Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-12
Masih dengan rasa penasarannya, Evan kini mendekati Dry dan menatap dalam mata indah itu begitu dekat.
"Ev, apa yang kau lakukan?" Tentu saja Dry terkejut dan merasa gugup.
"Ada apa sebenarnya Dry, kanapa kau ingin aku berada didekat mu?"
"Karena aku kaya dan kau butuh uangnya" jawab Dry berusaha menjauhkan wajahnya dari Evan.
"Hem, aku rasa kau berbohong padaku" Evan meraih wajah Dry dan mendekatkannya kembali.
Dry terdiam, memberanikan diri membalas tatapan Evan, mata yang indah tentunya, pahatan wajah tegas yang sangat sempurna, dan bibir itu, jika menyentuhnya pasti_
"Oh Shitt!" Dry langsung mundur dan merutuki dirinya sendiri, kenapa disaat seperti ini justru pikirannya berkelana kemana-mana.
Evan yang tau akan reaksi seperti itu, kini tertawa, lalu duduk disamping Dry dan merangkulnya.
"Ceritakan padaku jika kau sudah siap Dry, jangan main-main dengan yang namanya pernikahan"
Dry terdiam, lalu kemudian memulai pembicaraan dengan suara yang lirih, sungguh berbeda kali ini.
"Aku lelah, semua tentang perebutan warisan, dan itu sudah bertahun-tahun"
"Menarik" sahut Evan.
"Aku serius Ev"
"Oh, sorry, tapi aku juga tak memaksa mu untuk menceritakan padaku Dry"
"Bisakah kau mendengarkan ku saja?" Dry terlihat sedikit kesal.
Evan mengangkat tangan, tanda meminta maaf atas apa yang baru saja dilakukan, dan Dry menghela nafasnya, ingin melanjutkan cerita, namun _
Deringan ponsel nya berbunyi, Dry segera mengangkat nya.
"Ada apa?"
"Dasar Anak tak tau diri, apa yang sudah kau lakukan pada Putra Tuan Gurven ha!, kau benar-benar anak sialan dan selalu membuat masalah!"
Teriakan itu begitu nyaring, bahkan Evan langsung terdiam, terkejut akan cacian yang diberikan, dan Dry hanya menanggapinya dengan santai, seolah hal itu sudah biasa baginya.
"Tutup mulut mu Paman Markus, beruntung aku tidak membunuhnya!"
Ceklek!
Sambungan di putus begitu saja oleh Dry, lalu terlihat memejamkan matanya sejenak.
"Dia keluarga?"
"Paman Markus, Markus Harson, salah satu tikus di keluarga ku yang selalu merongrong dan menginginkan harta warisan ku, sayang sekali, perusahan masih berada di tangannya, aku tak bisa berbuat apapun saat ini"
"Perusahaan?"tanya Evan
"Hem, Mozart Company, terpaksa diambil alih olehnya sesuai dengan wasiat, karena kakek sudah tak bisa apa-apa beberapa tahun yang lalu" Dry menjelaskan, lalu sedikit memberi jeda.
"Dan orang tuaku _" Dry memejamkan mata, nampak sekali menahan rasa sakit yang tak ingin di perlihatkan di depan Evan.
"Aku tau, tidak usah diteruskan Dry, aku tidak memaksamu"
"Bukan, ini juga salah satu alasan kenapa aku membutuhkan mu Ev"
"Menjadi pendamping mu maksud nya?"
"Lebih tepatnya, orang yang akan membantuku, setidaknya ada satu orang saja yang bisa aku percaya, aku terlalu lelah bertahan sendirian"
"Jadi kau memanfaatkan ku untuk menjagamu dari mereka yang ingin berbuat jahat?"
"Sorry Ev, tapi itulah kenyataannya, bagiku uang tidak masalah, aku akan memberikan berapapun yang kau minta, asalkan kau mau membantu ku bertahan agar mereka tidak bisa mendapatkan segalanya dan aku tidak mau mati sia-sia, apalagi masih ada Grandpa yang harus aku jaga"
Dari titik ini, Evan mulai bisa menyimpulkan apa yang terjadi dengan kehidupan Dry, saat nampak luka di matanya yang begitu dalam, Evan yakin jika semua ini sudah terjadi cukup lama dan bertahun-tahun tentunya.
Dry akhirnya juga mengatakan, jika Perusahaan warisan sang kakek akhirnya jatuh ke tangan Paman tirinya, karena dirinya belum cukup umur waktu itu, dan wasiat itu telah di rubah, dimana perusahaan akan di berikan sampai Dry nantinya berusia 21 tahun.
Tapi kenyataannya tak seindah harapan, entah apa yang terjadi, nyatanya Dry tetap tak bisa memiliki perusahaan itu sepenuhnya, kendali tetap di pegang oleh pamannya, dan Dry hanya sebagai pemegang saham pasif, yang artinya hanya menerima keuntungan saja di rekening pribadinya.
"Aku sudah genap 21 tahun, dua tahun yang lalu, tapi begitulah" ucap Dryana.
Usia yang masih sangat muda, terpaut hampir 7 tahun, batin Evan, dan tentang sang kakek tak ditanyakan, karena Evan cukup mengantongi informasi soal itu.
"Grandpa lumpuh dan tak bisa apapun, dan masih tinggal di Mansion besama mereka semua, untuk itu, mau tidak mau aku harus tetap berada disana"
Evan mengangguk mengerti, dan bisa merasakan beban berat yang di pikul oleh Dryana.
Dari informasi yang dia dapati, Dry sudah ditinggal pergi orang tuanya sejak usia 12 tahun, dan bisa di pastikan disaat umur itu juga Dry memulai penderitanya, walaupun waktu itu masih ada sang kakek yang melindungi nya.
"Okey Dry, tawaran mu cukup menarik, tapi aku juga tak mau menyia-nyiakan yang namanya pernikahan"
"Maksudmu?"
"Ada kewajiban memenuhi kebutuhan biologis, kau tau itu kan?"
Dry menarik nafas panjang, memutar matanya dan heran akan pikiran laki-laki didepannya yang tak jauh dari urusan ranjang.
"Sebaiknya aku cari kandidat yang lain saja" sahut Dry malas.
"Okey, dan aku khawatir, kau tak seberuntung mendapatkan aku"
Dry hanya mencebik mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut Evan.
Malam ini, Evan sengaja di tahan oleh Dry untuk tetap menemaninya di Apartemen, ada kekhawatiran akan kedatangan sosok sang tunangan sialan atau suruhan sang Paman.
Nampak Dry mengambil obat dan meminumnya, lalu balutan itu pun di lepas perlahan olehnya untuk mengoleskan salep di luka kakinya.
"Sshh!"
Terasa perih, dan Dry berusaha meniup untuk mengurangi nyeri yang menjalar.
Evan keluar dari kamar dan sudah berganti pakaian santainya, terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Dry.
"Hei, bisakah kau meminta tolong, ada aku disini, setidaknya jadikan aku manusia yang berguna Dry"
Evan menyambar obat yang di pegang oleh Dry, lalu melihat luka jahitan yang masih belum sembuh benar.
"Sakit?" Tanya Evan.
"Sedikit, jika berbekas, aku harus melakukan perawatan khusus untuk menghilangkannya"
"Ini keren, kenapa harus dihilangkan?" Ucap Evan dengan senyuman
"Aku wanita Ev, ada bekas luka di kulit akan mengurangi pesonaku"
"Ck, tapi aku menyukainya, bukankah kau baru saja melamar ku menjadi pendamping mu?"
Dry tertawa, begitulah yang disuka dari Evan saat berbincang, terasa tak ada yang berat dalam hidupnya.
"Ev, hidup mu pasti sangat menyenangkan bukan?" Tanya Dry.
"Mungkin, tapi katamu aku tidak sekaya kamu kan, jadi, pasti aku sering kekurangan uang, begitu kan?"
"Tapi tidak kasih sayang dan perhatian, teman mu banyak, mereka semua pasti tulus, tidak ada niat jahat mendekatimu, semuanya pasti sangat menyenangkan" jawab Dry sambil tersenyum kecut membandingkan dengan nasibnya sendiri.
"Kau juga bisa bahagia Dry, dari sini" tunjuk Evan di dada Dry.
"Tapi didalam sana penuh dengan curiga, benci dan luka Ev"
"Tidak, itu hanya dari pikiran mu saja, Tuhan menciptakan hati kita bersih, kalau mau membuang itu semua"
"Aku tidak bisa, ratusan kali nyawaku hampir melayang saat aku membuka hati mempercayai mereka semua"
"Jadi kau tidak percaya padaku juga?"
Mata keduanya beradu, Dry terdiam, ada kejujuran yang dia rasakan, ada kehangatan hati yang merayapi, tapi_, semua luka yang didapati, masih meronta untuk tidak percaya begitu saja.
Akhirnya hanya ada senyuman terbit dari bibir Dry, sebelum pamit untuk beristirahat karena hari sudah cukup larut malam.
Jangan lupa KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.