Penikahan yang seharusnya berjalan bahagia dan penuh dengan keharmonisan untuk sepasang suami istri yang baru saja menjalankan pernikahan, tapi berbeda dengan Evan dan dewi. Pernikahan yang baru saja seumur jagung terancam kandas karena adanya kesalah pahaman antara mereka, akankah pernikahan mereka bertahan atau apakah akan berakhir bahagia. Jika penasaran baca kelanjutannya di novel ini ya, jangan lupa tinggalkan komen dan like nya… salam hangat…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterkejutan Evan.
“Kak sepertinya kita harus segera pulang, tadi mama telpon.” Dewi meneguk jus yang masih tersisa di depan mejanya, sedangkan Evan menatap Dion.
“Oke Dion, kapan kapan kita ngobrol lagi.” Ucap Evan yang bersiap akan pergi.
“Oke bro, hati hati di jalan ya.” Dion dan Evan bersalaman seperti layaknya anak muda sekarang, dewi bersiap akan pergi setelah melihat Evan berdiri dan berpamitan ke Dion.
“Pergi dulu kak Dion.” Ucap dewi yang mengangukan kepalanya, untuk berpamitan dengan Dion.
“Oke cantik, kapan kapan ajak teman teman kamu mampir ke sini ya..”
Evan dan dewi beranjak pergi dari kafe Dion, mereka segera kembali pulang ke rumah. Lengangnya jalan membuat perjalanan Evan dan dewi menjadi cepat sampai di kediaman Deri.
Terlihat gerbang pintu di kediaman deri terbuka lebar, dengan segera Evan memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumah besar tersebut. Terlihat dini dan Deri berdiri di depan teras, dengan segera dewi turun dan menghampiri kedua orang tuanya.
“Nggak biasanya mama dan papa ada di depan rumah.” Tanya dewi menghampiri orang tuanya.
“Baru saja teman papa datang bersama anaknya, makanya mama dan papa ada di sini mengantarkan mereka pulang. Kamu dari mana saja, kenapa baru pulang jam segini.” Tanya dini menelisik keadaan dewi yang terlihat lelah.
“Kami baru saja mampir ke kafe milik teman kak Evan ma, waktu mama telpon tadi aku sama kak Evan masih ada di sana.” Jawab jujur dewi.
“Oh… ya sudah, kalian sudah makan.” Tanya dini yang melihat Evan berdiri di belakang dewi.
“Belum ma.” Jawab dewi sekali lagi.
“Kalau begitu kalian mandi dulu, kita makan di luar.” Ajak Deri sambil menepuk bahu Evan.
“Baik om.” Jawab Evan.
“Oke pa..” jawab dewi menyusul ucapan Evan.
Mereka segera masuk ke dalam rumah, Evan segera masuk ke dalam kamar begitu juga dengan dewi.
Saat ini dini dan deri memilih duduk di ruang tengah melihat acara berita di layar televisi besar yang berada di depan mereka.
“Pa… tadi anaknya temen papa cantik banget ya, sepertinya kalau di jodohkan dengan Evan mereka cocok.”
“Ma… sekarang tidak jamannya siti Nurbaya, dulu mama juga tidak mau kan di jodohkan sama juragan kambing siap itu namanya papa lupa.” Deri mengingatkan akan masa mudanya sebelum menikah dengan dini.
“Ih… papa, sukanya ngungkit ngungkit masa yang tidak mengenakkan.”
“Hahaha… coba kalau mama tidak ketemu papa, pasti mama akan jadi juragan kambing.” Goda Deri yang membuat kesal dini, melihat istri nya kesal Deri dengan sengaja mencium singkat bibir istrinya.
“Ish… papa, ntar kalau anak anak lihat gimana.” Wajah dini tampak memerah setelah Deri menciumnya, melihat istrinya terlihat malu dan tidak kesal lagi dengan perlahan Deri merangkul pundak dini.
“Yang penting endingnya mama milik papa seutuhnya, dan papa sayang banget sama mama.” Deri mencium rambut panjang istrinya, pelakuan Deri yang seperti ini membuat dini merasa di atas awan.
“Ehem.. Ehem..”
Deri dan dini segera menoleh ke arah belakang, terlihat evan yang berdiri menatap Deri dan dini.
“Dari tadi kamu di sini van…?” Tanya Deri salah tingkah.
“Baru aja kog om.” Jawab Evan berbohong, sebenarnya Evan sudah selesai dari tadi. Saat melihat dini kesal dengan Deri, Evan mengurungkan niatnya untuk mendekati mereka. Evan tidak ingin mengganggu keromantisan pasangan suami istri tersebut.
“Dewi belum selesai juga van, coba kamu panggilkan adik kamu.” Deri menyuruh Evan memanggil dewi yang belum terlihat dari tadi, dengan segera Evan berbalik dan berjalan ke arah kamar dewi.
Tok… Tok.. Tok..
Terlihat Evan mengetuk pintunya pelan, terdengar suara dewi yang menyuruhnya masuk ke dalam. Evan segera membuka handel pintu kamar dewi perlahan, dan dia segera masuk ke kamar dewi.
Bau harum khas cewek tercium di hidung Evan, bau dari pengharum ruangan bercampur dengan parfum milik dewi. Terasa segar di indra penciuman Evan, dewi segera keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang menutupi sebagian tubuhnya.
Evan yang melihat kemolekan tubuh dewi tiba tiba terdiam mematung, Evan merasakan seperti ada magnet di sekujur tubuh Evan. Dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya, pandangan matanya juga tidak berkedip menatap dewi.
Sedangkan dewi yang terkejut dengan melihat Evan berada di dalam kamarnya, berteriak histeris. Dia kembali masuk ke dalam kamar mandi, dia tidak ingin Evan melihat nya dalam posisi yang terlihat seksi.
“Kak Evan, kenapa kakak masuk kedalam kamarku. Mama kemana kak…?” Tanya dewi yang terkejut mengetahui Evan yang ternyata masuk ke dalam kamarnya.
“Tante… tante… ada di luar wi, tadi aku yang mengetuk pintu. Kata kamu aku boleh masuk ke dalam, maka aku langsung masuk aja.” Jawab Evan sedikit grogi.
“Ih… kakak, aku kira tadi mama yang ada di luar. Ya sudah Kak Evan keluar dulu, aku mau ganti baju.” Ucap dewi yang masih di dalam kamar mandi, dia enggan keluar karena Evan masih berada di dalam kamarnya.
“Oke kakak keluar ya.” Evan segera meninggalkan kamar dewi, entah kenapa jantung Evan berdetak dengan sangat kencang setelah melihat dewi tadi.
Evan yang sekarang sudah berada di luar kamar dewi berulang kali menetralkan detak jantungnya dengan menarik nafasnya perlahan, melihat gerak terik Evan yang terlihat aneh Deri menegur keponakan tampannya itu.
“Kenapa kamu van, seperti baru saja melihat hantu.” Tegur Deri melihat Evan.
“Eh.. oh… anu om, iya tadi aku baru saja melihat hantu perawan. Eh maksud aku enggak om, eh anu.” Evan bingung sendiri saat akan menjawab pertanyaan Deri, dia menjadi salah tingkah dengan jawaban yang akan di berikan ke Deri.
“Hahaha… van, memang beneran sepertinya kamu baru saja melihat hantu. Sampai wajah kamu memerah seperti itu, emang hantunya nggak pake baju ya sampai kamu terlihat salah tingkah.” Dini menertawakan Evan yang terlihat memerah wajahnya.
“Ehem… om, tant. Evan ambil air minum dulu ya,” Evan segera memutar arah menuju ke dapur, dia saat ini membutuhkan minum karena tenggorokannya terasa sangat kering.
Sedangkan dewi yang baru saja selesai dan sudah berganti baju, keluar dari dalam kamarnya. Penampilan dewi saat ini terlihat sangat elegan, dengan memakai pakaian yang tadi di belikan Evan.
Sebenarnya dia akan mencuci bajunya terlebih dahulu, tapi dia memilih memakainya langsung karena ingin menghargai pemberian dari Evan.
Evan yang melihat dewi memakai pakaian yang di belikannya sampai tersedak minumannya sendiri, dewi terlihat sangat dewasa dan elegan. Wajah cantik dan tubuh yang tinggi serta kulit putihnya membuat dewi terlihat semakin cantik, dan siapapun yang melihat kecantikan dewi pasti akan terpukau.
“Kak Evan, hati hati kalau minum. Kakak tidak apa apa…?” Tanya dewi sambil menatap Evan yang berusaha mengatasi rasa panas di kerongkongannya.
“Eh anu, tidak apa apa. Mm.. katanya kamu mau cuci dulu pakaiannya, kenapa langsung di pakai.” Tanya Evan penasaran.
“Oh… ini, aku cuma mau menghargai pemberian kak Evan. Dan aku penasaran bagaimana reaksi mama dan papa melihat penampilan aku memakai baju ini.” Dewi melihat baju yang di pakainya sambil merapikan kemejanya.
“Makasih kamu mau memakai pembeberan ku wi, kamu terlihat semakin dewasa dan cantik.” Puji Evan jujur.
Dewi menundukkan kepalanya, malu mendengar ucapan jujur Evan.