"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa mungkin dia kabur bawa uang dan juga perhiasan kamu?
Cia tersenyum-senyum sambil menatap foto kebersamaannya dengan Anjar, dia kini sudah ada di ibu kota dan sudah mulai bekerja seperti biasanya.
Saat jam istirahat tiba, dia malah asik mengingat kebersamaannya dengan Anjar. Pria muda itu mampu membuat dirinya bahagia, walaupun konyol tapi Cia suka.
Namun, Cia tidak berani mengatakan rasa sukanya itu kepada Anjar. Dia belum lama bercerai, baru dua bulan. Dia tak mau asal menjalin hubungan baru dengan pria lain.
"Non, maaf ganggu."
Seorang pelayan nampak mengetuk pintu ruangan Cia yang sedikit terbuka, lalu dia berbicara dengan wajahnya yang terlihat gelisah.
"Ada apa?" tanya Cia.
"Ada tuan Hafis mau ketemu, apa boleh masuk?"
Cia menghela napas berat, dia merasa enggan sekali untuk bertemu dengan mantan suaminya itu. Dia terlanjur sakit hati dengan kebohongan yang dibuat oleh pria itu.
Bisa-bisanya pria itu membohongi dirinya, berpura-pura jatuh cinta kepada dirinya tetapi ternyata mendekati dirinya hanya untuk hartanya saja.
"Katanya cuma sebentar saja, mau minta maaf gitu."
Cia menghela napas berat, sudah 2 bulan dia tidak bertemu dengan pria itu. Dia tak tahu kabarnya seperti apa, rasanya malas saja untuk bertatap mata dengan pria yang sudah membuat luka di dalam hatinya.
"Suruh masuk aja," ujar Cia pada akhirnya.
"Oke, Nona."
Pelayan itu segera pergi dari sana, tak lama kemudian Hafis datang dan meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan Cia.
"Mau ngomong apa?" tanya Cia.
Hafis bukannya bicara, pria itu malah meluruhkan tubuhnya ke atas lantai. Lalu, dia bersujud dan meminta maaf kepada Cia.
"Maaf untuk yang udah lalu, aku minta maaf."
"Sudah aku maafkan, bangunlah. Jangan seperti ini, bagaimanapun juga kamu pernah menjadi suamiku. Kamu sering membuat aku bahagia, walaupun kebahagiaan itu palsu."
Hafis menangis, dia merasa sangat bersalah. Namun, Cia dengan cepat memalingkan wajahnya karena takut akan ada rasa iba terhadap pria itu.
"Terima kasih, tapi... beneran kamu udah maafin aku?"
"Ya," jawab Cia yang tidak mau ada permusuhan di antara dirinya dan juga Hafis.
Walaupun dia sudah mendengar kabar dari orang kepercayaannya jika dia dan juga istri sirinya sudah menikah di KUA, bahkan dia sudah mendengar kalau Hafis hidup dengan bahagia dengan anak dan juga istrinya.
Namun, Cia tak ingin mengingat akan hal itu lagi. Dia sudah bercerai dari Hafis, dia ingin meneruskan kehidupannya tanpa memikirkan Hafis lagi.
"Kalau kamu maafin aku, berarti kita bisa rujuk dong?"
"Hah?"
Cia begitu kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Hafis, bisa-bisanya pria itu datang untuk mengajaknya rujuk.
"Kamu udah punya anak dan juga istri, nggak salah mau ngajakin aku rujuk?"
"Aku gak bahagia hidup sama Naomi, aku hidup sama kamu aja."
Cia memperhatikan penampilan Hafis, dulu saat menikah dengan dirinya, pria itu selalu memakai baju-baju bagus, semua barang-barang bermerek selalu dia belikan untuk mantan suaminya tersebut.
Namun, sekarang pria itu berpakaian sederhana. Tak ada baju bermerek, atau jam tangan mahal yang dia belikan dulu. Sepertinya hidupnya sudah sangat berubah, dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Bisa saja uang milik pria itu diatur oleh Naomi, atau mungkin uang miliknya itu dipakai usaha dan belum menghasilkan.
"Maaf, tapi aku udah bahagia dengan kehidupanku tanpa kamu. Jadi, silakan pergi dan berbahagialah dengan anak dan juga istrimu."
"Tapi, Cia. Aku---"
"Nggak perlu ada hubungan apa-apa lagi di antara kita, karena aku sudah melupakan kamu."
"Kamu serius dengan ucapan kamu?"
"Ya, aku sudah bahagia dengan kehidupanku tanpa kamu. Jadi, kamu juga harus bahagia tanpa aku."
Berulang kali Hafis meminta agar Cia mau kembali kepada dirinya, tetapi berkali-kali juga Cia menolak pria itu. Dia tak mau bersama pria itu lagi, pria yang sudah memberikan sakit hati yang begitu dalam kepada dirinya.
Akhirnya Hafis menyerah, pria itu memutuskan untuk pulang. Karena memang pria itu kini memiliki usaha baru di dekat rumah yang dia kontrak, dia membuat rumah makan kecil bersama dengan kedua orang tuanya.
Mereka menyewa tempat tidak jauh dari rumah yang dia kontrak, berjualan makanan sederhana ala kampung kelahiran kedua orang tua Hafis.
Pria itu juga membeli mobil bak terbuka untuk belanja, makanya Hafis tak terlihat keren seperti dulu lagi. Namun, pria itu kini sudah seperti tukang kuli panggul di pasar.
Walaupun Hafis merupakan lulusan universitas ternama di ibu kota, ternyata dia tidak bisa melamar pekerjaan di perusahaan manapun.
Aksa yang mengetahui cucu kesayangannya disakiti oleh pria itu, sengaja mem-blacklist nama pria itu. Dia juga meminta banyak perusahaan yang bekerjasama dengannya agar tidak menerima pria itu.
Makanya Hafis tidak pernah diterima ketika melamar pekerjaan di perusahaan manapun, dia yang sudah lelah akhirnya memutuskan untuk membuat rumah makan sederhana bersama dengan kedua orang tuanya.
"Bu, Naomi ke mana? Kenapa ibu jualan sambil gendong Wili?" tanya Hafis.
"Istri kamu pergi, kamu pergi dia juga pergi. Katanya cuma sebentar aja, tapi sampai sekarang belum juga pulang."
"Mungkin dia lelah dan juga cape urus anak, jadi dia pengen jalan-jalan sebentar."
"Mungkin juga, ya udah kamu bantuin Bapak jualan. Ibu mau nidurin anak kamu dulu," ujar ibunya Hafis.
"Ya, Bu."
Hafis membantu bapaknya berjualan lauk matang, hingga sore hari tiba dia merasa heran karena Naomi tak kunjung pulang. Hafis mulai kesal, terlebih lagi ketika dia mencoba menelpon istrinya, ternyata panggilan teleponnya tidak dijawab.
"Warungnya udah tutup, kamu mending cari Naomi aja. Kenapa jam segini belum pulang?"
"Iya, Bu. Hafis mandi dulu," ujar Hafis yang merasa kesal dan juga bingung karena istrinya belum pulang-pulang.
Hafis akhirnya mandi terlebih dahulu, setelah itu dia berganti baju dan bersiap untuk pergi. Namun, saat dia hendak menutup lemari pakaiannya, dia merasa heran karena ATM miliknya tidak ada.
"Loh, ke mana ATM-ku?" tanya Hafis.
Hafis mencari ATM miliknya, tetapi tidak ada. Dia juga melihat perhiasan yang dia belikan untuk istrinya tidak ada, Hafis keluar dari dalam kamar dan langsung menghampiri ibunya.
"Bu, ATM aku nggak ada. Perhiasan yang aku belikan untuk Naomi juga tidak ada, apa iya ada maling?"
"Hah! Mana mungkin ada maling, pintu selalu dikunci kok."
Hafis, dan kedua orang tuanya nampak berpikir dengan keras. Hingga tak lama kemudian ibunya Hafis membuka lemari milik Naomi, di sana ada beberapa baju yang hilang.
"Ya Tuhan! Apa mungkin Naomi kabur?" tanyanya sambil memegangi dadanya yang sesak.
"Kabur?!" tanya Hafis penuh amarah.
"Iya, Fis. Coba kamu lihat bajunya," ujar Ibunya Hafis.
Hafis memeriksa baju milik Naomi, ternyata baju milik wanita itu sudah banyak yang hilang. Hafis juga memeriksa skin care milik wanita itu yang biasa disimpan di atas meja rias, ternyata juga tidak ada.
"Sial! Apa maksudnya ini?!" teriak Hafis penuh emosi.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..