NovelToon NovelToon
Bos Jutek Itu Suamiku

Bos Jutek Itu Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / CEO / Berbaikan
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Ayra tak pernah menyangka bahwa hidupnya bisa seabsurd ini. Baru saja ia gagal menikah karena sang tunangan-Bima berselingkuh dengan sepupunya sendiri hingga hamil, kini ia harus menghadapi kenyataan lain yang tak kalah mengejutkan: bos barunya adalah Arsal—lelaki dari masa lalunya.

Arsal bukan hanya sekadar atasan baru di tempatnya bekerja, tetapi juga sosok yang pernah melamarnya dulu, namun ia tolak. Dulu, ia menolak dengan alasan prinsip. Sekarang, prinsip itu entah menguap ke mana ketika Arsal tiba-tiba mengumumkan di hadapan keluarganya bahwa Ayra adalah calon istrinya, tepat saat Ayra kepergok keluar dari kamar apartemen Arsal.

Ayra awalnya mengelak. Hingga ketika ia melihat Bima bermesraan dengan Sarah di depan matanya di lorong apartemen, ia malah memilih untuk masuk ke dalam permainan Arsal. Tapi benarkah ini hanya permainan? Atau ada perasaan lama yang perlahan bangkit kembali?

Lantas bagaimana jika ia harus berhadapan dengan sifat jutek dan dingin Arsal setiap hari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TAK LEBIH DARI SEKEDAR ADIK

Setelah mendapatkan telepon dari Amanda, tadi Arsal langsung menuju rumah orang tuanya. Lokasi rumah orang tuanya dengan rumah almarhumah istrinya itu sangat dekat sehingga saat Arsal bermaksud menjemput Kalya, terdapar Amanda juga di sana.

Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, Arsal pun langsung mengantar Kalya ke sekolah. Tentunya itu ditemani Amanda. Karena Kalya cukup dekat dengan adik almarhumah istrinya itu.

Arsal menghela napas panjang, melirik Kalya melalui kaca spion tengah. Anak itu masih memasang wajah cemberut, menatap ke luar jendela tanpa minat untuk berbicara. Sementara Amanda, yang duduk di sampingnya, hanya mengusap punggung Kalya dengan pelan, seolah berusaha menenangkan keponakannya yang sedang marah.

Di kursi pengemudi, Arsal menggenggam kemudi erat. Ia tahu Kalya kecewa. Bahkan mungkin marah besar. Tapi tetap saja, sikap dingin putrinya ini membuatnya sedikit terluka.

Ini masih ada hubungannya dengan pernikahannya dengan Ayra beberapa hari yang lalu. Iya, Kalya menolak itu. Itu juga alasan mengapa Arsal belum mempertemukan Ayra dengan Kalya. Ia khawatir Ayra akan terbebankan dengan sikap ketus dan penolakan Kalya.

"Kalya," Akhirnya Arsal membuka suara, mencoba memecah keheningan. "Kamu masih betah merajuk seperti itu?"

Tidak ada jawaban.

Kalya tetap menatap ke luar jendela, seolah tidak mendengar.

"Kalya, kalau ini karena masalah pernikahan Papa, kamu tenang saja, perhatian Papa nggak akan berubah untuk kamu."

Kalya masih belum bergeming. Anak perempuan itu masih sangat kesal, apalagi dengan Arsal yang tadi terlambat mengantarnya ke sekolah.

Arsal kembali menghela napas. Ia tahu, memaksa Kalya bicara saat ini hanya akan memperburuk keadaan.

Amanda akhirnya yang angkat bicara, suaranya lembut. "Sayang, Papa kamu pasti tetap sayang sama kamu, lho."

Kalya tetap diam. Namun, kali ini bahunya sedikit naik-turun, menandakan ia sedang menahan sesuatu.

"Aku nggak suka," gumamnya pelan.

Arsal melirik melalui kaca spion lagi. "Nggak suka apa?" tanyanya hati-hati.

Kalya akhirnya menoleh, wajahnya kesal. "Papa lebih sayang sama istri barunya daripada sama aku!"

Arsal terdiam.

Ia ingin menyangkal, tapi bagaimana caranya menjelaskan pada anak sekecil Kalya bahwa tidak ada yang berubah? Bahwa rasa sayangnya pada putrinya itu tidak berkurang sedikit pun?

Amanda ikut menatap Arsal dengan sorot mata menenangkan, seolah menyuruhnya untuk bersabar.

Akhirnya, Arsal hanya bisa berkata, "Papa nggak pernah kurang sayang sama kamu, Kalya. Kamu tetap nomor satu buat Papa."

Tapi Kalya hanya kembali memalingkan wajahnya, kali ini dengan mata yang sedikit memerah dan perjalanan itu pun kembali diselimuti keheningan.

Sesampainya di sekolah, Arsal memarkir mobilnya tepat di depan gerbang. Ia menoleh ke belakang, melihat Kalya yang masih duduk dengan wajah cemberut.

“Papa temenin sampai dalam?” tawarnya lembut.

Kalya tidak langsung menjawab, hanya mendesah pelan sebelum akhirnya membuka pintu sendiri. "Nggak usah," katanya ketus.

Arsal hanya mengangguk, tidak ingin memaksa. Namun, saat Kalya keluar dan berjalan ke gerbang, ia melihat gadis kecil itu menoleh sedikit, seolah memastikan papanya masih di sana. Saat tatapan mereka bertemu, Arsal tersenyum kecil. Kalya tidak membalasnya, tapi setidaknya anak itu tidak benar-benar mengabaikannya.

Setelah memastikan Kalya masuk, Arsal kembali melajukan mobilnya, kini menuju toko roti Amanda. Suasana dalam mobil hening sejenak, sebelum akhirnya Amanda membuka suara.

"Mas Arsal," panggilnya pelan.

Arsal melirik sekilas sebelum kembali fokus ke jalan. "Hmm?"

Amanda menarik napas, menatap lurus ke depan. "Seharusnya walaupun sudah menikah kamu tidak melupakan Kalya seperti itu. Bagaimana pun Kalya masih dalam kondisi marah. Seharusnya kamu dan istri barumu lebih menunjukkan bahwa kalian tidak mengabaikan Kalya."

Arsal mengernyit, tapi tidak langsung menanggapi.

"Lagipula pernikahan diam-diammu itu membuat kami semua kecewa. Kamu tahu kan, keluarga aku juga keluargamu. Kami bukan orang lain," lanjut Amanda, suaranya terdengar agak dingin. "Kalau kamu berniat menikah lagi, setidaknya bicarakan dengan kami dulu. Apalagi, ini tentang ibu sambung Kalya."

Arsal mendengus pelan. Ia sudah menduga Amanda akan membahas ini.

"Ini pernikahan saya, Manda. Saya yang punya hak buat memutuskannya," jawabnya datar.

Amanda memejamkan matanya sesaat, sebelum berujar dengan suara lebih pelan, "Kalya kecewa, Mama juga kecewa. Aku juga kecewa."

Arsal melirik sekilas. "Kamu kecewa?" tanyanya, nada suaranya sedikit menguji.

Amanda terdiam. Ia tahu, kalau ia sampai terlalu menunjukkan emosinya, Arsal akan menangkap sesuatu yang selama ini ia sembunyikan.

"Bukan karena itu," kilahnya cepat. "Aku cuma nggak habis pikir kenapa kamu ambil keputusan sepenting ini tanpa mempertimbangkan orang-orang di sekitarmu. Kita tidak tahu apakah dia benar-benar bisa menerima Kalya atau hanya bisa menerimamu."

Arsal mengeratkan genggaman di kemudi.

"Saya mengenal dia. Keputusan saya juga sudah disetujui oleh mama. Urusan Kalya menerima dia atau tidak, itu biar menjadi urusan saya," balasnya, masih tetap dengan nada tenang.

Amanda menoleh, menatap lekat wajah Arsal dari samping. "Atau mungkin ini karena usulan Tante Masayu?" tanyanya tajam.

Arsal tertawa kecil, tapi tanpa humor. "Kenapa? Kamu pikir aku terpaksa?"

Amanda menggigit bibirnya. Kenyataan itu.menghantamnya dengan begitu kuat dan terasa menyakitkan. Ia bertahan selama lima tahun ini namun ternyata kalah dengan seseorang yang baru dikenal Arsal. Sekalipun Arsal tidak pernah mempertimbangkan perasaannya.

"Aku cuma nggak mau Kalya terluka," ucap Amanda akhirnya.

Arsal menghela napas, lalu melirik Amanda sesaat sebelum kembali fokus ke jalan. "Aku juga nggak mau dia terluka, Manda."

"Bunda mau bertemu istrimu. Tadi beliau bilang, Mas ajak dia makan malam di rumah malam ini."

Arsal menoleh. "Saya tidak bisa janji. Saya harus menanyakan kesediaannya dulu," jawab Arsal.

"Semoga Mas bisa membuatnya bersedia. Bagaimana pun kini istrimu itu adalah ibu sambung Kalya, cucu keluarga kami." Suara Amanda terdengar begitu dingin. Begitu kontras dengan wajah kalemnya.

"Akan saya usahakan. Tapi saya minta kalian tidak banyak bertanya nanti. Apalagi membandingkan dia dengan Ilana," balas Arsal tidak kalah dingin.

Suasana jadi hening kembali. Hingga beberapa saat kemudian, Amanda kembali bersuara.

"Maaf jika ini mengganggu ketenanganmu, kami hanya ingin yang terbaik untuk Kalya. Kalya adalah amanah besar yang Mbak Ilana titipkan untuk kami. Kami harus memastikan istrimu itu adalah ibu sambung yang baik untuk Kalya."

"Iya. Nanti akan saya kabari."

Keheningan kembali memenuhi mobil. Amanda menatap ke luar jendela, menyembunyikan ekspresi wajahnya. Ia tahu, selama ini Arsal hanya menganggapnya seperti adik. Dan itulah yang lebih menyakitkan.

Tidak butuh waktu lama sebelum mobil berhenti di depan toko roti milik Amanda.

"Terima kasih sudah mengantar," katanya pelan.

Arsal mengangguk tanpa banyak bicara. Amanda turun dari mobil, tapi sebelum menutup pintu, ia menatap Arsal sekali lagi.

"Aku harap kamu tahu apa yang kamu lakukan, Mas."

Arsal tidak menjawab, hanya mengangguk kecil.

Begitu pintu tertutup dan mobil melaju pergi, Amanda akhirnya menghela napas panjang. Ia hanya bisa berharap, suatu hari nanti, Arsal bisa melihatnya bukan sekadar sebagai adik.

1
Siti Septianai
up nya lebih sering dong ka
Siti Sukaenah
bagus
Edelweis Namira: makasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!