"Kaila terpaksa menukar seragam sekolahnya dengan status istri rahasia seorang CEO arogan demi sebuah wasiat. Di dalam menara kaca yang dingin, ia harus bertahan di antara aturan kaku sang suami dan ancaman para musuh bisnis yang siap menghancurkan hidupnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Penthouse di Atas Awan
Jiwa yang sedang terluka itu seolah dipaksa untuk bangun oleh tajamnya sinar matahari yang menembus dinding kaca raksasa di kamar tersebut.
Kaila mengerjapkan matanya berulang-ulang dan merasa sangat pening saat menyadari bahwa pemandangan di depannya bukan lagi langit-langit kamarnya yang kusam.
Ia kini berada di sebuah griya tawang mewah yang bertengger tinggi di atas awan hingga seluruh gedung pencakar langit lainnya nampak sangat kecil.
Gadis itu bangkit dari ranjang sutra dengan perasaan yang sangat hampa dan segera menatap ke arah sofa panjang yang berada di ujung ruangan.
Sofa itu sudah kosong dan nampak sangat rapi seolah tidak pernah ada pria berhati dingin yang tidur di atasnya sepanjang malam yang sunyi.
Kaila merasa jantungnya berdegup sangat kencang karena ia menyadari bahwa ia telah bangun terlambat untuk memulai hari pertamanya sebagai seorang istri rahasia.
"Apakah kau berencana untuk menghabiskan seluruh pagimu hanya dengan menatap pemandangan kota yang membosankan itu?" tanya Adnan secara tiba-tiba.
Kaila tersentak dan segera membalikkan badannya hingga ia hampir saja tersandung oleh kain gaun tidur panjang yang sedang ia kenakan dengan kikuk.
Adnan sudah berdiri di ambang pintu dengan setelan jas abu-abu yang nampak sangat sempurna dan sangat berwibawa di bawah cahaya pagi.
Pria itu sedang merapikan jam tangan mewahnya sambil memberikan tatapan mata yang sangat tajam dan sangat tidak bersahabat kepada Kaila yang masih berantakan.
"Maaf, saya tidak sengaja bangun terlambat karena semalam saya tidak bisa memejamkan mata dengan tenang," ucap Kaila sambil menundukkan kepalanya.
Adnan mendengus pelan dan berjalan mendekat hingga aroma maskulin dari tubuhnya kembali memenuhi indra penciuman Kaila yang sedang merasa sangat gugup.
Ia meletakkan sebuah bungkusan kertas berlogo toko buku ternama di atas meja rias yang nampak sangat bersih dan sangat berkilau seperti cermin.
Kaila hanya bisa memandangi bungkusan itu dengan penuh rasa heran karena ia tidak menyangka bahwa Adnan akan memikirkan kebutuhan sekolahnya di tengah kesibukannya.
"Ganti pakaianmu dan segera keluar untuk sarapan sebelum supir pribadiku membawamu pergi dari menara ini," perintah Adnan dengan suara yang sangat tegas.
Kaila segera berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan gerakan yang sangat cepat karena ia takut akan kemarahan Adnan yang sangat dingin.
Air yang mengalir dari pancuran emas di dalam kamar mandi tersebut terasa sangat sejuk namun tidak mampu mendinginkan hatinya yang sedang bergejolak hebat.
Ia menatap bayangan dirinya di dalam cermin besar dan bertanya-tanya sampai kapan ia harus hidup di dalam kepura-puraan yang sangat menyiksa batin ini.
Setelah selesai, ia keluar dari kamar mandi dan mendapati Adnan sedang berdiri di dekat dinding kaca sambil menatap awan yang berarak pelan.
Pria itu nampak sangat kesepian di tengah kemewahan yang ia miliki seolah-olah seluruh harta di dunia ini tidak mampu memberikan kehangatan bagi jiwanya.
Kaila ingin bertanya tentang kondisi kakeknya namun ia merasa lidahnya menjadi sangat kelu dan sangat kaku setiap kali ia berhadapan dengan sosok suaminya.
"Tuan, apakah kakek saya sudah menunjukkan tanda-tanda kesadaran pagi ini di rumah sakit?" tanya Kaila dengan suara yang sangat lirih.
Adnan tidak langsung menjawab melainkan ia justru memutar tubuhnya perlahan dan menatap Kaila dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan sangat teliti.
Ia nampak sedikit tertegun melihat Kaila yang sudah kembali mengenakan seragam sekolah putih abu-abu yang nampak sangat rapi dan sangat bersih hari ini.
Kecantikan alami yang terpancar dari wajah polos Kaila seolah memberikan sebuah warna baru di dalam griya tawang yang selama ini hanya dihuni oleh warna abu-abu kaku.
"Kakekmu masih dalam pemantauan ketat dari tim dokter ahli dan kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu secara berlebihan," jawab Adnan datar.
Kaila mengembuskan napas panjang yang nampak sangat berat dan penuh dengan beban pikiran yang tidak kunjung usai dari pundak kecilnya.
Ia mengikuti langkah kaki Adnan menuju ruang makan yang luas dan megah untuk menikmati hidangan sarapan yang sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga.
Meja makan itu terasa sangat panjang dan sangat sunyi seolah-olah hanya ada dua orang asing yang sedang terperangkap di dalam sebuah sangkar yang indah.
Keheningan itu terus berlanjut hingga Kaila merasa detak jarum jam di dinding terdengar bagaikan sebuah dentuman meriam yang sangat keras dan memekakkan telinga.
Adnan hanya sibuk memotong daging asap di piringnya tanpa berniat membuka percakapan sedikit pun dengan gadis yang kini menjadi teman hidupnya secara hukum.
Namun, ketenangan pagi itu harus segera berakhir saat gawai milik Adnan berdering dengan nada dering yang sangat nyaring dan sangat mendesak untuk segera diangkat.
"Apa? Bagaimana mungkin pihak dewan direksi bisa mengetahui tentang keberadaan gadis itu di dalam gedung pribadiku semalam?" tanya Adnan dengan nada suara meninggi.
Wajah Adnan seketika berubah menjadi sangat pucat dan rahangnya mengeras dengan sangat hebat seolah-olah ada sebuah bencana besar yang baru saja datang.
Kaila menghentikan suapannya dan menatap Adnan dengan perasaan yang sangat takut karena ia tahu bahwa masalah yang menimpa suaminya pasti berkaitan dengan dirinya.
Pria itu segera berdiri dari kursi makannya dan memberikan sebuah isyarat kepada Kaila agar ia segera meninggalkan meja makan tanpa perlu bertanya lagi.