"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 2
Seperti biasa seorang Ibu rumah tangga pasti selalu sibuk dipagi hari. Seperti wanita yang satu ini, dia baru saja selesai beberes rumah dan memasak. Sekarang ini, dia juga harus mengantar anak-anaknya ke sekolah.
Zea Alaska, dia terlihat sedang memanasi motor bututnya diteras rumah. Zea memastikan bahwa motor bututnya sudah siap digunakan. Dia memeriksa bensin untuk memastikan bahwa motor tersebut aman dan tidak kehabisan bensin dijalan.
Setelah memastikan bahwa motor tersebut siap, Zea memanggil anak-anaknya untuk segera berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 kurang 10 menit.
"Ayo, Gean, Giska! Cepat! Kita harus berangkat ke sekolah sekarang juga, sebentar lagi bel sekolah berbunyi!" teriak Zea dari teras.
Gean dan Giska, yang sudah siap dan mengenakan seragam sekolah. Mereka kemudian berlari ke arah Zea, yang sudah menunggu mereka diteras.
Zea membantu anak-anaknya naik ke motor dan memastikan bahwa mereka duduk dengan baik dan nyaman. Setelah itu, Zea memulai motor dan mereka berangkat ke sekolah.
Sekolah Gean dan Giska tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Hanya sekitar 10 menit dari rumah jika menggunakan motor.
Ditengah perjalanan, Zea tidak bisa tidak memikirkan tentang kehidupan keluarganya. Dia merasa bahagia karena anak-anaknya sudah besar dan bisa bersekolah.
Setelah beberapa saat, Zea dan anak-anaknya tiba disekolah. Zea membantu anak-anaknya turun dari motor dan memastikan bahwa mereka sudah siap untuk memulai hari mereka.
"Gean, Giska. Semangat belajarnya hari ini! Ibu akan menjemput kalian nanti sore," kata Zea dengan senyum, dia memberi uang lima ribu pada Gean dan uang tiga ribu pada Giska.
Mengapa uang sakunya berbeda? karena Gean sudah kelas dua dan Giska baru kelas satu sekolah dasar. Giska pulangnya lebih cepat ketimbang Gean.
"Terima kasih, Ibu," kata Gean dan Giska bersamaan.
Zea tersenyum. "Sekarang kalian masuk kelas karena sebentar lagi bel berbunyi." ucap Zea.
Gean dan Giska mengangguk dan berlari ke arah kelas mereka masing-masing. Zea menonton mereka dengan bangga dan merasa bahagia. Zea selalu berusaha untuk menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya.
Benar saja, hanya berjarak dua menit bel sekolah sudah berbunyi. Zea segera menyela motor bututnya dan ingin pulang ke rumah. Tetapi hingga tiga, empat kali dia menyela, motornya sama sekali tidak mau menyala.
"Aduh, ini kenapa lagi motornya. Aku sebel jika motornya tidak nyala-nyala. Malu dilihat orang banyak!" Zea mulai kesal, tidak sekali dua kali motor miliknya selalu seperti ini. Sering tidak bisa nyala jika untuk bepergian, entah itu dekat atau jauh.
"Mbak, Zea!" panggil seorang wanita yang baru saja mengantar anaknya sekolah. dia menghampiri Zea yang terlihat kesusahan menyalakan motornya.
Zea menoleh wanita tersebut, dia adalah Mbak Titin tetangga sepedukuhan, tetapi rumahnya sedikit jauh dengan Zea. "Iya, Mbak." balas Zea dengan rasa setengah malu, pasti Mbak Titin ingin bertanya motornya kenapa.
"Motornya kenapa Mbak?" tanya Titin yang sesuai dengan tebakan Zea.
Zea menahan malu. "Tidak apa-apa kok Mbak,"
Mbak Titin mengamati motor dan Zea dengan seksama. "Serius tidak apa-apa?" Mbak Titin kembali memastikan, soalnya dia tadi sempat melihat Zea menyela motornya beberapa kali namun tidak kunjung menyala.
Zea menggeleng dan berusaha terlihat santai. "Tidak apa-apa, mbak," Zea menjawab dengan pasti.
Mbak Titin mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ya, Mbak. Mau ke pasar beli buah-buahan," pamit mbak Titin pada Zea. Segera pergi setelah Zea tersenyum dan mempersilakannya.
Setelah mbak Titin pergi, Zea mendengus dan semakin kesal pada dirinya sendiri. Kenapa pula dia harus merasakan ini. Dia sudah sering ada dimomen memalukan ini dan Zea mulai bosan.
"Ya Tuhan, kapan Aku bisa punya motor yang bagus dan tidak sering mogok seperti ini. Terus terang saja Aku malu. Aku merasa merepotkan orang lain," keluh Zea.
Dengan menyimpan kekesalan dihati, Zea terpaksa mendorong motornya menuju rumah. Jika Andam sudah pulang dari berdagang, Zea akan berbicara padanya untuk segera membeli motor yang lebih bagus dan tidak suka menyusahkan seperti ini.
...........................
Dipasar pagi, terlihat Andam sedang berjualan buah karena profesinya adalah pedagang buah-buahan. Terlihat jelas jika kali ini Andam tengah sedikit sibuk dengan para pembeli.
"Mas, ini buah semangka harganya berapa?" tanya wanita yang baru saja dari mengantar anaknya sekolah. Dia memegang semangka kecil yang hanya berukuran dua kiloan.
"Itu empat belas ribu, mbak. Satu kilonya tujuh ribu." jawab Andam.
"Mahal sekali. Jangan mahal-mahal kenapa, Mas? Sepuluh ribu deh ya," tawarnya.
Andam tidak menjawab dia hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Halah, sama tetangga sendiri masa begitu. Boleh lah ya?"
Andam menggaruk sisi kepala yang tidak gatal. Sebenarnya dijual seharga empat belas ribu dia untungnya hanya sedikit. Mengapa mesti ditawar sepuluh ribu? Apa pembeli ini tidak tahu jika dirumah sudah ada seseorang yang menunggu kepulangannya dengan membawa banyak uang.
"Maaf, mbak Titin. Harganya sudah pas empat belas ribu," jawab Andam.
"Ya sudah deh Aku beli dua ya," kata mbak Titin akhirnya, dan Andam segera membungkusnya dengan kantong kresek yang ada.
"Oiya, tadi istrinya Mas Andam kaya susah gitu menyalakan motornya, motor butut seperti itu kenapa tidak diganti-ganti. Kasihan loh mbak Zea nya, Mas," ujar mbak Titin, dia yang bertanya pada Zea waktu disekolahan.
Andam tersenyum mendengar aduan dari mbak Titin, tetangga sepedukuhan yang rumahnya sedikit jauh dari tempat tinggalnya.
"Yang penting masih bisa dipakai mbak, ini lagi menabung dulu siapa tahu tidak lama lagi bisa ke beli motor baru," Andam sebenarnya sangatlah ingin membelikan motor bagus pada Zea tetapi uang yang dia miliki belum seberapa.
Dari pada untuk membelikan motor, lebih baik Andam simpan dulu untuk kebutuhan sehari-hari. Apa lagi orang berdagang tidak selalu untung terus, kapan hari terkadang ada masa ruginya.
"Aku do'a kan supaya Mas Andam bisa segera membelikan motor baru untuk istrinya." kata mbak Titin. Andam tersenyum dan segera mengaminkan.
"Semangkanya jadi dua puluh delapan ribu ya, mbak," Andam mengulurkan semangka pada mbak Titin.
Mbak Titin segera membayarnya dan segera pergi dari sana.
Beberapa saat, dagangan Andam sudah habis. Dia segera pulang dan ingin menanyakan tentang motor pada Zea. Apakah benar yang dikata mbak Titin tadi.
..............................
"Mas, belikan motor baru!" ketus Zea, ketika melihat suaminya pulang dari berdagang.
Andam melotot mendengar perkataan Zea. Andam segera turun dari motor dan menyeret Zea masuk rumah. "Istri tidak berguna!"
tapi belum terlalu tua
tapi sudah tua?
thor ngakak baca itu hhaaaa
hiiiii