Bagaimana jadinya saat tiba - tiba ibumu menanyakan saat ini berapa umurmu dan menawari hadiah ulang tahunmu yang ke 21 dengan hadiah jodoh?.
"Nis, Nisa sekarang umurmu berapa?." Tanya Dewi tiba-tiba saat masuk kamar putrinya. Nisa yang ditanya sang ibu pun langsung menjawab tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun karena memang sang ibu terkadang sangat random. " Dua puluh tahun sebelas bulan ".
" Berarti sudah boleh menikah, hadiah ulang tahunnya jodoh mau? "Jawab sang ibu yang membuat Nisa kaget dan langsung tertawa.
Nisa yang sudah hafal betul tentang kerandoman ibunya pun berniat meladeni pembicaraan ini yang dia kira adalah candaan seperti yang sudah sudah.
" Boleh... Asal syarat dan ketentuan berlaku, yang pertama seiman, yang kedu-".Belum selesai Nisa bicara dia mendengar ibunya sudah tertawa lepas yang membuat Nisa juga ikut tertawa dan langsung pergi dari kamar putrinya.
Tanpa Nisa ketahui bahwa yang ia anggap candaan itu adalah sesuatu yang serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PERMATABERLIAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5.Bagai pasangan
Alun-alun kota.
Karena ada insiden tiba-tiba ditinggalkan berdua, akhirnya aku memutuskan untuk lari-lari dengan Bagas sebagai bentuk penghilang kecanggungan.
Putaran pertama semua masih baik baik saja, tetapi mulai putaran kedua muncul niat jahat dibenakku. "Bagaimana kalo aku tinggal saja Bagas dibelakang lalu aku pulang diam diam" batinku memberi ide.
Tapi sepertinya niat jahatku memang tidak diridhoi Allah, terbukti bukannya aku yang berada didepan tapi malah aku yang tertinggal.
Mungkin ini juga pengaruh dari tinggi badan kami yang berbeda lumayan jauh. Bagaimana tidak Bagas melangkah satu langkah itu bagaikan dua langkah normal ku.
Saat sudah mencapai batas kekuatanku untuk mengimbangi langkahnya, akhirnya aku menyerah.
Kubiarkan Bagas berlari didepan sana, akupun tak mau memintanya untuk menungguku. Pikirku bila aku ditinggal mudah saja bagiku untuk pulang.
Tapi tiba-tiba langkah kaki Bagas terhenti saat dia menyadari aku sudah tak disampingnya lagi. Dia berhenti dan menungguku padahal aku sudah mengira akan ditinggal. Point plus untuk Bagas karena sedikit peka?.
Saat aku sampai didepannya dia mengajakku mencari minum, ku angguki saja ajakannya itu karena jujur akupun sudah haus.
Setelah membeli air mineral kami mencari tempat untuk duduk, dan pilihan kami jatuh pada tempat duduk dibawah pohon dekan taman bermain.
Sambil menikmati air mineral digenggamanku otakku mulai berpikir kalo bagi orang yang tidak tahu mungkin kami ini dianggap seperti pasangan bukan?.
Ditengah keheninganku yang sedang memikirkan pendapat orang tentang kami tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan yang dilontarkan Bagas.
" Nisa, jadi bagaimana?. "
" Bagaimana apanya?. "tanyaku bingung.
"kamu pasti bisa menangkap makna kenapa kita ditinggal berduaan?. " kudengar Bagas menjelaskan akan kebingunganku.
"Iya, kalo aku tidak salah mengartikan. " jawabku ragu.
" Tapi kak Bagas pasti tidak mau kan?, pasti kakak sudah ada pacar kan?iyakan? ". tanyaku beruntun dan kuberanian untuk menatap wajahnya.
" Tidak, aku tidak punya pacar, dan apa alasan aku harus tidak mau denganmu?. " jawab Bagas yang ikut menatapku.
" Apa, pertanyaan macam apa itu. " batinku mengolok jawaban Bagas kepadaku.
Ditengah kecanggungan yang tercipta sepertinya semesta sedang berada di pihaknya karena saat tidak sengaja mataku menoleh kesamping tak jauh dari bangku yang kududuki aku melihat balita yang hampir saja terjatuh bila aku tak memegang tangannya.
Balita itu hampir tersungkur Karena tersandung oleh sepatu yang dipakainya, sepertinya balita ini sedang mulai bisa berjalan batinku.
Kesempatan ini aku gunakan untuk menghindari kecanggungan dengan kak Bagas walaupun tidak lama.
Karena setelah balita itu dibawa pergi oleh ibunya yang sangat berterima kasih karena telah menolong anaknya, dan aku masih berdiri melambaikan tangan kearah balita itu yang menoleh kepadaku didalam gendongan ibunya. Tiba-tiba saja kak Bagas sudah disampingku dan memuji akan kesigapanku.
Tapi bukannya senang akan pujiannya, di otakku malah timbul ide untuk membuat kak Bagas ilfil kepadaku.
" Sigap bukan berarti siap punya anak. " jawabku yang lumayan kubuat ketus kepadanya.
Tapi bukannya tersinggung dan marah respon yang diberikan kak Bagas malah seperti kami ini dikelompok yang sama dan mempunyai visi yang sama.
" Memang kata siapa menikah tujuannya hanya untuk mempunyai anak. " jawab kak Bagas dengan entengnya.
" Terkadang apa yang kamu benci bisa saja menjadi yang paling kamu sukai jika Allah sudah berkehendak. " terdengar kak Bagas memberiku sedikit nasehat.
"Saya beri kamu waktu seminggu untuk kamu berpikir tentang jawaban yang akan kamu berikan tentang ajakan saya untuk serius" seru kak Bagas lagi yang membuat mataku membola sempurna karena kaget.
" Jangan lupa seminggu lagi saya datang kerumah mu. " itu adalah kalimat terakhir yang dilontarkan kak Bagas kepadaku sebagai pengingat sebelum kami benar-benar berpisah.