Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengantar sekolah
Setelah si kembar sudah rapi, mereka pun akan sarapan pagi bersama keluarga yang lain. Tugas Nazwa mengambilkan makanan untuk mereka. Namun untuk makan, mereka sudah bisa sendiri. Nazwa pun bergabung dengan asisten yang lain untuk sarapan pagi.
Tugas Nazwa selanjutnya mengantar Anggi dan Anggun ke sekolah. Mereka diantar oleh salah satu sopir pribadi untuk pergi ke sekolah. Nazwa dan si kembar pamit kepada Oma.
"Yang nurut sama Nany ya."
"Iya, Oma."
"Nazwa, titip mereka."
"Baik Bu."
Setelah kepergian mereka, Oma dan Opa duduk di ruang tengah. Mereka sedang membicarakan pengasuh baru si kembar.
"Mi, Papi sudah menugaskan orang untuk memantau mereka."
"Nggak usah, Pi. Mami percaya sama Nazwa."
"Nggak ada salahnya, Mi. Papi cuma tidak mau ambil resiko. Papi lihat Nazwa memang perempuan baik, tapi kita tidak tahu bahaya apa yang bisa saja terjadi di sekitar keluarga kita."
"Papi lama-lama mirip betul sama Abi."
"Demi kebaikan bersama Mi."
"Ya sudah, Mami ikut aja. Terserah Papi."
"Pi, Nazwa itu cantik ya?"
"Iya, kenapa Mami tanya begitu sama Papi? Mami tidak sedang ingin menjodohkan Nazwa dengan Papi kan?"
"Haha... Papi Pede banget dih. Udah tua juga. Cucu udah lebih selusin. Bukan gitu maksud Mami. Entah kenapa Mami itu kayak nggak asing sama Nazwa."
"Mami mah memang suka gitu. Mi, Rayhan nggak nelpon?"
"Sudah tadi malam sama si kembar."
"Anak itu, sekarang malah jadi gila kerja."
"Biarkan saja pi. Daripada dia tertekan. "
"Hem... iya. Papi hanya takut ada orang jahat yang memanfaatkan kelemahannya saat ini Mi."
"Do'a kan yang baik-baik Pi."
"Ya ya, itu sudah pasti. "
Nazwa dan si kembar baru saja sampai di sekolah. Sekolah mereka tidak terlalu jauh dari rumah. Mungkin diperkirakan jaraknya 5 kilo meter. Jika ditempuh menggunakan mobil antara 7 sampai 10 menit.
"Yeay sudah sampai."
Nazwa sudah menyangka jika sekolah mereka pasti bertaraf internasional. Sepertinya sekolah tersebut hanya khusus kalangan elit.
"Nany ayo turun!"
"Eh iya, ayo kita turun."
Setelah mereka turun dari mobil, sopir pun melajukan mobil meninggalkan sekolah dan kembali ke rumah.
Nazwa membawa si kembar masuk. Ia menggandeng tangan keduanya di sisi kanan dan kiri.
"Biasanya dulu siapa yang nungguin kalian?"
"Oma."
"Oh...."
5 menit kemudian, bel pun berbunyi. Mereka masuk ke dalam kelas. Nazwa menunggu mereka di luar bersama Ibu-ibu dan babysitter lainnya.
Seperti biasa, jika ada orang baru pasti akan menjadi bahan ghibah. Mereka masih mengira-ngira siapa Nazwa. Nazwa tak ingin ambil pusing. Ia duduk menyendiri di pojokan, meski begitu ia tetap menebar senyum kepada mereka. Jika pun ada yang mengajaknya bicara nanti, ia akan menjawab seperlunya.
Untuk menghilangkan kejenuhan, Nazwa menelpon Tiwi. Setidaknya Tiwi bisa menemaninya ngobrol. Beruntung Tiwi langsung menerima panggilan darinya. Mereka ngobrol panjang lebar sampai akhirnya anak Tiwi menangis karena sudah waktunya minum ASI.
"Sudah dulu ya Wa, nanti kita sambung lagi."
"Oh iya, oke. Makasih sudah menemaniku Wi.
"Iya sama-sama."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Di dalam kelas, si kembar sedang belajar mengenal anggota tubuh. Mereka sangat antusias mengikuti apa yang ditunjuk guru merema. Sekilas Nazwa mengintip dari luar. Ia mengulum senyum melihat tawa si kembar.
"Mereka masih sangat beruntung memiliki keluarga yang sangat peduli, dibanding aku dulu yang memang tidak punya siapa-siapa." Batinnya.
Nazwa tersadar dari Lamunannya karena tiba-tiba handphone nya berdering.
" Mas Soni.. " Lirihnya.
Sebenarnya ia malas menerima panggilan dari mantan suaminya itu. Namun ia harus mengangkatnya karena mungkin Soni ingin menginfokan masalah perceraian mereka.
"Hallo Wa."
"Assalamu'alaikum, Mas."
"Wa'alaikum salam... Wa, di mana kamu menyimpan buku nikah dan kartu keluarga?"
"Masih di tempatnya, Mas."
"Iya di mana?"
"Di laci lemari baju sebelah kanan di bawah tumpulan sertifikat rumah."
"Aku akan segera mendaftarkan perceraian kita. Kamu tidak perlu ikut-ikut! Masalah ini biar aku yang urus."
"Iya."
"Tidak perlu adanya mediasi, kamu cukup Terima sertifikat cerai nanti kalau semuanya sudah beres. Mengerti? "
"Iya."
"Ya sudah, hanya itu yang ingin aku sampaikan. "
Tanpa salam dan basa-basi, Soni menutup panggilannya. Nazwa hanya bisa tersenyum getir.
" Dulu kamu yang berjanji akan menemaniku sampai tua nanti Mas. Sekarang kamu sendiri yang membuangku. Lagian untuk apa mediasi Mas. Kamu sudah menalakku tiga kali. Lebih cepat diputus akan lebih baik. Agar kamu bisa segera menikahi selingkuhanmu." Batinnya.
Air mata Nazwa sepertinya sudah terkuras habis. Ia sudah tidak sudi lagi menangisi laki-laki yang sudah mencabik-cabik perasaannya itu.
Bel istirahat berbunyi.
Anak-anak pun keluar dari dalam kelas. Mereka berhamburan menghampiri orang tua atau pun babysitter masing-masing.
"Nany... "
"Anggi, Anggun.... ini snack kalian."
"Makasih Nany."
Oma mereka memang sengaja membawakan bekal untuk mereka agar mereka tidak sering makan jajanan snack kemasan. Apa lagi Anggi
yang memang harus dijaga ketat pola makannya.
"Nany, bosan makan biskuit dan susu." Ujar Anggi.
"Sabar ya, ini kan demi kebaikan Anggi." Ujar Nazwa seraya mengusap kepala Anggi.
Setelah itu mereka bergabung dengan teman-temannya main ayunan dan seluncuran. Waktu mereka istirahat hanya 30 menit.
Akhirnya bel masuk berbunyi. Mereka masuk ke kelas lagi. Sekarang waktunya mereka belajar nenggambar.
Satu jam kemudian, mereka pulang. Mobil jemputan sudah menunggu di depan gerbang.
"Alhamdulillah, tugas pagi pertama selesai." Batin Nazwa.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di rumah. Setelah mengganti seragam si kembar dengan pakaian bermain, Nazwa menemani mereka bermain di playground yang ada di dalam rumah itu. Baru saja duduk, Nazwa sudah mendapatkan notif pesan dari Soni bahwa ia sudah menggugat cerai Nazwa di pengadilan Agama. Nazwa tidak perlu membalasnya. Ia hanya bisa menghela nafas panjang.
"Nazwa."
"Eh iya Bu."
"Maaf mengagetkanmu. "
"Eh tidak kok, Bu."
Nyosa Salsa duduk di samping Nazwa. Nazwa sebenarnya sungkan, namun Nyonya Salwa menyuruhnya untuk tetap duduk.
"Nazwa, bagaimana mereka di sekolah?"
"Aman bu, mereka sangat penurut."
"Mereka nggak jajan di kantin kan?"
"Tidak bu, mereka makan snack yang dibawakan dari rumah."
"Mereka tidak protes?"
"Protes sih Bu. Tapi saya bisa meyakinkan mereka."
"Syukurlah, saya rasa mereka menyukaimu makanya mereka nurut. Oh iya, jangan lupa nanti setelah makan siang waktunya mereka tidur."
"Iya, bu. Saya mengerti."
Nyonya Salsa kembali ke kamarnya setelah mendapatkan informasi tentang cucunya. Nazwa memeriksa handphone-nya. Ia membuka galery foto dan video. Semua berisi tentang kenangannya dengan Soni. Nazwa pun mulai menghapus semua foto dan video yang berhubungan dengan Soni. Ia harus bisa mengubur semua kenangan itu.
"Tidak perlu menyisakan bukti bahwa dulu kamu pernah mencintaiku, nyatanya sekarang kamu membuangku seperti benda yang hina." Batinnya.
...****************...
terimakasih bunda