah kepada Jane.
Melihat hal itu, Jane tahu bahwa Jessi memiliki rencananya sendiri, Jane dan Nenek Amber hanya bisa menurutinya. Mereka juga tidak ingin kesayangannya terluka lebih dalam lagi.
To Be Continue..