Jodoh Kedua
Malam ini sangat mencekam bagi Nazwa. Kata-kata suami dan mertuanya bukan hanya menyayat hatinya, namun juga menghancurkan mentalnya.
"Dasar perempuan mandul, tidak berguna!"
"Seandainya kamu tidak mandul, pasti anak kita sudah berusia dua tahun!"
"Untuk apa mempertahankan wanita mandul? Kamu masih muda Son! Cari wanita yang subur. Banyak kok wanita yang mau sama kamu."
"Terbukti kan, kalau istrimu yang mandul! Sekarang ada wanita yang sudah hamil anakmu. Tidak perlu nunggu bertahun-tahun."
"Soni, cepat kamu bantu dia kemasi barang-barangnya! Jangan biarkan dia membawa satu pun benda berharga dari rumah ini."
Bersamaan dengan derasnya hujan malam ini, air mata Nazwa pun tak kunjung reda. Kilat dan guntur bergemuruh saling bersahutan. Bagaimana tidak? Suami yang ia cintai telah menalaknya. Bahkan bukan dengan sekali galak namun tiga kali talak sekaligus. Bukan hanya itu saja alasan Sini ingin menceraikan Nazwa. Ternyata ia telah selingkuh dengan anaknya bos di tempatnya bekerja. Dan wanita yang merupakan anak bosnya itu saat ini sedang hamil anak Soni. Mengetahui hal tersebut sebenarnya Nazwa masih bisa memaafkan Soni. Namun ternyata Soni lebih memilih wanita yang dihamilinya itu. Untungnya, Nazwa tudak putus asa. Jika saha terjadi kepada orang lain, mungkin akan lebih memilih mengakhiri hidupnya.
Ia menyeret kopernya keluar dari rumah suami sekaligus mertuanya itu dengan membawa hati yang hancur. Tak ada yang dapat ia bawa selain baju-bajunya. Tak ada satu benda berharga pun yang ia punya. Tiga tahun ia bertahan dengan harapan rumah tangganya akan baik-baik saja karena hanya suaminya satu-satunya tempatnya berpulang. Ia diam saja meski dikatakan mandul oleh mertua dan keluarga suaminya. Ia diam saja meski mereka mencacinya.
Nazwa yang yang tak memiliki keluarga mungkin akan kembali ke rumah masa kecilnya. Rumah tempat ia diasuh oleh kedua orang tua angkatnya. Ia adalah anak yatim piatu yang diangkat oleh orang tua asuh yang memang tidak memiliki anak.Sebelumnya Nazwa tinggal di salah satu panti asuhan yang terletak di desa terpencil pulau Jawa. Lima tahun yang lalu, Ayah angkatnya Nazwa meninggal dunia, disusul kemudian dua tahun yang lalu setelah pernikahannya, Ibunya pun meninggal dunia.
Enam tahun yang lalu, setelah lulus SMA Nazwa merantau ke Jakarta untuk menyambung hidup. Ia bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran sebelum akhirnya ia bertemu dengan Soni. Tiga tahun kemudian, ia menikah dengan Soni.
Jedar...
Suara guntur seakan menyambar sesuatu. Nazwa masih berjalan di tengah derasnya hujan. Air matanya bercampur dengan air hujan. Ia tidak tahu harus ke mana malam ini. Tidak mungkin ia pergi ke stasiun untuk melakukan perjalanan karena pasti tiket pun tidak akan dapat, karena sekarang sudah jam 11 malam. Nazwa pun duduk bernaung di salah satu halte bus. Bajunya sudah basah kuyup. Rubuhnya menggigil kedinginan. Nazwa menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada seorang pun yang ia temui. Hanya kendaraan yang berlalu lalang, namun tak begitu ramai. Nazwa bahkan hanya membawa selembar uang ratusan ribu. Dompetnya hanya berisi KTP dan kartu kesehatan serta uang tersebut. Beberapa bulan ini Soni tidak memberinya nafkah, alasannya karena Nazwa sudah tercukupi kebutuhannya di dalam rumah itu. Berbeda saat pertama kali mereka menikah, Soni memberikannya kartu ATM. Rumah yang tadinya surga baginya, seketika berubah menjadi neraka. Sebelum mertuanya tinggal dengannya, semua kebutuhan ia yang mengurusnya. Tapi dua tahun lalu, saat mertuanya mulai tinggal dengan mereka hidupnya mulai di ambang kehancuran.
" Ya Allah.... ke mana harus aku langkahkan kaki ini?" lirih Nazwa.
Beberapa saat kemudian, hujan pun mulai reda. Ia mulai melangkahkan kakinya kembali. Dalam hatinya gelisah karena takut bertemu dengan orang jahat. Setelah berjalan sekitar satu kilo meter, ia menemukan sebuah Masjid. Nazwa segera mendekati Masjid tersebut. Beruntung pintu gerbang Masjid tidak dikunci. Nazwa masuk ke dalam dan mencari toilet untuk berganti pakaian. Setelah itu, ia berwudhu' untuk melakukan shalat sunnah. Setelah selesai shalat, Nazwa menangis sejadi-jadinya. Ia menumpahkan segala keluh dan kesahnya kepada Allah. Ia pasrahkan hidupnya kepada Allah.
"Ya Allah, hamba tidak menyesal dengan segala yang pernah terjadi dalam hidup hamba ini. Hamba ikhlas jika ini yang terbaik bagi hamba. Saat ini hanya Engkau yang hamba miliki. Tuntun hamba untuk menemukan jalan yang Engkau Ridhai. Beri hamba kekuatan dan kesempatan untuk membuktikan bahwa tuduhan mereka tidak benar. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Mengetahui dan Maha mendengarkan. Amin.... "
Nazwa menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mencari seseorang yang biasanya menjaga Masjid, namun tidak ia temukan. Mungkin marbot Masjid tersebut sudah beristirahat karena selain sudah tengah malam, hujan pun turun lagi. Sepertinya hujan tidak akan berhenti malam ini. Nazwa tidak mungkin tidur di dalam Masjid, ia memutuskan untuk mengaji. Rasanya air mata Nazwa sudah terkuras habis, bahkan suaranya hampir tak terdengar.
Tidak terasa jam menunjukkan angka 2. Nazwa masih bertahan duduk bersandar di pojokan Masjid bagian perempuan. Handphone yang dari tadi dimatikan, ia keluarkan dari dalam tas kecilnya. Ia menyalakan handphone tersebut berharap akan ada sesuatu yang bisa memberinya petunjuk agar ia tidak perlu pulang ke kampung yang nantinya juga ia akan sulit untuk bertahan hidup. Karena di kampung tidak ada pekerjaan yang bisa dikerjakan selain bertani atau berkebun. Orang tuanya juga tidak mewariskan apa-apa selain rumah dan tanah. Ia tidak mungkin menjual warisan tersebut. Namun saat membuka handphone-nya tak ada satu pun notif yang masuk. Ia memasukkan kembali handphone-nya ke dalam tas.
Nazwa menekan perutnya yang merasa lapar. Ia memang belum makan malam. Cacing di perutnya bersahutan. Karena terlalu lelah, Nazwa pun tertidur dalam keadaan duduk berselonjor.
Suara speaker Masjid mengejutkannya. Ia tersentak karena mendengar suara qiro'ah yang biasa diputar sebelum adzan Shubuh.
"Ya Allah... sudah mau Shubuh. Ternyata aku ketiduran." Lirihnya.
Nazwa beranjak pergi ke toilet untuk membersihkan diri dan berwudhu'. Saat Nazwa akan memasuki Masjid seorang marbot Masjid penasaran dengannya. Marbot tersebut mendekati Nazwa.
"Maaf Mbak, saya tidak pernah melihat Mbak. Apa Mbak warga baru di komplek ini?"
"Eh bukan, Pak. Maaf saya semalam menumpang berteduh di sini."
"Oh begitu... tidak apa-apa Mbak. Silahkan dilanjutkan."
"Terima kasih, Pak."
Beberapa saat kemudian, Orang-orang berdatangan ke Masjid. Bukan hanya Bapak-bapak, tapi ibu-ibu sekitar Masjid juga berjama'ah di Masjid. Akhirnya Nazwa merasa hatinya lebih tenang karena telah melakukan malam yang begitu panjang. Ia kembali menghadap sang Pencipta untuk menunaikan kewajibannya.
Bersambung....
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
7umiatun
apa nazwa kecil yg dikenal sm rayan lupa" ingat ketemu dirumah opa tristan dan oma najwa ada acara syukuran kalau nda salah
2025-02-01
3
betriz mom
penasaran sampai buka cerita yg lewat untuk mencari Nazwa bertemu dengan Rayyan nya, tapi belum ketemu.
btw baru bab 1 sudah suka ceritanya Thor 👍🏼🙏🏻😍😍😍😍
2025-02-01
1
Marsiyah Minardi
Nazwa kah calon istri sang duda?
2025-02-01
3